Liputan6.com, Indragiri Hilir - Tim terpadu akhirnya dibentuk untuk menangkap harimau Bonita di Dusun Danau, Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran yang masuk wilayah Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau. Dua posko akhirnya didirikan dan mulai difungsikan, pada Kamis (15/3/2018).
Menurut Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Suharyono, tim terpadu bekerja selama tujuh hari untuk melumpuhkan dan menangkap harimau Sumatera betina yang telah menerkam hingga tewas dua warga Indragiri Hilir tersebut. Kekuatan personel ditambah dengan melibatkan TNI dan Polri.
"Tim ini juga melibatkan warga, WWF, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Inhil, dan perusahaan," ucap pria yang akrab disapa Haryono ini, Rabu malam, 14 Maret 2018.
Advertisement
Haryono menjelaskan, dua posko dimaksud akan didirikan di Dusun Danau dan Eboni. Pendiriannya sudah mulai dilakukan berdasarkan rapat pada Rabu.
Baca Juga
Koordinasi dan pembahasan penangkapan harimau Bonita untuk direlokasi ini melibatkan Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Rudiyanto, Kapolres Indragiri Hilir AKBP Christian, dandim setempat, hingga kepala dusun serta perwakilan warga.
Selain pendirian posko, tim terpadu dalam bertindak nanti mengedepankan penembakan bius. Karena itu, alat serta obat bius ditambah yang direncanakan mulai dipakai pada Kamis ini.
"Kemudian optimalisasi penggunaan perangkap yang sudah dipasang," kata Haryono.
Di samping tim terpadu memburu harimau Bonita, ada pula petugas lainnya yang tetap menenangkan penduduk setempat. Warga diminta tetap tenang serta memercayakan usaha evakuasi harimau Bonita kepada tim.
"Segala aktivitas penyelamatan Bonita selalu dikoordinasikan dalam tim terpadu yang akan dikoordinasikan oleh BBKSDA Riau," sebut Haryono.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Peringatan Aktivis Lingkungan
Sebelumnya, kematian buruh bangunan bernama Yusri lantaran diserang harimau Sumatera membuat ratusan warga marah. Petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) diberi tenggat atau batas waktu tujuh hari menangkap harimau tersebut, jika tidak masyarakat bertindak sendiri dengan membunuhnya.
Kencangnya isu ataupun tuntutan agar "Datuk Belang" bernama Bonita ini segera dilumpuhkan dapat saja dimanfaatkan oleh pihak tertentu. Mulai dari pemburu liar hingga pihak yang punya kepentingan terkait lahan perkebunan di sana.
"Memungkinkan dimanfaatkan pemburu liar, bisa jadi banyak orang mengembuskan isu supaya kondisinya makin liar," ucap aktivis lembaga konservasi global WWF Bidang Harimau, Soemantri, saat dikonfirmasi Liputan6.com dari Kota Pekanbaru, Riau, Selasa, 13 Maret 2018.
Menurutnya, memanfaatkan harimau Sumatera sebagai isu hangat dan pengalih perhatian sudah sering terjadi, bahkan di Provinsi Riau. Terutama, pihak-pihak yang berkepentingan di wilayah konflik antara manusia dan hewan liar.
"Mereka biasanya memanfaatkan harimau yang terbunuh, sehingga persoalan lahan yang ada menjadi fokus ke harimau," Soemantri menegaskan.
Â
Advertisement
Beredar Desas-desus Pemicu Aksi Harimau Bonita
Harimau Sumatera bernama Bonita sejak awal 2018 mencuri perhatian karena menerkam dua warga dalam waktu berbeda. Banyak pendapat muncul kenapa harimau betina ini mengamuk, termasuk soal habitat yang terganggu.
Terakhir, muncul desas-desus bahwa Bonita mengamuk karena anaknya ditangkap dan dibunuh beberapa warga di Dusun Danau, Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.
Anak Bonita disebut ditangkap beberapa buruh bangunan yang khawatir dengan kehadiran hewan belang itu. Jerat dipasang hingga anaknya tertangkap dan harus berpisah selama-selamanya dengan sang induk.
Gosip itu juga sudah didengar Kapolsek Pelangiran Ipda M Rafi. Dia pun diperintahkan atasannya, dalam hal ini Kapolres Indragiri Hilir, untuk mengumpulkan informasi tersebut.
"Jadi setelah dilakukan penyelidikan, kumpulkan informasi, kabar itu tidak benar. Sudah dicari tahu ke warga di sana, tidak ada," kata Rafi dikonfirmasi Liputan6.com dari Pekanbaru, Rabu petang, 14 Maret 2018.
Rafi mengimbau masyarakat supaya tidak terpengaruh gosip tersebut. Dia meminta masyarakat fokus mengatasi konflik dengan harimau yang sudah 72 hari di dusun tersebut.
"Polisi juga turut serta bersosialisasi ke warga untuk mengurangi aktivitas, dan tak keluar sendiri," katanya.
Dia pun menyebut kasus harimau Bonita ini sudah dibahas sampai level pimpinan di kabupaten. Bupati, disebutnya, dalam perjalanan ke lokasi untuk menenangkan masyarakat.
Sementara itu, Kepala BBKSDA Riau Suharyono dikonfirmasi belum memberi jawaban pasti. "Masih dengan seluruh stakeholder di lapangan," jawab Haryono dalam pesan singkat.