Jalan Kaki Pagi, Cara Asyik Menikmati Cagar Budaya di Bandung

Minggu pagi itu ratusan orang berkumpul di Gedung Museum Kota Bandung. Mereka yang mengikuti kegiatan ini dengan riang berjalan kaki sambil mengunjungi tempat-tempat yang punya nilai histori.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 14 Mei 2018, 06:00 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2018, 06:00 WIB
Para peserta Bandung Histo-Race berfoto bersama di halaman Gedung Museum Kota Bandung
Para peserta Bandung Histo-Race berfoto bersama di halaman Gedung Museum Kota Bandung

Liputan6.com, Bandung - Berjalan kaki di kota sendiri memang bukan perkara gampang. Buktinya, masih banyak warga yang memilih untuk pakai kendaraan pribadi, transportasi umum, hingga ojek online ketimbang berjalan kaki. Padahal jalan kaki lebih seru dan sehat.

Jika berjalan kaki sambil menikmati suasana kota sendiri masih takut dilakukan sendiri, coba lakukan bersama komunitas. Biasanya akan lebih menarik karena punya teman-teman baru.

Seperti yang tampak dalam kegiatan Bandung Histo-Race yang digelar pada Minggu, 13 Mei 2018. Acara ini diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung bersama Komunitas Aleut.

Minggu pagi itu ratusan orang berkumpul di Gedung Museum Kota Bandung. Mereka yang mengikuti kegiatan ini dengan riang berjalan kaki sambil mengunjungi tempat-tempat yang punya nilai histori.

Sebelum perjalanan dimulai, ratusan peserta itu dibagi ke dalam beberapa kelompok. Berbekal peta mereka kemudian mendatangi titik-titik lokasi bangunan cagar budaya yang telah ditentukan panitia.

Selanjutnya, peserta harus memecahkan soal dengan mengunjungi 39 bangunan yang harus dikunjungi seperti Balai Kota, Gedung Merdeka, Gereja Katedral, Bank Indonesia dan lain-lain.

Selain itu, para peserta juga harus melewati tiga pos pengecekan. Setibanya di pos, mereka akan menjawab sejumlah pertanyaan terkait bangunan cagar budaya.

Belajar Sejarah Bandung

Peserta Bandung Histo Race tampak serius mengisi pertanyaan berupa bangunan cagar budaya di Kota Bandung
Peserta Bandung Histo Race tampak serius mengisi pertanyaan berupa bangunan cagar budaya di Kota Bandung

Panitia Bandung Histo-Race Tegar Bestari menjelaskan, tujuan digelarnya kegiatan mengenalkan serta mempopulerkan bangunan cagar budaya di Kota Bandung kepada masyarakat umum.

"Kita buka pendaftaran sejak beberapa hari lalu dan dibatasi untuk 200 peserta," kata Tegar.

Antusias peserta tampak terlihat mengikuti kegiatan. Nurul Prabayanti (22), salah seorang peserta mengaku senang karena selama ini belum banyak mengenal cagar budaya.

"Buat saya yang belum mengenal sejarah di Bandung, kegiatan ini sangat membantu. Jadi ingin mengetahui lebih jauh tentang Bandung," ujarnya.

Menurut dia, acara Bandung Histo-Race harus sering diadakan agar generasi muda bisa lebih mengenal dan mengetahui sejarah Kota Bandung.

"Mengingat bangunan cagar budaya itu bisa dibilang saksi perjuangan para pendahulu untuk mengusir para penjajah, maka selayaknya generasi muda menjaga dan melestarikan," ujarnya.

Sebagai generasi kekinian ia mengaku tak lagi kesulitan mendapatkan informasi terkait cagar budaya. Namun minat dari generasi muda untuk mencari tahu tetap perlu ditingkatkan.

"Nah, acara ini sendiri sangat cocok untuk mengenalkan cagar budaya yang ada di Bandung melalui kegiatan yang asyik dan edukatif," ucapnya.

Sosialisasi Cagar Budaya dengan Cara Menyenangkan

Salah satu peserta melihat peta untuk menelusuri bangunan cagar budaya di Kota Bandung
Salah satu peserta melihat peta untuk menelusuri bangunan cagar budaya di Kota Bandung

Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, melalui Disbudpar bersama Komunitas Aleut, mendorong masyarakat setempat mengenali dan menjaga cagar budaya yang ada di daerah itu melalui kegiatan sosialisasi bertajuk Bandung Histo-Race.

Kepala Disbudpar Kota Bandung Dewi Kaniasari mengatakan, Bandung merupakan kota yang sejak masa penjajahan Belanda dibangun dengan berbagai fasilitas untuk mendukung pemerintahan Belanda.

Pada masa itu Bandung juga dirancang menjadi ibu kota negara yang ditandai dengan pembangunan gedung pemerintahan, militer dan pemukiman.

"Sebagai warga Bandung sudah jadi kewajiban kita untuk memelihara potensi warisan yang jadi bagian cagar budaya agar bisa diingat oleh generasi mendatang," ujar Dewi dalam sambutannya, Minggu, 13 Mei 2018.

Kenny, sapaan akrab Dewi menyebutkan, Disbudpar telah menginventarisir 1.700 cagar budaya di Bandung.

Adapun perlindungan cagar budaya itu telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya.

"Untuk saat ini revisi perda cagar budaya dalam tahap finalisasi. Ada beberapa yang kita evaluasi dan mudah-mudahan tahun ini disahkan," kata Kenny.

Dalam perda tersebut dijelaskan mengenai penggolongan bangunan cagar budaya sesuai lima kriteria utama yakni minimal berusia 50 tahun, memiliki nilai arsitektur, sejarah, ilmu pengetahuan dan berpengaruh terhadap kehidupan sosial budaya.

Sebuah bangunan cagar budaya dapat ditetapkan dalam golongan A jika memiliki empat dari lima kriteria tersebut. Namun jika hanya memenuhi tiga atau dua kriteria maka masing-masing masuk dalam golongan B dan C.

"Untuk bangunan cagar budaya klasifikasi A itu tidak bisa diubah sama sekali," kata Kenny menerangkan.

Karena itu, ia mendukung upaya Komunitas Aleut yang giat melakukan kegiatan pembelajaran sejarah perkembangan kota yang mengemas kegiatan dengan cara tak biasa.

"Saya kira ini adalah bagian dari sosialisasi cagar budaya yang dikemas secara fun. Sekaligus juga mempromosikan pariwisata yang ada di Bandung," tutur Kenny.

Ke depan, pihaknya menargetkan aparat kewilayahan memiliki wawasan tentang cagar budaya.

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya