Cerita di Balik Pengibaran Bendera Tiongkok di Pulau Obi

Bendera Tiongkok yang dikibarkan sejajar dengan Bendera Merah Putih itu berukuran lebih besar dari bendera Indonesia.

oleh Hairil Hiar diperbarui 28 Nov 2016, 17:35 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2016, 17:35 WIB

Liputan6.com, Ternate - Insiden pengibaran bendera Tiongkok di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, terus menuai kecaman publik. Ratusan pemuda dan mahasiswa, misalnya, mendatangi Markas Polda Maluku Utara di Ternate.

Pantauan Liputan6.com, Senin (28/11/2016) siang, pemuda tersebut berasal dari DPD I KNPI Maluku Utara versi Ikhi Sukardi Husen, bersama elemen organisasi mahasiswa dari Universitas Khairun dan Institut Agama Islam Negeri Ternate, dan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.

Aspirasi yang disampaikan mereka senada, yakni menuntut adanya pihak yang bertanggung jawab atas pengibaran bendera Tiongkok yang sama sejajar dengan bendera Merah Putih. Selain itu, mereka meminta Kapolda Maluku Utara mengusut tuntas kejadian pada Jumat, 25 November itu.

Di balik insiden pengibaran bendera Tiongkok di Maluku Utara, saat acara groundbreaking smelter PT Wanatiara Persada itu diduga ada salah komunikasi antara protokoler Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan pihak keamanan daerah setempat.

Pengibaran bendera Tiongkok pada peletakan batu pertama pembangunan smelter PT Wanatiara Persada pada Jumat, 25 November 2016, itu kemudian menimbulkan kehebohan. Sebab, di lokasi acara ada bendera Tiongkok yang dikibarkan sejajar dengan Merah Putih.

Bahkan, bendera Tiongkok yang dikibarkan itu ukurannya lebih besar dari bendera Merah Putih. Tak hanya di lokasi acara, bendera Tiongkok lainnya juga terpasang di dermaga setempat. Warga yang hadir pun memprotes dan akhirnya bendera itu diturunkan.

Menurut keterangan tertulis dari Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, penurunan bendera di lokasi acara dilaksanakan oleh personel keamanan PT Wanatiara Persada.

"Sedangkan bendera yang berkibar di dermaga, penurunannya turut dibantu Sertu Mar Agung Priyantoro agar bendera tidak menyentuh tanah. Proses penurunan bendera Tiongkok ini berjalan aman dan lancar," ucap Dispen TNI AL dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Sabtu, 26 November 2016.

Dalam insiden ini, PT Wanatiara Persada menegaskan bertanggung jawab dan meminta maaf atas kejadian tersebut.

Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba pun memberikan keterangan saat menjamu Vice President PT Jinchun Gruop, Mr Yao Wei Xin atau direktur pelaksana pembangunan smelter PT Wanatiara Persada, di Kantor Gubernur, Kota Tidore.

Gubernur mengungkapkan awal mula perusahaan itu membangun smelter di Pulau Obi saat ia berkunjung ke Tiongkok satu pekan lamanya. Lawatan itu sebelum ia menggelar perjamuan di kantor gubernur pada 15 Juli 2016.

Gani mengatakan kunjungan kerja selama empat hari di Provinsi Guangzhou, Tiongkok itu bertujuan membahas kerja sama di sektor pertambangan dan kelautan.

Investasi Rp 9 Triliun

Berdasarkan memorandum of understanding (MoU) antara Pemprov Maluku Utara dan Pemprov Guangzhou yang dibuat di Jakarta, PT Wanatiara Persada akan membangun smelter.

Selain itu, kerja sama mengenai peningkatan sumber daya manusia di bidang pertambangan dan pemberian beasiswa belajar bahasa Mandarin kepada masyarakat lingkar tambang.

Kepala Biro Humas dan Protokoler Sekretariat Daerah Maluku Utara Halik Alkatiri mengungkapkan, saham perusahaan asal PT Wanatiara Persada bersumber dari patungan antara Jinchuan Group Co Ltd dan mitra lokal Indonesia.

Dia mengatakan, perusahaan itu melakukan eksploitasi di Pulau Obi sejak 2009. Selanjutnya pada 2011 telah menjual bijih nikel.

"Perusahaan sempat berhenti melakukan eksploitasi bijih nikel di Halmahera Selatan setelah pemerintah RI menerapkan Undang-Undang pelarangan ekspor bijih nikel pada 2014," ujar Halik saat dihubungi Liputan6.com melalui telepon, Senin (28/11/2016).

Untuk menindaklanjuti UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, sambung dia, PT Wanatiara Persada kemudian membangun smelter dengan total nilai investasi proyek yang berada di Kecamatan Pulau Obi senilai Rp 9 triliun.

Halik mengatakan pula, Gubernur Abdul Gani Kasuba usai dari lokasi peresmian pembangunan smelter tersebut langsung bertolak ke Jakarta. Selanjutnya pada 27 November 2016 dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, terbang menuju Turki.

"Gubernur ke Turki dalam rangkaian pencanangan listrik yang akan dikembangkan di Malut. Ini demi masyarakat khususnya yang belum merasakan listrik 1 × 24 jam," Kepala Biro Humas dan Protokoler Sekretariat Daerah Maluku Utara itu memungkasi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya