Liputan6.com, Cilacap - Nelayan pesisir selatan Jawa mengenal dua jenis musim. Musim angin timuran dan musim angin baratan. Sesuai namanya, angin timuran bertiup dari sisi timur. Adapun baratan, berasal dari sisi barat.
Bedanya, pada saat angin timur berembus, berlangsung musim panen ikan. Kemarau dan ombak yang jinak membuat ikan-ikan bermunculan dan mudah ditangkap.
Sebaliknya, ketika angin baratan, tiba musim penghujan, sehingga kerap disertai dengan cuaca buruk. Ombak tinggi, angin kencang, disertai hujan lebat kerap mengancam nelayan.
Advertisement
Sebagian nelayan pasrah pada keadaan. Pada musim baratan, mereka libur melaut.
Advertisement
Baca Juga
Pekerjaan apa saja dilakukan demi mengisi periuk. Bekerja sebagai kuli bangunan dan kadang, buruh kasar.
Akan tetapi, sebagian besar lainnya memiliki kesibukan baru, yakni, memperbaiki alat tangkap, atau membuat alat tangkap ikan.
Memperbaiki alat tangkap adalah rutinitas nelayan buruh yang bekerja pada para juragan kapal. Istilahnya, memperbaiki alat tangkap adalah bagian dari komitmen tak tertulis antara juragan dengan anak buahnya.
"Ya dikasih upah. Tapi tidak seberapa. Itu kan sudah menjadi kebiasaan di sini," ucap Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cilacap, Teuku Iskandar Muda, Kamis, 3 Januari 2019.
Pada musim angin barat, yang paling terdampak adalah nelayan perahu kecil dengan ukuran kapal antara 3-5 groos ton (GT). Dari 15 ribu nelayan di Cilacap, sebagian besar atau kisaran 85 persen merupakan nelayan perahu kecil.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Melaut Sistem Jolokan ala Nelayan Cilacap
Perahu kecil mudah terbalik saat diterpa gelombang tinggi. Bahan perahu yang rata-rata terbuat dari fiber pun riskan pecah saat diterjang ombak. Akibatnya, ribuan nelayan dan buruh nelayan perahu kecil libur melaut.
"Sementara ini kan karena pengaruh angin kan, yang bertiup dari arah barat. Itu kecepatan sedang sampai tinggi. Dampaknya ya gelombang jadi tinggi," dia menjelaskan.
Menurut Teuku, tak setiap hari terjadi gelombang tinggi pada musim baratan. Hal itu tergantung pada kecepatan tiupan angin. Saat kecepatan angin turun, sebagian nelayan nekat melaut.
"Menunggu angin agak kecil, baru nelayan turun," ujarnya.
Menurut dia, biasanya nelayan berangkat melaut sekitar pukul 02.00 WIB hingga pukul 03.00 WIB. Pada pukul 09.00 WIB–10.00 WIB, nelayan mendarat.
Pasalnya, menjelang siang, tiupan angin biasanya bertambah kencang dan berdampak pada meningkatnya ketinggian gelombang. Pada musim angin barat ini, nelayan juga punya siasat lain. Mereka melaut dengan sistem Jolokan.
Jolokan adalah istilah melaut jarak pendek, kurang dari lima mil laut, dan langsung menuju ke spot yang diperkirakan banyak ikan.
Â
Advertisement
Tangkapan Ikan Nelayan Turun 40 Persen
Waktu melautnya pun tak menentu, sering kali hanya sebentar. Sebelum angin kencang menerpa dan memicu gelombang tinggi, mereka sudah kembali ke daratan.
Bagi nelayan dengan perahu yang lebih besar, di atas tujuh GT, kondisi perairan Cilacap pun sebenarnya tak bisa disebut aman. Sebab, gelombang setinggi tiga hingga empat meter kerap terjadi, baik di perairan pantai maupun samudera lepas.
Hanya saja, ukuran kapal ini relatif lebih stabil saat melinduk. Linduk adalah istilah nelayan Cilacap untuk berlindung dari terjangan badai, atau gelombang tinggi.
"Biasanya ya di balik Nusakambangan. Di situ ombaknya tidak terlalu tinggi," dia mengungkapkan.
Waktu melaut yang tak menentu menyebabkan hasil tangkapan nelayan di Cilacap turun. Ditambah lagi, ikan yang biasanya menjadi andalan tangkapan nelayan sulit didapat.
Ikan kembung dan belanak, misalnya. Dua jenis ikan ini seolah raib seturut tibanya musim angin barat.
Hasil tangkapan nelayan saat ini adalah ikan bawal putih, layur, dan udang jerbung. Sayangnya, hasil tangkapan pun turun sekitar 30-40 persen. Sebab, durasi melautnya terbatas.