Liputan6.com, Yogyakarta - Warga terdampak Bandara Kulon Progo enggan pindah ke lahan relokasi yang telah disediakan pemerintah daerah. Padahal, pada hari Jumat, 22 September 2017 lalu merupakan tenggat waktu pengosongan lahan di lokasi terdampak Bandara Kulonprogo.
Manajemen Angkasa Pura (AP) I sudah mengirimkan Surat Peringatan (SP) ketiga untuk pengosongan lahan ini. Namun, masih banyak warga yang tidak pergi dari rumahnya.
Advertisement
Baca Juga
Mukayat, salah seorang warga Kepek Glagah Temon Kulon Progo mengatakan pihaknya tidak akan pindah rumah ke relokasi yang disediakan. Sebab, penyelesaian pembangunan rumah baru 60 persen. Kemudian, tata ruang rumah yang dibangun pemborong tidak sesuai dengan kultur warga Temon yang kebanyakan adalah petani.
"Saya tipe 60, ada juga warga yang tipe 36 tapi tata ruang tidak sesuai dengan keluarga petani. Namanya, kamar mandi itu di bagian belakang, ukuran tidak masalah tapi, tata ruang tidak cocok, ini kamar mandi di depan," kata dia.
Menurutnya, upaya pengosongan yang ditetapkan pihak AP I perlu ditinjau ulang. Selain belum layak huni, berdasarkan tradisi, tidak diperkenankan pindah rumah pada bulan Sura.
"Biasa kalau Sura bagi orang Jawa tidak boleh pindahan rumah. Kepercayaan saja itu," katanya.
Sementara itu, dari ratusan warga Glagah yang belum pindah ke lahan relokasi, seorang warga sudah menempati rumahnya di areal relokasi. Dia adalah Aswiyati (65), warga Kepek. Dia mengaku sudah pindah sejak Senin, pekan lalu, sebelum bulan Sura sehingga saat masuk bulan ia sudah menempati rumah barunya.
"Senin kemarin. Sudah tidur sini juga. Awalnya mau tidur aja e malah semua barang dibawa sekalian. Ditemani cucu saya selama ini," ujar dia.
Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo mengatakan pihaknya sudah berembuk dengan AP I terkait pengosongan lahan itu. Pindahan akan dilakukan setelah bulan Sura selesai dan masuk bulan Safar. Ia bertanggung jawab penuh untuk suksesnya relokasi tanpa menghambat penyelesaian proyek AP I.
"Tahap pertama di sebelah barat radar harus segera dikosongkan di jangkaran itu tidak sulit, mau memulai di situ dulu. Warga juga saya pegang janjinya, kades, selesai bulan Muharram atau Sura akan bedol desa, saya pegang itu. selesai Sura akan bedhol desa," katanya.
Menurut Hasto hanya Magersari dan warga WTT yang menjadi catatannya saat ini. Sebab untuk mengurusi warga Magersari (tanah Pakualaman ground) dibutuhkan waktu yang lama. Sementara, warga WTT sebagian juga minta di lahan Magersari sehingga prosesnya menjadi tambah panjang.
"Sebulan ini harus ngebut langsung bedol desa non-Magersari yang Magersari butuh waktu dua bulan. Step ini kita koordinasikan bisa menerima per tahapan. Harus ada banyak tempat yang harus dikerjakan," kata dia.
Sementara, dari pantauan, pihak AP I masih melakukan Land Clearing di sisi barat dari Temon. Truk-truk besar menguruk lahan dengan pasir dan tanah di kawasan ini. Terlihat hamparan yang mulai diratakan dekat dengan Satuan Radar Congot Kulon Progo.
Â
Simak video pilihan berikut ini: