Keranda Mayat dari Santri yang Tolak Sekolah 5 Hari

GP Anshor berencana menggelar sweeping ke sekolah-sekolah swasta yang tetap menerapkan kebijakan sekolah lima hari.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 08 Agu 2017, 15:01 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2017, 15:01 WIB
Keranda Mayat dari Santri yang Tolak Sekolah 5 Hari
GP Anshor berencana menggelar sweeping ke sekolah-sekolah swasta yang tetap menerapkan kebijakan sekolah lima hari. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Lumajang - Ribuan massa yang terdiri dari pelajar, santri pesantren, mahasiswa, guru dan ormas Islam berombongan menuju Gedung DPRD Kabupaten Lumajang di Desa Wonorejo, Kecamatan Kedungjajang, Lumajang, Jawa Timur.

Selain berorasi di atas truk, peserta aksi juga membawa sejumlah poster penolakan dan keranda mayat sebagai bentuk matinya pemikiran Menteri Pendidikan RI Muhajir, karena penerapan sekolah lima hari itu akan mematikan pendidikan informal.

Meski Permendikbud telah ditunda, sejumlah sekolah swasta dan negeri di Lumajang tetap ada yang menerapkan full day school yang memicu ketidakkondusifan sistem pendidikan di Lumajang.

Korlap Aksi, Fahrul Rozi, mengatakan, Aliansi Madrasah Diniyah bersama PMII dan Ansor Lumajang turun ke jalan dalam rangka menolak Permendikbud.

"Ini jelas akan mematikan madrasah diniyah dan pesantren lokal dan akan membunuh pendidikan budaya lokal pesantren kita," katanya, Senin, 7 Agustus 2017.

Dia mengatakan, GP Ansor sesuai instruksi Wakil Gubernur dan Bupati Lumajang, siap jika diperbolehkan untuk menggelar sweeping ke sekolah yang melaksanakan sekolah lima hari.

"Kami siap melakukan sweeping jika ada sekolah yang tidak taat aturan atau menerapkan lima hari sekolah, bahkan Banser juga siap," katanya.

Menurutnya, dari beberapa informasi yang ada, dari 18 sekolah swasta, ada empat yang tetap menerapkan lima hari sekolah. "Data ini akan menjadi data untuk kami melakukan komunikasi serta menjaga sistem pendidikan," ucapnya.

Dia menegaskan, ia berencana mengajak massa NU lebih besar lagi untuk memastikan kebijakan sekolah lima hari dibatalkan sepenuhnya. Ia menilai kebijakan sekolah lima hari alias full day school akan membunuh karakteristik budaya lokal.

"Sejak zaman Wali Songo sudah ada yang namanya pendidikan madrasah diniyah, sebelum ada SMP, SMA dan SD, MI sudah ada madrasah diniyah. Dan inilah yang mengganggu kami para pesantren di Jawa Timur," ujarnya.

Saksikan video menarik di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya