Liputan6.com, Jambi - Kamis, 26 Januari 2017, menjadi hari penghakiman bagi Aulia Tasman, mantan rektor Universitas Negeri Jambi atau biasa disebut Unja.
Majelis hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jambi memutuskan Aulia Tasman terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat tindak pidana korupsi pada pengadaan alat kesehatan (Alkes) di Universitas Negeri Jambi pada 2013 lalu senilai Rp 20 miliar.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Aulia Tasman dengan pidana selama satu tahun 10 bulan, denda Rp 50 juta, subsidair satu bulan," ucap ketua majelis hakim, Barita Saragih disertai ketukan palu.
Advertisement
Aulia tak sendiri, hakim juga memvonis terdakwa lain yakni Direktur Panca Mitra Lestari bernama Masrial. Masrial selaku rekanan pengadaan Alkes di Universitas Negeri Jambi dinyatakan bersalah dan dihukum 4 tahun penjara.
Selain hukuman penjara, Masrial juga didenda Rp 200 juta, subsidair satu bulan. Ia juga dikenakan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 943 juta.
Majelis hakim menilai para terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 jo 18 UU No 31 Tahun 1999, tentang pemberantasan korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut para terdakwa 8 tahun penjara karena terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp 3,5 miliar.
Namun, majelis hakim berpendapat lain. Mereka menyatakan kerugian negara hanya sebesar Rp 943 juta. Audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menjadi landasan JPU oleh majelis hakim dinilai tidak valid.
Menanggapi putusan hakim itu, baik JPU maupun para terdakwa dan penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir.
Sarbaini selaku penasihat hukum Aulia Tasman mengatakan, seharusnya kliennya dibebaskan dari segala tuduhan karena terbukti tidak melakukan tindak pidana korupsi.
Menurut dia, fakta-fakta di persidangan sangat tidak relevan karena kliennya dinyatakan bersalah hanya karena menandatangani kontrak kerja.
"Secara hukum, beliau (Aulia Tasman) diberikan hak untuk menandatangani kontrak kerja dalam hak oleh Undang-Undang dan Kepres 54 Pasal 9," tutur Sarbaini.