Suara Kaum Difabel di Malam Puisi yang Menyesak Dada

Puisi yang mereka bawakan berkisah tentang perlakuan diskriminatif terhadap Kaum Difabel. Bait demi bait puisi yang mereka baca adalah tawaran. Bukan mengemis sesuap kasihan, mereka hanya berharap dapat hidup bersama, dengan setara. Inklusi.

oleh Rino Abonita diperbarui 08 Des 2018, 21:03 WIB
Diterbitkan 08 Des 2018, 21:03 WIB
Malam puisi di Aceh
Malam puisi di Aceh (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - "Kami tak butuh ikan wahai seulawah dara. Kami butuh pancing yang kuat untuk menantang muara. Untuk melukis harapan sejuta mahakarya. Bukankah kami jua adalah anda?".

Di atas, petikan puisi berjudul 'Terbuang di Negeri Sendiri' yang dibacakan kawan-kawan dari Komunitas Disabilitas and Friend's. Puisi itu dibaca pada malam agenda lanjutan Hari Puisi Aceh (HPA) yang digelar di Warung Kande, Jalan AMD. Batoh, Kota Banda Aceh, Jumat, 7 Desember 2018, malam.

Para pengunjung terhipnotis penampilan musikalisasi puisi berisi luap harapan para deklamator. Beberapa tak mampu membendung air mata tatkala Rijal, Erlin, Muhajir, dan Rezeki, bergantian membaca bait-bait puisi karya Rijal Qiwienk.

Puisi yang mereka bawakan berkisah tentang perlakuan diskriminatif terhadap Kaum Difabel. Bait demi bait puisi yang mereka baca adalah tawaran. Bukan mengemis sesuap kasihan, mereka hanya berharap dapat hidup bersama, dengan setara. Inklusi.

Malam itu, Komunitas Disabilitas and Friend's secara khusus diundang untuk mengisi kegiatan HPA yang digagas Zulfikar dan kawan-kawan. Kegiatan tersebut juga diisi para penyair dari sejumlah wilayah di Aceh.

Muhrain (37), sekretaris panitia kegiatan mengatakan, HPA merupakan perhelatan seni sastra khususnya puisi. Agenda bulanan ini diharap menjadi cikal bakal terbentuknya wadah yang menyatukan para pelaku seni, khususnya puisi.

"Kita, di Aceh melahirkan Hari Baca Puisi Aceh. Agenda bulanan ini menjadikan cikal bakal pembacaan baca puisi Se Aceh, lumbung sastra penyair bagi Aceh, lumbung pembacaan puisi," kata Muhrain kepada Liputan6.com.

Melalui HPA, lanjut Muhrain, aktivitas seni puisi para penyair di Aceh yang selama ini dapat dikatakan jarang tersalurkan, hari ini bisa disalurkan melalui kegiatan yang digelar setiap satu bulan sekali itu. Dia berharap HPA menjadi wadah pelaku seni yang inklusif, seperti halnya sifat seni yang universal dan tanpa kelas.

"Semoga puisi menumbuhkan harapan, menjadi semangat dalam mengisi pembangunan, khususnya membangun jiwa negeri Aceh, mencapai segala niat kemajuan melalui karya sastra," harap pria yang juga pelaku seni.

Kegiatan serupa akan kembali dilakukan pada 4 Januari 2019. Tahun depan, tema yang diangkat tentu akan berbeda dengan tema 'Harapan Aceh Masa Depan' pada Jum'at malam. Namun, Muhrain masih merahasiakannya. 

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya