Liputan6.com, Jakarta - Saporkren adalah salah satu kampung di barat Pulau Waigeo, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Kampung ini sukses beradaptasi seiring laju wisata alam di Raja Ampat.
Menurut Kepala Balai Besar KSDA Papua Barat, R Basar Manullang, sepanjang 2017, kampung ini memiliki pendapatan kurang lebih Rp 300 juta setahun, seiring dengan jumlah kunjungan yang mencapai 1.000 orang dalam setahun.
Capaian ini meningkat lebih dari delapan kali lipat dibandingkan tahun 2014. Kampung Saporkren ini juga termasuk kampung binaan kedua terbaik versi Dirjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2017.
Advertisement
Baca Juga
Kampung Saporkren bersinggungan dengan kawasan konservasi Cagar Alam Waigeo Barat. Dulunya kampung yang berpenduduk 398 jiwa itu sebagian warganya pembalak kayu. Usaha tersebut menjadi andalan penghasilan selain sebagai nelayan.
Kondisi itu menarik perhatian Balai Besar KSDA Papua Barat, Raja Ampat dan Fauna & Flora International-Indonesia Program (FFI-IP) dan menjadikannya target kampung binaan.
Konsep yang ditawarkan adalah ekowisata pengamatan burung cenderawasih yang dikombinasikan dengan wisata laut yang lebih dulu tenar. Usaha ini mengalami banyak tantangan. Penolakan didapat dari oknum pemerintah kampung maupun adat yang mendapatkan hasil dari usaha pengolahan kayu.
Seiring dengan jumlah kayu olahan yang berkurang dan patroli rutin yang gencar dijalankan serta rutinnya sosialisasi, beberapa warga kampung mulai sadar dan mau menerima konsep yang ditawarkan. Tahun 2014 dibentuklah Kelompok Tani Hutan Sapokren yang beranggotakan delapan orang, diketuai oleh Orgenes Dimara.
Berawal dari tiga homestay yang dibangun swadaya dan dibantu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Raja Ampat, di tahun 2018 menjadi delapan homestay yang dibangun dengan pemandu wisata sebanyak 26 orang. Dampak wisata terus meningkat bagi kesejahteraan warga kampung tersebut.
Peningkatan kapasitas anggota kelompok rutin dilakukan. Mulai dari pengenalan jenis burung, tata cara guide yang baik, pelatihan administrasi, dan bantuan modal berupa peralatan pengamatan burung. Pada 2018, perwakilan kelompok melakukan studi banding ke tempat wisata di Yogyakarta.
Dwi Suryana - Staf Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat)
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Asyiknya Menginap di Homestay Yangkawe Raja Ampat
Homestay Yangkawe menawarkan paket wisata yang menarik dan berbeda dari homestay lainnya di Raja Ampat. Sudah populer bahwa Raja Ampat terkenal dengan wisata baharinya, tapi Homestay Yangkawe juga menawarkan paket wisata darat. Satu di antaranya atraksi burung cenderawasih. Selain itu, treking hutan yang masih alami di belakang homestay dan pengamatan flora dan fauna khas Raja Ampat.
Daniel Mambrasar, pengelola homestay menuturkan bahwa selain wisata laut, juga menawarkan paket ekowisata darat sambil tetap menjaga kelestarian hutan. "Turis yang datang ke mari umumnya menyampaikan rasa puasnya setelah melihat atraksi burung cenderawasih dengan mudah," jelas Daniel.
Andhy Priyo Sayogo, program manager FFI Raja Ampat, menuturkan bahwa keanekaragaman hayati di hutan Yangkawe memiliki daya tarik yang luar biasa, masih alami dan mudah diamati. Homestay Yangkawe merupakan contoh pengelolaan paket wisata yang menerapkan konsep ekowisata yang baik didampingi oleh Fauna & Flora-International program Raja Ampat.
"Kita mencoba bagaimana caranya agar keanekaragaman hayati tersebut dapat menjadi objek wisata sambil menjaga agar keanekaragaman tersebut tetap lestari, dan Yangkawe ini membuktikan hal tersebut mungkin dilakukan," ujarnya.
Menurutnya, konsep ekowisata yang diterapkan di Yangkawe adalah ramah terhadap satwa sekitar dan memelihara habitatnya. Jumlah pengunjung dibatasi sedemikian rupa agar aktivitasnya tidak mengganggu perilaku alami satwa. Beberapa satwa yang mudah diamati selain cendrawasih di antaranya ada burung kakatua koki, kuskus waigeo, reptil, dan beberapa satwa kecil lainnya.
Homestay Yangkawe berada di Kampung Saporkren, Pulau Waigeo, Kabupaten Raja Ampat. Dari Kota Waisai, homestay ini bisa ditempuh menggunakan kendaraan bermotor menuju Kampung Saporkren, kemudian dilanjutkan menggunakan speedboat. Atau bisa juga langsung dari Kota Waisai menggunakan speedboat. Waktu tempuh sekitar 1 jam.
Andhy Priyo Sayogo - Peneliti Fauna & Flora International Indonesia Programme (FFI-IP)
Advertisement