Menanti 'Tangan Tuhan' Sulap Gubuk Milik Pemulung di Gorontalo

Agus Pakaya, pemulung di Gorontalo, terus menyimpan mimpi memberikan sebuah rumah yang layak untuk istri dan anak-anaknya.

oleh Arfandi Ibrahim diperbarui 05 Des 2017, 13:04 WIB
Diterbitkan 05 Des 2017, 13:04 WIB
Agus Pakaya, Pemulung di Gorontalo
Mimpi Agus Pakaya, pemulung di Gorontalo yang ingin membangun rumah untuk anaknya. (Liputan6.com/Arfandi Ibrahim)

Liputan6.com, Gorontalo - Tepat di gubuk tua yang mulai lapuk, tinggalah pasangan suami istri (pasutri) bernama Agus Pakaya(47) dan Habira Tune (38) Warga Desa Ilotidea, Kecamatan Tilango, Kabupaten Gorontalo.

Di dalam gubuk yang hanya berukuran 3x4 meter itu. Mereka melawan keganasan hidup. Impitan ekonomi saat ini tidak membuat mereka menyerah untuk hidup. Bahkan, mereka bercita-cita akan membangun rumah, karena rumah yang mereka tinggali sudah rusak parah.

Agus Pakaya sehari-harinya hanyalah bekerja sebagai pemulung. Dia mengaku hingga saat ini, dia belum tersentuh bantuan apa pun, baik dari pemerintah Gorontalo, maupun pusat.

"Sudah delapan tahun saya tinggal di rumah ini. Namun tidak ada perhatian dari pemerintah untuk berinisiatif memberikan bantuan untuk memperbaiki rumah saya," ujar Agus kepada Liputan6.com yang singgah ke gubuk tua miliknya di Kecamatan Tilango, Kabupaten Gorontalo.

Sudah sejak 2009, Agus tinggal di sana bersama istri dan dua anaknya yang masih kecil. Dia berjuang sendiri menghidupi keluarganya.

 

Satu Harapan, Sejuta Mimpi

Agus Pakaya, Pemulung di Gorontalo
Mimpi Agus Pakaya, pemulung di Gorontalo yang ingin membangun rumah untuk anaknya. (Liputan6.com/Arfandi Ibrahim)

Rumahnya yang terbuat dari papan bekas itu kini sudah reyot. Atapnya bocor. Bila hujan tiba, menggenanglah air di dalam rumah. Jika air kian tinggi, dia dan keluarga terpaksa menumpang ke tetangga sampai hujan reda.

Agus mengakui bahwa pendapatannya sebagai pemulung hanya habis untuk kebutuhan setiap hari. Sehingga, sulit rasanya untuk mewujudkan mimpinya membangun rumah yang layak.

"Pendapatan saya mulung setiap harinya itu hanya Rp 50 ribu. Setelah dihitung, tidak sebanding dengan kebutuhan saya untuk makan dan bayar uang jajan anak saya yang sekolah. Kadang sehari saya tidak dapat sama sekali," keluh Agus.

Ia berharap agar pemerintah bisa memperhatikan keluarga kecilnya, meski harapan kepada pemerintah daerah setempat sudah tak lagi diharapkannya. Pasalnya, tiap kali mereka mendatangi rumahnya, petugas hanya mengambil gambar tanpa pernah merealisasikannya.

"Saat ini, saya berharap pemerintah pusat. Kepada Pak Presiden Jokowi, jangan hanya blusukan di Jakarta, tolong lihat kami juga di sini. Saya ingin bangun rumah untuk masa depan anak saya," ujarnya lirih dengan mata berkaca-kaca.

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya