Aktivis Lingkungan Kritik Perda Zonasi Pesisir dan Pulau Kecil

Sampai awal tahun 2019, sebanyak 17 provinsi di Indonesia telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 06 Mar 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2019, 15:00 WIB
Pulau Siladen
Selain Bunaken, Pulau Siladen juga menyimpan keindahan bawah lautnya yang menawan.

Liputan6.com, Manado - Sampai awal tahun 2019, sebanyak 17 provinsi di Indonesia telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil. Sisanya sebanyak 16 provinsi masih dalam tahap penyusunan. Salah satunya adalah provinsi Sulawesi Utara.

Untuk menata kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, pemerintah Indonesia memiliki dokumen penataan ruang, yang dikenal Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). RZWP3K merupakan mandat yang tertulis dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Pusat Data dan Informasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mencatat, di dalam Perda Zonasi di 17 provinsi terdapat proyek-proyek pembangunan yang terbukti merampas ruang hidup masyarakat pesisir. Perda Zonasi juga dianggap memberikan fasilitas kepada investor untuk mendapatkan kemudahan investasi. 

"Rencana zonasi pada praktiknya melegalkan perampasan ruang hidup masyarakat pesisir," ujar  Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati, kepada Liputan6.com.

Susan memberikan contoh perampasan ruang hidup yang dilegalkan oleh Perda Zonasi di Provinsi Jawa Tengah. Perda Zonasi Jawa Tengah, ungkap Susan, melegalkan proyek reklamasi di Semarang, PLTU di pantai utara dan pantai selatan, dan tambang di hampir seluruh pesisir kota dan kabupaten Jawa Tengah.

"Proses penyusunannya tidak melibatkan masyarakat secara aktif," tuturnya.

Akibat penetapan Perda Zonasi di 17 provinsi ini, kehidupan sekitar empat juta nelayan tradisional di Indonesia terdampak buruk. Tak hanya itu, lebih dari 700 komunitas masyarakat adat pesisir dengan berbagai kekayaan budayanya terancam.

Hal tersebut juga menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Direktur Jaringan Pengembangan Kawasan Pesisir (JPKP), Arman Manila. Dirinya mengatakan, banyak nelayan di kawasan pesisir saat ini tidak bisa menangkap ikan di laut mereka sendiri. Pesisir dan laut telah dikuasai pihak swasta. 

"Pesisir dan laut telah diprivatisasi dan swastanisasi melalui Perda Zonasi itu," ungkap Arman. 

Direktur Yayasan Kelola, Rignolda Djamaluddin menambahkan, Perda Zonasi Provinsi Sulawesi Utara juga menjadi cara untuk melegalkan proyek reklamasi di seluruh pantai di Kota Manado, pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus di Bitung, dan konservasi yang mengusir nelayan di Taman Nasional Bunaken.

"Perda Zonasi Sulawesi Utara disahkan hanya untuk membungkus proyek perampasan ruang hidup nelayan yang telah ada. Pada saat yang sama, Perda ini memasukan beragam rencana baru perampasan ruang hidup masyarakat pesisir," katanya.

Di Provinsi Sulawesi Utara, Perda Zonasi sudah disahkan sejak 2017 silam. Meski ditolak oleh banyak pegiat lingkungan, namun pemerintah tetap mengesahkan perda tersebut. Lantas bagaimana masyarakat setempat menyikapinya?

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya