Antara Tikus, Burung Hantu, dan Kisah Sukses Petani di Aceh

Kesuksesan para petani terutama di Kecamatan Kecamatan Meureudu, Ulim dan Kecamatan Meurahdua, dalam membasmi hama tikus tidak terlepas dari terobosan yang dilakukan belum lama ini.

oleh Rino Abonita diperbarui 02 Des 2018, 17:02 WIB
Diterbitkan 02 Des 2018, 17:02 WIB
Burung Hantu dan petani di Aceh
Burung Hantu dan petani di Aceh (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - Sejak tahun 2017 lalu, petani di Kabupaten Pidie Jaya mengalami peningkatan produktivitas. Hal ini disebabkan berkurangnya populasi atau habitat tikus di wilayah yang endemik hama tersebut.

Kesuksesan para petani terutama di Kecamatan Kecamatan Meureudu, Ulim dan Kecamatan Meurahdua, dalam membasmi hama tikus tidak terlepas dari terobosan yang dilakukan belum lama ini.

Para petani melawan hama tikus dengan memanfaatkan musuh alami hewan pengerat itu, apalagi kalau bukan burung hantu (strigiformes). Burung hantu berjenis Tito Alba ditangkar di rubuha (rumah burung hantu) yang didirikan petani dengan bantuan dinas terkait.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan (Distanpang) Pijay, Muzakkir mengatakan, cerita kesuksesan itu tidak terlepas dari pengalaman buruk para petani yang dulunya ingin membasmi hama tikus dengan memanfaatkan kawat listrik di pematang sawah.

Bukannya berhasil, ide tersebut malah mengakibatkan hilangnya tiga nyawa petani akibat tersengat listrik. Peristiwa nahas itu terjadi di Kecamatan Meureudu, pada 2015 silam. Hama tak kurang, nyawa melayang. Kejadian berulang ini mendapat sorotan dari dinas terkait.

Berbekal cerita kesuksesan petani di luar Aceh, akhir tahun 2016 silam, dinas pertanian dan pangan serta beberapa kelompok tani melakulan studi banding ke Demak, Jawa Tengah. Awalnya, mereka membawa pulang empat ekor induk burung hantu. Saat ini, sudah ada 70 rubuha yang didirikan dengan jumlah burung hantu mencapai puluhan ekor.

"Kita mengadopsi inovasi yang ada di Jawa. Akhir 2016 mendirikan rubuha sebanyak 14 buah. Burung hantu dibawa dari pulau Jawa, dikarantina selama 14 hari, ditangkar di Rubuha yang sudah dibuat di areal persawahan masyarakat," ujar Muzakkir, kepada Liputan6.com, Sabtu 1 Desember 2018 malam.

Sejak awal penangkaran, lambat laun populasi tikus berkurang. Para petani merespon positif, dan meminta dinas terkait menambah rubuha untuk meningkatkan pengembangbiakan burung hantu. Pemerintah setempat menyikapi dengan memplotkan anggaran dari dana otonomi khusus untuk itu.

"Sangat efektif. Kalau dulu masih menggunakan arus listrik, sekarang sudah burung hantu. Petani senang. Mereka minta tambah. Jadi kita usulkan dari dana otonomi khusus kabupaten," sebut Muzakkir.

Produksi Petani Meningkat

Rumah Burung Hantu
Rumah Burung Hantu (Liputan6.com/Rino Abonita)

Dulu, sebelum ada penangkaran burung hantu, produktivitas petani padi di dua kecamatan itu bertahan tujuh ton padi dalam satu hektare. Sekarang, mencapai delapan hingga sepuluh ton padi dalam satu hektare.

Perbedaan ini tidak terlepas semakin menipisnya serangan hama tikus. Menurut Muzakkir, dulu, para petani sering kehilangan hasil panennya sebanyak sepuluh persen karena tidak bisa menekan populasi hama tikus.

Burung hantu bertelur hingga tujuh butir per ekornya. Telur-telur tersebut dieram selama 21 hari. Setelah menetas, anak burung hantu akan bergantung sama induknya lebih kurang selama sebulan. Setelah itu, dia akan mencari sarangnya sendiri, yakni rubuha yang sudah disiapkan para petani.

"Untuk satu ekor, mampu membunuh hingga sembilan ekor tikus, dalam sehari semalam. Jadi, kalau ada burung hantu berkembang ratusan atau ribuan otomatis tikus akan menurun," hitung Muzakkir.

Menurut Muzakkir, pemanfaatan burung hantu untuk membasmi hama tikus, di Aceh, baru dilakukan di Kabupaten Pidie Jaya. Kecuali itu, Kabupaten Bireuen rencananya ingin mengikuti jejak tersebut

Pada tahun 2019, rencananya Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya mencetuskan peraturan bupati (perbub) dimana setiap desa, melalui dana desa wajib mendirikan setidaknya lima unit rubuha di areal persawahan.

Dengan begitu, populasi atau habitat tikus di wilayah endemik hama tikus itu di harap dapat ditekan sedemikian rupa, sehingga momok yang menghantui para petani di kabupaten itu hilang, seperti menghilangnya tikus-tikus tersebut ke lubang-lubang mereka, ketika melihat tatapan tajam sang Tito Alba.

"Karena, tikus itu, alaminya, melihat tatapan burung hantu itu pada malam hari, mereka langsung takut," pungkas Muzakkir.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya