Pameran Bersama Perupa Skena Musik Indie di IFI Bandung

Eksistensi seni rupa karya perupa di skena musik independen Kota Bandung, tidak bisa diremehkan. Terbukti delapan karya perupa dalam pameran bertajuk Visual Strikes 1 ditampilkan di Galeri IFI Bandung.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 12 Agu 2018, 18:03 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2018, 18:03 WIB
Pameran rupa di Visual Strikes di IFI Bandung
Pameran rupa di Visual Strikes di IFI Bandung

Liputan6.com, Bandung - Eksistensi seni rupa karya perupa di skena musik independen Kota Bandung, tidak bisa diremehkan. Terbukti delapan karya perupa dalam pameran bertajuk Visual Strikes 1 ditampilkan di Galeri IFI Bandung.

Pada acara pembukaan yang berlangsung Jumat (10/8/2018) malam, 8 karya perupa yang senantiasa mengiringi perjalanan musik indie Bandung itu ditampilkan atas inisiator Bloods.

Karya seni mereka ditempel di dinding galeri berlatar putih. Sementara media pameran mereka menampilkan beragam gambar dengan berbagai media, cat air, cat minyak, tinta, kolase hingga olah digital.

Menurut kurator pameran, Herry Sutresna, Visual Strikes adalah pameran yang diinisiasi Bloods untuk mengapresiasi para perupa di skena musik.

"Di skena musik itu selama ini banyak yang tidak menyadari betapa kuat dan besarnya pengaruh rupa terutama saat rilisan fisik," kata Herry.

Pria yang karib disapa Ucok ini mengungkapkan, sejak ada skena musik independen di Bandung, seniman rupa dapat otonomi yang besar.

Namun di sisi lain, ia berkata, pameran ini sebenarnya berasal dari persoalan para penikmat seni rupa di Kota Bandung yang minim apresiasi. Utamanya ketika ingin membeli karya seni dari para perupa. Sering kali diminta gratis, atau dihargai dengan harga murah.

"Sering saya dengar kawan-kawan perupa membuat karya kemudian karyanya dihargai murah, jelas enggak bisa hidup sebagai perupa padahal potensinya besar," ucapnya.

Dari karya-karya yang ditampilkan, para perupa memang punya kekhasannya masing-masing. Misalnya, Tremor yang menghadirkan karya berjudul Walk Among Us. Ia mengandalkan pen drawingnya dengan warna hitam putih.

Sedangkan Riandy Karuniawan yang menampilkan karya Air Mata Dewa tampil dengan gaya bertutur mirip komik.

"Saya ingin melempar wacana tentang menghargai karya rupa di skena musik. Paling tidak melalui pameran ini ingin memberitahukan pada publik bahwa membuat ilustrasi itu tidak mudah," jelas Ucok.

Ucok menambahkan, pameran kali ini menampilkan peran perupa dalam menghasilkan karya-karya yang digunakan oleh para musisi lokal.

"Kami ajak mereka untuk memilih sendiri dan menginterpretasikan album favorit mereka ke dalam bentuk rupa, dengan spektrum teknis berbeda, sekaligus bercerita tentang peran dan inspirasi musik dalam karya mereka," paparnya.

Tarjo, salah satu seniman mengatakan, karya-karyanya lebih banyak dihargai dengan bentuk barang atau barter.

"Memang ada yang kasih duit tapi tidak banyak. Kebanyakan barter. Misalnya dikasih printer atau barang lain," ujarnya.

Seniman kolase yang kerap disapa Senartogok itu mengungkapkan, barang-barang tersebut digunakan buat kegiatan komunitasnya di Perpustakaan Jalanan Bandung.

Simak video pilihan berikut ini:

Pameran yang Tak Biasa

Pameran rupa di Visual Strikes di IFI Bandung
Pameran rupa di Visual Strikes di IFI Bandung

Sementara itu, Direktur IFI Bandung Melanie Martini-Mareel mengaku terkesan dengan pameran Visual Strikes 1. Menurutnya, ide pameran yang menampilkan 8 karya perupa yang biasa menghiasi perwajahan skena musik indie di Bandung ini punya keindahan yang luar biasa.

"Ini merupakan pameran yang sangat bagus yang menggabungkan seni rupa dan musik independen di Bandung. Karena seperti anda tahu Bandung salah satu kota yang terkenal dengan kota musik di Indonesia," kata Melanie.

Menurut Melanie, tidak mudah bagi penyelenggara untuk menggabungkan seni rupa dengan musik. Berdasarkan pengalamannya, pameran dengan tema seperti ini sangat jarang digelar.

"Agak jarang karena itu agak susah sebenarnya, musik tidak bisa dipamerkan seperti karya seni. Musik harus ditonton dan didengar jadi untuk dipamerkan itu sangat sulit," tuturnya.

Alih-alih mengagumi karya-karya di pameran ini, Melanie bercerita tentang pengalaman di kampung halamannya. Ia pernah melihat di Paris ada museum yang secara khusus memamerkan musisi dengan seni.

"Saya lihat di Prancis ada museum yang buka tentang musik bagaimana kami pamerkan musik. Contohnya, ada satu pameran tentang David Bowie. Bagaiamana kita bisa bicara tentang David Bowie dalam satu museum dan itu sangat menarik," bebernya.

Melanie mengaku, sejak ia berada di Bandung, baru kali ini ada pameran dengan tema yang sangat spesifik seperti saat ini.

"Saya kira sejak saya di Bandung ini yang pertama kali ada pameran yang mengkolaborasikan seni rupa dan musik. Yang paling saya suka karya kolase dan komik," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya