Protes Pengukuran Lahan di Sumba Barat Berujung Nestapa

Seorang warga Desa Patiala Bawah, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat, NTT, tewas saat menggelar aksi protes pengukuran lahan yang berujung ricuh.

oleh Amar Ola Keda diperbarui 29 Apr 2018, 11:03 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2018, 11:03 WIB
penembakan warga
Warga Sumba Barat, NTT, menggelar aksi protes setelah seorang warga tewas diduga korban penembakan saat unjuk rasa terhadap pengukuran lahan yang berujung ricuh. (Liputan6.com/Ola Keda)

Liputan6.com, Kupang - Seorang warga Desa Patiala Bawah, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), tewas saat menggelar aksi protes terhadap pengukuran lahan yang berujung ricuh. Ada dugaan ia terkena tembakan.

Peristiwa itu terjadi saat aparat kepolisian Polres Sumba Barat bersama anggota Brimob melakukan pengamanan terhadap pengukuran tanah seluas sekitar 50 hektare di Desa Patiala Bawah milik salah satu perusahaan.

Korban meninggal dunia adalah Poro Duka (40), warga Desa Patiala Bawah. Selain Poro Duka, salah seorang warga, Markus Mati Duka juga diduga terkena tembakan di kakinya hingga harus dirawat intensif.

Kejadian bermula pada Rabu, 25 April 2018, sekitar pukul 10.00 Wita. Ketika itu, aparat mendampingi pihak Pertanahan Sumba Barat melakukan pengukuran lahan milik salah satu perusahaan. Proses pengukuran itu disaksikan langsung Kadis Pertanahan, Camat Lamboya, Kepala Desa Patiala Bawah, dan pihak perusahaan bersama kuasa hukum.

Proses pengukuran tapal batas milik perusahaan itu mengalami kendala karena adanya protes oleh sejumlah warga setempat. Warga protes karena meminta menghadirkan, Umbu Samapati alias Umbu Kupang karena sebagai pihak pertama yang melakukan transaksi jual beli dari masyarakat pada tahun 1994.

Masyarakat kesal karena perjanjian tahun 1994 mengisyaratkan bahwa akan dibangun hotel dengan mempekerjakan warga sekitar dan akan dikembalikan bila tidak dibangun dalam waktu lima tahun sejak terjadi kesepakatan tahun 1994 tak terpenuhi.

Warga meminta legalitas kepemilikan lahan oleh pihak perusahaan saat ini. Sebab, ada beberapa kapling tanah yang belum terjual pada tahun 1994, tapi diklaim oleh pihak perusahaan.

Masyarakat juga meminta kejelasan dari setiap bidang karena di bidang 1 dan 2 dinyatakan terlantar, sedangkan bidang 3-7 dinyatakan terindikasi telantar. Sementara, bidang 1-7 mempunyai izin prinsip satu paket disertai dengan surat keputusan dari BPN pusat.

Menurut saksi mata, Seprianus Djari, dia sempat dianiaya karena berusaha merekam tindakan arogansi aparat saat unjuk rasa terhadap pengukuran lahan yang kemudian berakhir ricuh tersebut.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Polisi Bantah Menembak Warga

Penembakan Senjata Api
Ilustrasi foto penembakan. (iStockphoto)

Luther Lakunija, orangtua korban, mengatakan bahwa anaknya diduga tewas karena tembakan dari senjata polisi. Dia meminta agar pelaku penembakan diusut tuntas untuk mendapat keadilan.

"Saya minta pelakunya harus diungkap dan diproses hukum," tegas Luther.

Sementara itu, Kapolres Sumba Barat, AKBP Gusti Maychandra Lemana membantah anggotanya melakukan penembakan.

Menurut dia, dari hasil autopsi, korban meninggal bukan karena luka tembak atau terkena peluru tajam.

"Tidak ada proyektil yang ditemukan di tubuh korban," katanya.

Dia menambahkan, ketika kejadian, pihaknya diserang warga dan berusaha mengamankan warga sesuai standar operasional dan prosedur atau SOP.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya