Pemilik Toko Emas Ditangkap Polisi Saat Bawa Banyak Emas Batangan

Penangkapan pemilik toko emas di Makassar itu memicu aksi bakar ban di Timika, Papua. Kok bisa?

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Jun 2018, 00:04 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2018, 00:04 WIB
Temuan emas (1)
Ilustrasi emas batangan. (Sumber Twitter/@allthingsbus)

Liputan6.com, Timika - Haji Darwis, pemilik Toko Emas Rezki Utama yang berada di Jalan Ahmad Yani, Timika, Papua, ditangkap aparat kepolisian di Makassar, Sulawesi Selatan, beberapa waktu lalu. Pasca-penangkapan itu, toko emas tersebut beserta beberapa toko emas lain, seperti Toko Emas Cantik dan Toko Emas Citra, langsung menutup total usaha mereka.

Penangkapan itu dibenarkan Kapolres Mimika, AKBP Agung Marlianto. Ia menerangkan pemilik toko emas ditangkap karena membawa banyak emas batangan tanpa izin.

"Untuk membawa emas kemana-mana apalagi dalam jumlah banyak tentu harus dilengkapi dengan surat izin. Sudah tentu harus ada kewajiban membayar pajak yang harus diselesaikan kepada pihak berwenang," kata Agung di Timika, Selasa, 5 Juni 2018, dilansir Antara.

Menurut Agung, pemilik toko emas tersebut biasa membeli emas dari para pendulang emas tradisional di Timika. Kejadian itu mencuatkan tudingan sejumlah pihak bahwa penangkapan Haji Darwis merupakan permainan aparat kepolisian untuk mengacaukan harga pembelian emas dari para pendulang emas tradisional di Timika.

Tetapi, Kapolres berharap para pendulang emas tradisional tidak mengait-ngaitkan kejadian itu dengan situasi dan kondisi menurunnya harga pembelian emas di Kota Timika.

"Kami dari pihak kepolisian maupun TNI dan pemerintah daerah Mimika, bahkan Provinsi Papua, tidak pernah melakukan penutupan terhadap toko emas tersebut," ujarnya.

Toko Emas Rezki Utama dan Toko Emas Citra biasanya membeli emas per gram senilai Rp 450 ribu-Rp 470 ribu. Namun, temuan di lapangan menunjukkan harga pembelian emas turun menjadi berkisar Rp 350 ribu-Rp 390 ribu per gram.

Harga itu dikenakan beberapa pemilik toko emas di Timika yang masih membuka usaha mereka, termasuk membeli emas murni hasil dulangan dari para pendulang emas tradisional.

 

 

Picu Aksi Bakar Ban

Penangkapan Ditangkap Penahanan Ditahan
Ilustrasi Foto Penangkapan (iStockphoto)

Kondisi itu memicu para pendulang emas tradisional melakukan aksi bakar ban dan menutup ruas Jalan Ahmad Yani Koperapoka Timika mulai dari pertigaan Jalan Bhayangkara hingga pertigaan menuju Terminal Bus Karyawan Gorong-gorong pada Senin petang, 4 Juni 2018.

"Kelihatannya beliau (Haji Darwis) sudah diincar memang oleh aparat. Sebab pada saat berangkat dari Timika, ada oknum aparat yang mengikuti. Tidak heran begitu sampai di Makassar, beliau langsung ditangkap," kata Rico, seorang pendulang emas tradisional di Timika.

Rico menuturkan, saat ini terdapat 5 ribuan orang yang berprofesi sebagai pendulang emas tradisional di Timika. Para pendulang emas tradisional itu beraktivitas di sepanjang Kali Kabur (arah pembuangan tailing PT Freeport Indonesia) mulai dari Mil 50 hingga wilayah dataran rendah Mimika.

Ribuan pendulang emas tradisional tersebut datang dari berbagai daerah seperti Kepulauan Kei (Maluku Tenggara), Tanimbar, Ambon, Buton, Jawa dan daerah lainnya.

Di lokasi pendulangan, para pendulang emas tradisional tersebut membuat kamp-kamp untuk tempat tinggal. Mereka juga harus membayar biaya sewa lokasi ke masyarakat asli yang mengaku-ngaku sebagai pemilik lahan/hak ulayat.

"Kami harus bayar biaya sewa. Biasanya, setiap minggu biaya sewanya Rp 200 ribu. Adakalanya dibayar dengan emas hasil dulangan, yaitu satu gram per dua minggu (atau jika dirupiahkan senilai Rp 450 ribu)," katanya.

Mereka pun harus menanggung risiko bahaya longsor atau terbawa arus banjir saat hujan. "Pekerjaan ini sangat berisiko tinggi, tapi kami harus menempuh risiko itu untuk membiayai kebutuhan hidup keluarga," ujar Melki, seorang pendulang emas tradisional yang berasal dari Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya