Liputan6.com, Magelang - Akhir pekan lalu, khalayak dikejutkan dengan kasus tewasnya Kresna Wahyu Nurachmad (15), siswa SMA Taruna Nusantara, Magelang, Jawa Tengah. Kresna ditemukan pamong di di barak 17 pada Jumat, 31 Maret 2017, sekitar pukul 04.00 WIB, bersimbah darah akibat luka di leher.
Polres Magelang bersama Polda Jawa Tengah langsung bekerja keras mengungkap kasus tewasnya Kresna. Dari hasil olah kejadian perkara, diduga siswa kelas X SMA Taruna Nusantara itu tewas dibunuh.
Baca Juga
Dari hasil olah kejadian perkara disertai pemeriksaan saksi-saksi, polisi langsung mengendus identitas pelaku pembunuhan itu. Kurang dari 48 jam, polisi kemudian menetapkan tersangka dugaan pembunuhan itu.
"Pemeriksaan pada 16 saksi, yaitu 13 dari siswa dan tiga dari pamong, ditambah saksi dari kasir salah satu supermarket di Magelang, ditetapkan tersangka berinisial AMR berusia 16 tahun. Tersangka mengakui perbuatannya di hadapan penyidik sekitar pukul 21.30 pada Jumat 31 Maret kemarin," ujar Condro Kirono dalam jumpa media di Polres Magelang, Sabtu, 1 April 2017.
Selain menetapkan AMR sebagai tersangka, polisi juga menyita sejumlah barang bukti pembunuhan siswa SMA Taruna Nusantara tersebut, di antaranya kaus milik tersangka, kacamata, dan sebilah pisau.
Oleh polisi, tersangka dugaan pembunuhan siswa SMA Taruna Nusantara itu dijerat dengan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Dengan pasal itu, AMR terancam hukuman pidana 15 tahun penjara.
Sementara, korban Kresna langsung dimakamkan oleh pihak keluarga. Korban dimakamkan di Pemakaman Umum Giriloyo, Kota Magelang.
Adapun terdapat sejumlah fakta mengiringi kasus tersebut. Berikut fakta-fakta itu sebagaimana dirangkum Liputan6.com.
Advertisement
Insiden Pertama SMA Taruna Nusantara
Kematian Kresna Wahyu Nurachmad, siswa kelas X SMA Taruna Nusantara, mengagetkan banyak pihak. Insiden maut itu mengundang simpati dari para alumni sekolah berasrama yang mengadopsi disiplin ala militer.
Melalui Ketua Alumni SMA Taruna Nusantara Rachmad Kaimudin, alumni sekolah unggulan itu menyampaikan duka yang sangat mendalam. Duka disampaikan karena kekerasan bukanlah watak dari metode pembelajaran di sekolah yang berdiri sejak 1990.
Alhasil, kematian Kresna itu merupakan insiden pertama di sekolah semimiliter tersebut.
"Kekerasan bukanlah budaya pendidikan dan pemngasuhan di almamater. Kami mengecam adanya kekerasan di SMA TN dan meminta agar sekolah memastikan kejadian serupa tidak terulang," kata Rachmad Kaimudin dalam siaran persnya.
Ikatan alumni SMA Taruna Nusantara meminta agar polisi yang mengusut kasus ini secara serius menegakkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
"Terakhir kami meminta support doa dari para alumni untuk almarhum adik kelas kami," kata Rachmad.
Advertisement
Sama-Sama Anak Jenderal
Keluarga Kresna diketahui tinggal di rumah dua lantai yang terletak di Jalan Sumarsana 12 RT 003/004 Kelurahan Merdeka, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat.
Wawan Setiawan (25), pekerja di rumah tersebut, mengatakan Kresna belum genap setahun bersekolah di SMA Taruna Nusantara, Magelang.
Kresna lahir dari pasangan almarhum Mayor Jenderal TNI Kartoto dan Ibu Umi Isnaningsih. Dia menyebut Kresna merupakan anak bungsu empat bersaudara.
"Dia dari dahulu tinggalnya di Jakarta. SD sampai SMP di Jakarta," ucap Wawan.
Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI Dudung Abdurrahman, paman dari Kresna menambahkan, dirinya mengenal keponakannya itu sebagai anak yang cerdas. Kresna bahkan masuk ke SMA Taruna Nusantara melalui kelas akselerasi.
"Makanya umur 14,5 tahun sudah masuk SMA. Besok September, anaknya baru berusia 15 tahun," ucap Dudung.
Mantan Wakil Gubernur (Wagub) Akademi Militer (Akmil) Magelang itu juga mengaku kenal dengan orangtua tersangka AMR. Dia mengakui, ayah AMR juga merupakan seorang perwira TNI jenderal bintang dua alias letnan jenderal.
"Saya kenal dengan keluarga pelaku. Saya tahulah dengan ayahnya. Ia anggota TNI, tetapi kini sudah purnawirawan," kata dia.
Ponsel Jadi Pemicu Pembunuhan
Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Condro Kirono mengungkapkan kronologi kejadian dugaan pembunuhan terhadap Kresna tersebut.
Pembunuhan terjadi pada pukul 03.30 WIB. Ia mengatakan, sekitar pukul 03.00 WIB, tersangka AMR bangun dan mengamati situasi di sekitar asrama SMA Taruna Nusantara.
"Setelah mengamati situasi aman, dia langsung melakukan aksinya. Pembunuhan dilakukan pukul 03.30 WIB. Jadi, korban dibunuh saat tidur," ujar dia.
Menurut Kapolda, motif pembunuhan itu adalah sakit hati. Sebab tersangka diketahui telah beberapa kali mencuri buku tabungan. Aksi tersangka itu diketahui korban. Korban sendiri juga sudah berkali-kali mengingatkan perilaku buruk tersangka.
Motif lainnya adalah masalah pinjaman ponsel. Tersangka sempat meminjamkan ponselnya kepada korban. Padahal, peraturan di SMA Taruna Nusantara tidak membolehkan para siswa, termasuk anak kelas X, membawa ponsel selama berada di lingkungan sekolah.
Aturan itu ketat diberlakukan pihak sekolah dengan menggelar razia ponsel rutin. Ponsel tersangka yang sedang dipinjam Krisna juga tak luput dari razia sekolah.
"Karena ponsel dirazia, tersangka meminta korban mengurus ponsel itu, tapi korban tidak mau. Akhirnya dengan gumpalan sakit hati itu, tersangka menghabisi korban," tutur Condro.
Advertisement
Terinspirasi Film
Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Condro Kirono menyebutkan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap tersangka AMR, didapati pengakuan soal kejadian pembunuhan ini. Dari alibi AMR, tindakannya itu terinspirasi dari tayangan film-film kriminal pembunuhan.
"Jadi alibi tersangka itu kalau tindakannya ini terinspirasi dari siaran-siaran kriminal," jelas Condro.
Daril hasil penyelidikan, ujar Condro, tersangka melakukan beberapa cara untuk menghilangkan jejak aksi pembunuhan Kresna. Cara-cara untuk menghilangkan jejak itu juga terinpirasi dari film bertema kriminal yang sering ditontonnya.
Saat menghabisi korban, kata dia, AMR mengenakan kostum PDH. AMR lalu mengganti pakaiannya dengan pakaian training usai membunuh, sementara baju PDH-nya direndam di bak mandi.
"Seperti misalnya, baju berdarah yang digunakannya untuk melakukan aksi segera direndam. Ini dilakukannya agar tidak tercium anjing pelacak," kata Condro.
AMR juga diketahui berusaha menghapus jejak darah pada pisau yang digunakannya untuk melakukan aksinya. Pisau itu dilap oleh pelaku, kemudian dimasukkan ke bak penampungan air di toilet.
"Pisaunya disembunyikan di bak toilet. Pisau ini dibelinya dari supermarket. Di SMA Taruna itu tidak boleh membawa senjata tajam. Tetapi tersangka ini menyimpannya dalam selipan buku saat ada razia," kata dia.
Catatan Buruk Tersangka
Selain terjerat pidana dugaan pembunuhan, tersangka AMR juga punya catatan buruk selama belajar di sekolah semimiliter yang berlokasi di Magelang, Jawa Tengah tersebut. Hal itu diungkapkan Kepala Humas SMA Taruna Nusantara Magelang Cecep Iskandar.
"Nilai kepribadian dan akademik rendah. Itu yang menjadi PR dari pengasuh karena yang kami didik tidak hanya akademik, tapi juga kepribadian," kata Cecep.
Nilai kepribadian AMR diakuinya memang sangat rendah. Sebab, AMR diketahui sering berbohong dan melabrak aturan. Dari laporan yang diterimanya, salah satu pelanggaran yang dilakukan anak tersebut adalah menyembunyikan ponsel. Padahal, para siswa SMA Taruna Nusantara dilarang membawa ponsel selama hari sekolah.
"Anak itu sering kali melakukan pelanggaran seperti halnya pernah mencuri sampo milik temannya. Terus berbohong dengan menyembunyikan ponsel, padahal bolehnya pegang ponsel kalau Sabtu sore dan Minggu saja," ucap dia.
Sebelum terjadinya kasus pembunuhan tersebut, muncul kabar jika AMR mencuri buku tabungan milik temannya. Modusnya cukup berisiko. Ia memalsukan tanda tangan pemilik buku tabungan tersebut agar bisa mengambil uang di bank.
"Kebetulan, bank tersebut buka kas di kompleks sekolah. Uang yang diambil sebesar Rp 500 ribu," ujar Cecep.
Ia menjelaskan sebenarnya pihak bank akan memberikan rekaman CCTV di kantor kasnya untuk mengungkap pencurian itu. Hanya saja, sebelum kasus itu terungkap terjadilah kasus pembunuhan Kresna.
Ketika ditanya soal prestasi akademis, Cecep mengungkapkan jika AMR termasuk siswa yang nilai pelajarannya rendah. Hal ini terlihat dari peringkat yang ada di barisan bawah.
"AMR itu prestasi akademiknya rendah. Dia ranking lima dari bawah," Cecep memaparkan.
Kebiasaan lain selama dia bersekolah di SMA Taruna Nusantara yang membuat jengkel para pamong adalah sulitnya bangun tidur. Bahkan, pamong setiap subuh selalu sampai menggoyang-goyang dengan keras tubuh pelaku, tetap saja tak bangun.
"Saking sulitnya bangunin tidur, dia itu kalau digerak-gerakkan enggak bangun, sampai-sampai dibasuh air mukanya," ujar dia.
Dari sederet catatan buruk yang dilakukannya, yang paling fatal adalah dugaan pembunuhan rekannya sendiri, Wahyu Nurachmad.
Advertisement