Liputan6.com, Kendari - Unjuk rasa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kendari berakhir rusuh. Aksi protes terhadap keberadaan tenaga kerja asing itu malah berubah jadi perusakan ruang kepala Disnakertrans Sultra.
Awalnya unjuk rasa diawali orasi, namun lantaran Kepala Disnakertrans Sultra, Saemu Alwi, tak kunjung keluar, para pengunjuk rasa mulai anarkis menggeledah seluruh ruangan. Tak bisa menemukan keberadaan Saemu Alwi, mereka mulai beringas dan memaksa seorang staf membuka pintu ruangan kepala dinas.
Massa langsung masuk beramai-ramai. Namun kepala dinas memang tak ada di kantor, maka barang-barang di ruangan itu menjadi sasaran kemarahan.
Advertisement
"Kami tidak mau yang lain, tidak ada diskusi. Kami mau Kadis, mana dia ini?" teriak Saharuddin, salah seorang peserta aksi dari HMI Kendari.
Baca Juga
Melihat anarkisme ini, Ipda Lauhil Mahaful, seorang polisi yang bertugas langsung bergerak menghalangi tindakan lebih brutal lagi. Dengan berjibaku perwira polisi pertama itu berusaha merampas sejumlah dokumen yang diambil para pengunjuk rasa.
Dokumen itu bisa diambil alih dan diselamatkan, namun sebagai gantinya, fasilitas kantor dalam ruangan rusak.
"Kadis ini, keluar terus gak pernah ada di kantor. Masyarakat yang butuh, susah ketemu," kata salah satu pengunjuk rasa.
Aksi protes ini merupakan buntut dari masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China yang tak terkendali di Sulawesi Tenggara. Tiap pekan jumlahnya bisa mencapai ratusan orang yang datang.
"Ini jelas dibiarkan. Warga lokal yang harusnya dapat pekerjaan, malah diberikan kepada pekerja asing," kata Saharuddin koordinator aksi dari HMI Kendari.
Simak video menarik berikut di bawah:
Â
Misteri Pemuda Berbaju Kotak-Kotak
Sementara itu, aksi berlanjut di DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara. Dalam aksi ini, dua pengunjuk rasa giginya lepas karena dipukuli seorang pemuda berbaju kotak-kotak merah.
Sekretaris Umum HMI Kendari, Sulharjan, menyesalkan kekerasan yang dilakukan di depan polisi. Ia heran karena polisi diam saja.
"Kita sudah luka, polisi malah tidak tangkap mereka yang memukul, ini sikap seperti apa?" kata Sulharjan.
Kericuhan berdarah ini diawali dengan keluarnya Ketua DPRD Sultra, Abdurrahman Shaleh. Dalam pertemuan itu, para pengunjuk rasa dijanjikan berdiskusi usai shalat Ashar.
"Ternyata hanya bicara sebentar, mereka tidak kembali. Nah, saat kami protes dan panggil mereka itu, kami dikejar sejumlah pegawai, dan polisi tidak mengamankan mereka," ujar Sulharjan.
Advertisement