Liputan6.com, Yogyakarta - Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) menilai draf revisi RUU Penyiaran yang merupakan inisiatif DPR, jauh dari perwujudan industri penyiaran yang sehat. Pasalnya, masih ada hal yang dianggap tidak tepat dalam draf tersebut.
Penetapan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Televisi Republik Indonesia atau RTRI sebagai satu-satunya penyelenggara multipleksing digital merupakan langkah mundur di era demokratisasi penyiaran.
"Dan itu berpotensi merugikan lembaga penyiaran yang sudah ditetapkan pemerintah sebagai penyelenggara multipleksing," ujar Sekjen ATVSI, Neil R Tobing, dalam Bincang-Bincang Media Masa Depan di Yogyakarta, Jumat 12 Mei 2017 petang.
Baca Juga
Ia berpendapat, penetapan RTRI sebagai penyelenggara tunggal multipleksing juga berpotensi melanggar UU Anti Monopoli. Selain itu, monopoli oleh RTRI itu tidak menjamin terselenggaranya standar layanan penyiaran digital yang baik dan kompetitif serta ketiadaan jaminan kebebasan menyampaikan pendapat di televisi.
Lembaga penyiaran seperti Indosiar dan SCTV, MNC Group, Trans Group, Viva Group, dan Media Indonesia Group sejak empat tahun yang lalu telah membangun infrastruktur siaran digital. Mereka juga membayar BHP kepada pemerintah.
"Kalau revisi aturan disahkan akan merugikan triliunan rupiah, mengingat investasi yang sudah ditanam untuk membangun infrastruktur siaran digital," ucap Neil.
Selain itu, alat yang disiapkan untuk infrastruktur penyiaran digital akan mangkrak serta menciptakan pengangguran baru karena tenaga kerja yang menjaga mesin dan tower penyiaran akan kehilangan pekerjaan.
Menurut Neil, apabila ada lembaga penyiaran yang sepakat dengan single mux merupakan lembaga penyiaran yang belum siap dengan infrastruktur penyiaran digital dan jumlahnya sedikit.
Advertisement