Liputan6.com, New York - Di akhir 2015, seorang pria Australia yang berusia 56 tahun berjuang hidup dan mati karena terkena infeksi langka bakteri pemakan daging manusia yang menyebabkan luka besar pada paha dan perutnya.
Kondisi yang dikenal dengan necrotizing fasciitis tersebut disebabkan oleh bakteri yang cukup terkenal, yaitu Streptococcus atau disingkat sebagai Strep.
Advertisement
Baca Juga
Tapi, bukan hanya bakteri yang bisa memakan daging manusia atau hewan berdarah panas. Dikutip dari Live Science pada Senin (19/12/2016), berikut ini adalah 5 hewan renik 'pemakan' manusia:
1. Bakteri Strep
Seorang pria Australia terkenal infeksi bakteri pemakan daging manusia pada akhir November 2015. Ia menjadi satu di antara banyak orang di seluruh dunia yang terpapar bakteri patogen mengerikan, Streptococcus kelompok A.
Bakteri ini biasanya memasuki tubuh manusia melalui luka terbuka dan menyebabkan keadaan yang disebut necrotizing fasciitis, yaitu suatu infeksi yang cepat menyebar sehingga membunuh jejaring tubuh manusia, termasuk kulit dan otot.
Di Australia saja, menurut The West Australia, ada sekitar 400 orang terjangkit necrotizing fasciitis setiap tahunnya.
Bakteri Streptococcus kelompok A menyebabkan penyakit pemakan daging yang serupa, yang menyebabkan sejumlah penyakit semisal demam scarlet, impetigo (sejenis infeksi kulit), sindrom TSÂ (toxic shock), dan selulitis, demikian menurut lembaga nasional kesehatan AS, National Institutes of Health (NIH).
Ketika bakteri pemakan daging ini menyerang fascia, yaitu jejaring penghubung yang membungkus otot, pembuluh darah, dan syaraf, maka dampaknya bisa mematikan.
Para peneliti kedokteran memperkirakan sekitar 25 hingga 30 persen pasien yang terkena bakteri pemakan daging ini tidak bisa menyintas.
Advertisement
2. Lalat Berulir
Pada 2013, seorang wisatawan Inggris membawa pulang 'hadiah' yang tidak menyenangkan dari Peru, yaitu telinga yang dipenuhi belatung. Menurut para dokter, belatung dalam telinga wanita itu adalah larva lalat berulir Dunia Baru.
Nama ilmiahnya adalah Cochliomyia hominivorax dan hewan ini khas benua Amerika. Lalat betina meletakkan telur-telur pada daging terbuka hewan-hewan berdarah hangat, termasuk luka pada hewan peliharaan, pusar ternak yang baru lahir, dan lubang-lubang pada tubuh manusia.
Telur-telur lalat akan menetas dalam waktu 24 jam setelah diletakkan dan mulai memakan daging dan cairan tubuh tempat mereka menetas. Demikian menurut badan pangan PBB, FAO.
Larva parasit ini memiliki ulir-ulir yang membantu belatung menyusup masuk jauh ke dalam daging. Dari situlah berasal nama lalat berulir.
Wanita itu menyadari keberadaan belatung ketika mendengar suara 'menggaruk' di dalam telinga dan mengalami nyeri di satu sisi wajahnya.
Sebelum hewan nakal itu dikeluarkan dan keadaannya membaik, saluran telinganya sudah sempat dilubangi oleh belatung-belatung tersebut.
3. Lalat Botfly
Seperti halnya lalat berulir, belatung dari jenis lain, Dermatobia hominis, juga memakan daging manusia.
Bedanya lalat jenis itu menitipkan telur-telurnya pada hewan semang (host) semisal kutu atau nyamuk, yang kemudian menggigit manusia atau hewan lain.
Ketika semang yang menjadi vektor itu menyerang mahluk berdarah hangat, telur lalat merasakan perubahan suhu dan menetas, lalu memasuki tubuh hewan di tempat sengatan kutu atau nyamuk.
Belatung D. hominis akan menetap di bawah kulit seseorang, di dalam lapisan jejaring subkutan sambil menyantap cairan tubuh selama sekitar 8 minggu sebelum keluar dari tubuh semang untuk berubah menjadi lalat.
Ketika berada dalam tubuh, belatung-belatung ini menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai furuncular myiasis. Di tempat masuknya larva terjadi pembengkakan dan mengeluarkan nanah.
Mengeluarkan belatung itu tidak rumit. Sebuah studi kasus pada 2007 mengungkapkan bahwa pemakaian pelapis kuku pada tempat masuknya larva akan menyesakkan mahluk tersebut sehingga mudah ditarik ke luar dari kulit.
Advertisement
4. Laba-laba
Ada beberapa jenis laba-laba yang menggigit untuk memakan daging. Namun banyak pula jenis laba-laba yang memiliki bisa yang bersifat neurotoksin sehingga menghalangi denyut syaraf ke otot dan menyebabkan kram, kaku, serta gangguan fungsi cairan tubuh.
Beberapa jenis bisa lain pada laba-laba menyebabkan nekrosis, yaitu matinya jejaring hidup-hidup.
Bisa Cytotoxic dapat menyebabkan ruam di sekitar tempat gigitan yang kemudian menjelma menjadi luka terbuka dan kematian jejaring, demikian menurut Australian Museum.
Beberapa jenis laba-laba yang termasuk dalam kelompok Loxosceles mungkin termasuk yang paling sering dikaitkan dengan bisa penyebab nekrotis.
Laba-laba jenis itu tersebar di banyak bagian dunia. Spesies yang paling lazim adalah Loxosceles recluse.
Walaupun gigitannya mampu mematikan jejaring, dampak demikian jarang terjadi. Hal tersebut diungkapkan Integrated Pest Management Program di University of California. Hanya sekitar 10 persen gigitan laba-laba coklat yang menyebabkan kerusakan menengah hingga meluas maupun luka parut.
Luka nekrotis seringkali diduga disebabkan oleh laba-laba coklat tapi luka yang merekah seringkali disebabkan oleh kondisi klinis lain, misalnya infeksi bakteri.
Salah duga gigitan laba-laba sering terjadi sehingga Rick Vetter, seorang pensiunan ahli serangga University of California Riverside membuat daftar kondisi yang seringkali salah diagnosa sebagai gigitan laba-laba. Misalnya, daftar Vetter mencakup gangrene atau penyakit Lyme yang lebih serius namun kerap dikira sebagai gigitan laba-laba.
5. Amuba
Kalau cacing dan bakteri pemakan daging belum cukup menggentarkan, bayangkan yang satu ini. Ada juga organisme renik yang memakan otak manusia.
Naegleria fowleri adalah suatu amuba berukuran mikroskopis yang hidup dalam air tawar hangat dan bisa memasuki tubuh manusia melalui hidung.
Amuba itu menembus selaput sinus ke dalam bulbus olfaktorius tempat ujung-ujung syaraf pembau. Di sana, amuba berkembang biak dan menyebar ke otak sambil memakannya.
Amuba menyeramkan ini menyebabkan otak terkena infeksi yang dikenal sebagai primary amebic meningoencephalitis (PAM), sehingga otak membengkak dan seringkali membawa kematian.
Tapi ada beberapa orang yang menyintas setelah terkena N. fowleri, misalnya seorang remaja perempuan berusia 12 tahun di negara bagian Arkansas.
Ia berhasil melawan amuba pemakan otak yang didapatnya dari taman air setempat pada 2012. Pada saat itu, ia adalah satu di antara 3 orang yang diketahui menyintas infeksi amuba jenis itu.
Advertisement