Ulah Pengusaha Malaysia Bikin Petani Pinang Pusing Tujuh Keliling

Harjid Singh, pengusaha Malaysia keturunan India, menjanjikan bisa membayar pinang para petani lebih tinggi dari harga pasaran.

oleh Bangun Santoso diperbarui 05 Jan 2018, 13:04 WIB
Diterbitkan 05 Jan 2018, 13:04 WIB
Pinang Jambi
Harga pinang di Jambi cenderung stabil di saat kondisi harga karet dan sawit yang tidak menentu. (Liputan6.com/B Santoso)

Liputan6.com, Jambi - Warga Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar), Provinsi Jambi, khususnya para petani pinang, dibuat pusing akan ulah salah seorang pengusaha asal Malaysia keturunan India bernama Harjid Singh.

Harjid adalah bos dari sebuah perusahaan yang bergerak dalam usaha jual beli pinang dengan nama PT Sari Nur. Lokasi perusahaan ini berada di jalan lintas Kuala Tungkal (Ibu Kota Kabupaten Tanjabbar) menuju Kota Jambi. Tepatnya di daerah Sei Saren, Kelurahan Bram Itam Kiri, Kecamatan Bram Itam.

Andi, salah seorang pedagang pinang di Kabupaten Tanjabbar, mengatakan ulah Harjid memang benar-benar kelewatan. Cerita bermula saat para pedagang pinang di Tanjabbar menjual pinang hasil pembelian dari para petani kepada perusahaan milik Harjid, yakni PT Sari Nur.

"Kami tertarik karena dia (Harjid) berani membayar lebih tinggi dibanding perusahaan lain," ujar Andi saat dihubungi Liputan6.com, Kamis malam, 4 Januari 2018.

Menurut Andi, PT Sari Nur berani membeli pinang antara Rp 20 ribu hingga Rp 22 ribu per kilogram. Padahal, perusahaan lain rata-rata membeli pinang dari pedagang berkisar antara Rp 16 ribu hingga Rp 18 ribu saja.

"Tapi memang dia (Harjid) tidak langsung membayar. Diutang dulu, setelah tiga kali kita setor pinang, baru dia bayar," imbuh Andi.

Cara Harjid berani membeli harga pinang lebih tinggi dibanding perusahaan lain memancing para pedagang atau pengepul antre menjual pinangnya ke PT Sari Nur.

 

Masuk DPO

Pinang Jambi
Lokasi PT Sari Nur yang sudah diberi garis polisi. (Foto: Istimewa/B Santoso)

Nirman, salah seorang pedagang pinang lain mengatakan, dalam sekali mengirim pinang ke PT Sari Nur bisa mencapai 10 ton. Jumlah pedagang yang menjual pinang ke Harjid juga tidak sedikit mencapai puluhan orang.

"Saya rugi Rp 350 juta karena pinang yang saya kirim belum dibayar Harjid. Ada pedagang lain sampai stres karena rugi miliaran rupiah, tidak dibayar," ujar Nirman.

Akibat peristiwa itu, sejumlah pedagang pinang di Tanjabbar sempat ingin menyegel rumah serta perusahaan PT Sari Nur pada 29 Desember 2017. Namun, hal itu bisa dicegah aparat kepolisian. Kini lokasi PT Sari Nur sudah diberi garis polisi.

Akibat ulahnya itu, bos PT Sari Nur, Harjid Singh, dilaporkan sejumlah pedagang pinang ke Polres Tanjabbar.

Kapolres Tanjabbar AKBP ADG Sinaga mengatakan, sementara sudah ada 12 orang korban yang melapor ke Mapolres Tanjabbar.

"Kerugian cukup besar, ditaksir mencapai Rp 22 miliar," ujar Sinaga.

Polres Tanjabbar juga sudah menetapkan Harjid sebagai tersangka dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Kepolisian Tanjabbar sebelumnya telah berkoordinasi dengan pihak imigrasi untuk mencegah Harjid kabur ke luar negeri.

"Kita juga mengimbau apabila ada warga yang merasa menjadi korban melapor ke Polres Tanjabbar," imbuhnya.

Buah Primadona

Pinang Jambi
Proses perawatan yang dinilai mudah dan murah menjadikan pinang mulai menjadi primadona sebagian petani di Provinsi Jambi. (Liputan6.com/B Santoso)

Kabupaten Tanjabbar memang sudah lama dikenal sebagai lumbung pinang di Provinsi Jambi. Dalam satu tahun ratusan ton pinang dikirim dari Pelabuhan Kuala Tungkal di Kabupaten Tanjabbar ke luar negeri. Seperti Singapura, Malaysia, China dan yang terbesar adalah India.

Pinang dikenal sebagai bahan baku obat-obatan, bahan pewarna, sabun, hingga bahan kecantikan. Bahkan saat ini pinang juga menjadi bahan baku permen.

Di tengah merosotnya harga komoditas perkebunan sawit dan karet, harga pinang di Jambi justru tengah naik daun dan cenderung stabil. Kondisi ini menjadi "aroma" segar bagi petani untuk sejenak melupakan kondisi harga sawit maupun karet.

Pinang atau areca nut kini mulai dilirik sejumlah petani di Jambi, khususnya di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar) maupun daerah sebelahnya, yakni Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim).

"Selama ini pinang menjadi pilihan ketiga setelah perkebunan sawit dan karet. Namun dengan harga jual yang stabil, mulai ada petani yang menjadikan pinang sebagai pilihan utama," ujar Suwarjono, salah seorang warga Kabupaten Tanjabtim yang baru saja pensiun sebagai peneliti di Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Tanjabtim.

Menurut Pak Jono, panggilan akrab Suwarjono, sejak awal 2017 harga pinang cenderung stabil antara Rp 15 ribu hingga Rp 17 ribu per kilogram. Sedangkan untuk harga buah pinang masak basah atau belum dikeringkan dan dikupas, antara Rp 8 ribu sampai Rp 9 ribu per kilogram.

Selain harga stabil, kata Jono, budidaya pinang juga cenderung mudah dan murah dibanding berkebun sawit atau karet. Harga sebatang bibit pinang usia satu tahun dipatok Rp 2.300. Sementara satu batang bibit sawit seharga belasan ribu hingga Rp 20 ribu bahkan lebih tergantung kualitas dan jenisnya.

"Begitu juga dengan proses penanaman dan pemupukannya, pinang jauh lebih murah. Kini juga mulai ada petani di Tanjabtim buka usaha bibit pinang," ujar Jono.

Menurut Ketua Dewan Rempah Kabupaten Tanjabbar, Sawa Hamid, dalam setahun rata-rata ekspor pinang dari Tanjabbar mencapai 150 ton lebih.

Menurut pria yang akrab disapa Haji Amit Pinang ini, pinang asal Tanjabbar sudah dikenal memiliki kualitas tinggi di luar negeri, khususnya India. "Atau dalam sebulan rata-rata 40 kontainer buah pinang kita ekspor ke sejumlah negara Asia, khususnya India," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya