Duh, Lebih dari 1,5 Juta PNS di Indonesia Tak Kompeten

Para PNS yang berkompetensi rendah ini menjadi beban negara karena tetap harus digaji.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 04 Jan 2017, 10:29 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2017, 10:29 WIB
Sofian Effendi, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN)
Sofian Effendi, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Yogyakarta - Lebih dari 1,5 juta Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia memiliki kompetensi rendah. Hal ini diungkapkan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi. Meski begitu, pemerintah tetap harus menggaji para PNS ini.

"Lebih dari sepertiga pegawai negeri sipil (PNS) low competence dan harus digaji," ujar Sofian di Yogyakarta, Senin, 2 Januari 2017.

Menurut Sofian, jumlah PNS di Indonesia per Juni 2015 sebanyak 4,5 juta orang atau 1,9 persen dari jumlah penduduk. Sofian mengatakan kondisi tersebut dipicu dengan kebijakan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2004 mengangkat 1,1 juta tenaga honorer menjadi PNS.

Sofian menuturkan rendahnya mutu ASN menjadi perhatian khusus karena memengaruhi kinerja dan pelayanan kepada publik. KASN, kata dia, berharap Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini tidak menyetujui usul fraksinya. Seperti yang diketahui, DPR tengah mengusulkan revisi UU ASN yang jika disetujui akan terealisasi pada 2017, terkait pengangkatan langsung PNS.

"Kekhawatirannya akan bertambah jumlah PNS yang low competence dan indeks membangun ASN Indonesia bisa di bawah Myanmar," kata Sofian.

Dia mengungkapkan berdasarkan indeks membangun aparatur negara, Indonesia memiliki nilai 46, dari skala 0 sampai 100. Posisi itu di bawah Singapura, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.

"Nilai Singapura paling tinggi, yakni 100, dan Vietnam yang pernah luluh lantak akibat perang pun ternyata lebih baik ASN-nya ketimbang Indonesia," tutur dia.

Sofian menilai, sistem merit masih ideal untuk diterapkan ketika menyeleksi ASN. Sistem merit adalah kebijakan dan manajemen SDM Aparatur yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar, tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, ataupun kondisi kecacatan.

Sofian menambahkan, komposisi PNS juga harus sesuai kebutuhan dan penyebarannya lebih merata mengingat saat ini masih timpang karena sebagian besar bekerja di Pulau Jawa dan perkotaan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya