Mengenal Ritual Tetesan Darah Hewan Warga di Tapal Batas

Ritual tetesan darah hewan itu digelar warga di perbatasan RI dan Timor Leste.

oleh Ola Keda diperbarui 17 Jan 2017, 13:02 WIB
Diterbitkan 17 Jan 2017, 13:02 WIB

Liputan6.com, Kefamenanu - Masyarakat perbatasan RI - Timor Leste di Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT memiliki kepercayaan unik. Selain melakukan ritual untuk mendatangkan hujan dengan memberi hasil panen mereka ke Raja Usfinit, ritual juga dilakukan saat musim panen tiba.

Warga wajib menggelar ritual kurban hewan sebelum hasil pertanian, seperti padi dan jagung, yang sudah diambil disimpan di lumbung. Ritual tersebut disebut masyarakat sebagai Lopo.
 
Dalam ritual itu, warga mengambil tujuh bulir padi dan jagung sebagai wujud hasil panen dan ditetesi darah hewan yang dikorbankan.

"Tujuh bulir padi dan jagung itu sebagai simbol persembahan dan rasa syukur. Kami memakai tujuh bulir karena manusia hanya sampai di angka enam, sedangkan tujuh itu milik Tuhan," ujar Kepala Suku Usolin Dominikus Usolin (83) kepada Liputan6.com, Selasa (17/1/2017).

Dominikus mengatakan, ritual itu dilakukan sebagai rasa syukur kepada arwah nenek moyang dan Tuhan yang telah memberi hasil panen yang baik. Jika tidak melakukan ritual itu, sesuai kepercayaan mereka, mereka akan mengalami gagal panen. Bahkan, hasil pertanian yang sudah diambil tidak akan bertahan lama.

Warga juga dilarang makan hasil panen sebelum dimasukkan ke gereja dan rumah adat. "Sebelum diberikan ke arwah nenek moyang dan Tuhan, kami belum bisa makan," tutur Dominikus.

Ritual korban hewan juga dilakukan saat upacara pendinginan rumah adat atau Sonaf milik suku-suku di kampung tersebut. Darah hewan yang dibunuh akan diteteskan keliling rumah adat. Selanjutnya, kepala suku dan tua adat melakukan ritual pemberian makan kepada arwah nenek moyang yang dipercayai sebagai penghuni rumah adat.

"Nasi dan daging akan disimpan dalam sebuah tempat seperti sesajian untuk arwah nenek moyang kami. Proses pemberian sesajian itu akan diiringi tarian adat dari warga," kata Dominikus.

Rumah adat atau Sonaf atapnya menggunakan alang-alang dan dinding dari papan. Di dalam rumah adat disimpan kelewang adat, aluk atau tas adat dari sarung alami berisi uang perak peninggalan Belanda dan Inggris.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya