Kisah Provos Rawat Anak-Anak Yatim Piatu Bermodal Keyakinan

Meski jumlah anak yatim yang dirawatnya makin bertambah, anggota provos itu mengaku tak pernah kekurangan materi.

oleh Yanuar H diperbarui 03 Apr 2017, 18:30 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2017, 18:30 WIB
Kisah Provost Rawat Anak-Anak Yatim Piatu Bermodal Keyakinan
Meski jumlah anak yatim yang dirawatnya makin bertambah, anggota provost itu mengaku tak pernah kekurangan materi. (Liputan6.com/Yanuar H)

Liputan6.com, Yogyakarta - Rumah di Jalan Purbayan, Gg Janoko, No 1296 A, RT 58/RW 14, Kotagede, Yogyakarta sore itu ramai dengan suara anak-anak yang sedang mengaji. Lantunan suara mereka terdengar hingga ke luar rumah.

Di hadapan mereka, ada seorang pemuda berusia awal 20-an mendampingi anak-anak. Anak-anak itu merupakan anak yatim piatu yang diasuh seorang polisi berpangkat brigadir bernama Nur Ali Suwandi.

"Ini anak saya yang enggak punya ibu tapi pintar. Dia hafalannya bagus. Berani tanding. Ini mau pulang, jaga ayahnya lagi sakit," kata dia saat ditemui Liputan6.com, Rabu, 29 Maret 2017.

Pak Ali, begitu biasa disapa anak-anak asuhnya, saat itu berpeci dan bersarung. Tidak ada penanda yang biasa dikenakannya saat bertugas menjadi anggota Provos di Polda DIY. Apalagi, pembawaannya ramah kepada anak-anak.

Ia bercerita telah mengasuh anak-anak yatim piatu itu sejak 2008 lalu. Awalnya, ia hanya mendata anak anak yatim piatu di sekitarnya yang berjumlah sepuluh anak. Lambat laun jumlah itu akhirnya terus bertambah.

"Awalnya masih di rumah-rumah, karena waktu itu belum ada tempat. Saya data ada 10 anak, lalu kita bantu back up lah agar bisa sekolah. Waktu itu kita kasih uang bulanannya," tutur bapak dua anak itu.

Ia lalu menamai panti asuhan yang dikelolanya dengan Bumi Damai, sesuai dengan nama pondok pesantren yang pernah disinggahinya yaitu Ponpes Bumi Damai Almuhibin Tambak Beras Jombang. Di pondok itulah, ia belajar agama.

Guru yang mendidiknya di pesantren, KH Jamaluddin Ahmad, hingga kini terus membantunya mengelola panti asuhan anak yatim piatu. Ia menyadari jika ilmu tidak terlalu kuat dalam hal pendidikan.

"Kepengin sesuai dengan diomongkan guru saya dulu. Besok kalau jadi polisi maka kamu harus cintai negaramu dan bermanfaat bagi lainnya," ucap pria kelahiran 17 Agustus 1978 itu.

Materi Tercukupi

Kisah Provost Rawat Anak-Anak Yatim Piatu Bermodal Keyakinan
Meski jumlah anak yatim yang dirawatnya makin bertambah, anggota provost itu mengaku tak pernah kekurangan materi. (Liputan6.com/Yanuar H)

Pesan dari kyai itu rupanya membekas di benak Ali. Setelah menjadi polisi, ia akhirnya berpikir untuk membantu sesama di sekitar tempat tinggalnya.

Upayanya itu bahkan dibantu ayah mertuanya dengan menyediakan rumah bagi anak-anak asuhnya itu tinggal. Lokasinya juga tidak jauh dari rumahnya sehingga ia masih bisa tiap hari bertemu dengan anak-anaknya.

"Kegiatannya seperti di rumah biasa, rumah mereka sendiri ya ada, belajar, ngaji, hafalan-hafalan. Kalau yang perempuan, saat ini masih saya kontrakan di belakang rumah," urai dia.

Ia mengaku mengasuh anak-anak yatim piatu yang berusia mulai dari 19 bulan hingga kuliah, tidak membuatnya khawatir uang ataupun materinya habis. Ia menegaskan walaupun jumlah anak asuhnya semakin bertambah, ia mengaku secara ekonomi semua kebutuhan tercukupi.  

"Aku nyatai tetap pasrah ke pangeran (Allah). Saya pikir punya bocah yatim lima bisa lebih bisa pokoknya tercukup," kata Ali.

Ia juga mengaku bangga dengan capaian anak-anaknya. Misalnya Rahmat, warga Panggang, Gunungkidul yang sudah ikut dia sejak SMP saat ini telah menjadi anggota Polisi.

Saat ini, Rahmat bertugas di Brimob Kelapa Dua Jakarta. Sebelumnya, Rahmat tinggal hanya dengan ibunya sehingga ia harus menjaga ibunya dengan tetap didukung kebutuhannya.  

"Saya peseni, jangan lupakan ibumu, dia (Rahmat) sudah paham dan setiap bulan mengirim uang. Kalau saya, tidak usah dipikirkan, melihat kamu sukses saja saya sudah sangat senang," ucap Ali.

Selama mengasuh anak-anaknya, ia jarang bercerita kepada teman-temannya. Ia tak ingin usahanya itu jatuh menjadi riya. Namun, ia membuka kesempatan jika ada teman-temannya yang hendak menjadi donatur.

"Alhamdulilah ada donatur teman kantor baru baru ini nitip. Belum lama sekitar tahun 2016. Nggak enak bilang-bilang ke temen, ya sungkan. Masak ya cerita-cerita?" ujar Ali.

Proyek Kemanusiaan Berkembang

Kisah Provost Rawat Anak-Anak Yatim Piatu Bermodal Keyakinan
Saat ini, anggota Provost juga sibuk dengan proyek membangun masjid di beberapa wilayah. (Liputan6.com/Yanuar H)

Selain mengasuh anak yatim, saat ini ia juga sibuk dengan proyek membangun masjid di beberapa wilayah. Jika ditotal, saat ini sedang berjalan pembangunan masjid ke 5 dan ke-6 di wilayah Kulonprogo dan di Gunungkidul. Sebagian ada permintaan warga dan perorangan.

"Kemarin yang di Kulonprogo diresmikan sama Kapolda. Sekarang di Gunungkidul di dekat Gua Pindul. Itu tanah wakaf warga. Kemarin saya juga ajak polisi untuk pasang genteng di masjid Gunung kidul. Total ada enam, ada di Nganjuk, Prambanan, Girimulyo, dan Samigaluh," tutur Ali.

Ia juga menjadi inisiator program Sejahtera Bersama, Bersama Sejahtera. Program itu bertujuan membantu tentangga sekitar yang tergolong tidak mampu. Total ada sekitar 15 orang yang setiap bulan datang untuk diberi paket kebutuhan pokok berupa beras, mi, gula dan teh.

"Pemikiran saya sederhana jangan sampai tetangga saya tidak bisa makan. Mosok di sini ada anggota polisi kok tetangganya ada yang tidak bisa beli beras," kata Ali.

Tidak berhenti di situ, Ali juga memiliki program bagi para lansia dan jompo. Terutama jompo yang kondisinya tidak mampu. Program itu tersebar di seluruh wilayah DIY.

"Di Wonosari ada, Berbah ada. Setiap bulan satu orang kita kasih beras 5 kilo, gula, mie dan minyak, lalu kalau ada ya dikasih dana Rp 50.000 sampai Rp 100.000," ujar dia.

Dari semua program itu, Ali intens dengan mengasuh anak-anak yatim piatu. Sebab, ia selalu merasa tenang jika melihat wajah anak-anak asuhnya.

"Saya mendidik dengan lembut, penuh kasih sayang, sudah jadi anak-anak saya. Kalau hari libur  ajak wisata, ini saya sudah janji ke anak-anak liburan besok mau ke pantai," urai dia.

Ia mengaku melakukan kebaikan itu tidak perlu perhitungan. Termasuk jika ada yang datang dari yang berbeda keyakinan. Beberapa waktu lalu, juga ada kunjungan dari saudara-saudara Kristiani. Tamunya ini pun bisa bermain bersama anak anak asuhnya tanpa ada sekat keyakinan.

"Kapan itu ada kunjungan dari saudara-saudara Kristiani. Ya belajar, sharing dan bermain di sini," kata dia.

Menurut dia, apa yang sudah dilakukan selama ini jauh dari kata sempurna, bahkan masih banyak kekurangan. Ia juga tidak memikirkan apakah usahanya ini akan diganjar oleh tuhan berupa surga. Ia hanya mengetahui berbuat baik dan bermanfaat bagi orang lain.

"Saya nggak kepikiran masuk surga, biar bapak saya saja. Saya belum pantas," ujar Ali.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya