Perawat Tak Layani Lawan Jenis

Kabag Humas Setdakab Pidie Muhammad Fadhil mengatakan pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu saran dan masukan tersebut. Salah satunya melihat kecukupan jumlah perawat.

oleh Rino Abonita diperbarui 16 Jun 2020, 11:35 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2019, 05:05 WIB
Perawat (iStock)
Ilustrasi perawat (iStockphoto)

Liputan6.com, Aceh - Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kabupaten Pidie menyarankan agar perawat di rumah sakit tidak lagi melayani pasien nonmahram atau lawan jenis. Saran disampaikan dalam surat masukan dan saran kepada pemerintah setempat belum lama ini.

Surat bernomor 451.7/089/2019 itu dikirim MPU Pidie pada Selasa, 5 Maret 2019. Dalam surat itu, tertera sejumlah poin.

"Pelayanan keperawatan di rumah sakit/Puskesmas hendaknya pasien laki-laki dilayani oleh petugas laki-laki begitu juga pasien perempuan dilayani oleh petugas perempuan," adalah salah satu poin dalam surat tersebut.

Menurut Wakil Ketua I MPU Kabupaten Pidie, Teungku Ilyas Abdullah, saran tersebut bisa saja diterapkan mengingat jumlah perawat di kabupaten itu sudah memadai. Namun, saran ini tidak berlaku bagi dokter, karena dokter tidak berada di dekat pasien selama 24 jam.

"Bercampur baur laki-laki dan perempuan tidak elok. Karena pernah kejadian, kadang-kadang malam, ada anak pasien cantik, tiba-tiba perawat tidak lagi jaga pasien, malah mendekati anak pasien. Begitu sebaliknya," dalih Ilyas, saat ditanyai Liputan6.com, Minggu siang (23/3/2019).

Ilyas mengatakan, saran ini merupakan perwujudan salah satu poin dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006. Bahwa pemerintah Aceh dan jajarannya bertanggungjawab atas pelaksanaan syariat Islam di Aceh.

Selain poin yang disinggung di atas, juga tertera sejumlah poin lain. Antara lain, soal penertiban objek wisata di Kabupaten Pidie, penertiban warung kopi agar tidak menggelar musik serta  muatan lokal berbasis pesantren dan pemisahan laki-laki dan perempuan di sekolah-sekolah.

"Selain itu, menyangkut persoalan di kawasan pantai di depan pendopo. Kita lihat, tengah maghrib hiruk pikuk. Lelaki-perempuan. Di kafe-kafe, jangan ada  musik-musik yang melanggar syariat.

Menurutnya, jika diterapkan, akan membawa maslahat terutama mendorong penegakkan syariat Islam di negeri berjuluk Serambi Makkah. Ilyas menyerahkan sepenuhnya penerapan saran dan masukan tentang perawat tersebut ke Pemerintah Kabupaten Pidie.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Berlebihan

Lip 6 default image
Gambar ilustrasi

Sementara itu, Kabag Humas Setdakab Pidie Muhammad Fadhil mengatakan pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu saran dan masukan tersebut. Salah satunya melihat kepadaan (kelengkapan atau kecukupan) jumlah perawat.

"Harus ada proses terlebih dahulu, dan dilihat dulu kesiapan kita. Kalau memang itu bagus dan tidak melanggar aturan, maka akan diberlakukan. Jadi, tidak mengatakan tidak atau ya, dulu. Ada proses. Namanya saran, bisa diterima, bisa tidak," Fadhil menjawab Liputan6.com, Minggu siang (24/3/2019).

Fadhil punya pandangan sendiri berkaitan dengan pernyataan kawasan pantai yang ada di depan pendopo Kabupaten Pidie sering tampak laki-laki dan perempuan bercampur baur di saat magrib. Tidak semua yang datang ke situ bukan mahram, kata dia.

"Keinginan kita keinginan yang baik. Kalau itu suami istri, apakah tidak boleh? Itu kan menjadi permasalahan. Harus ada tatanan yang mengikat, rambu-rambu yang jelas. Kadang yang duduk di situ, mahram, kan? Tidak mungkin kita larang juga. Jadi, yang namanya masukan sah-sah saja, tapi perlu kita lihat sejauh mana kesiapan kita," pungkas dia.

Juru bicara Jaringan Masyarakat Sipil Peduli Syariat (JMSPS), Affan Ramli menilai saran MPU Kabupaten Pidie tersebut terlalu berlebihan. Menurutnya, kondisi di mana perawat sedang merawat orang yang sakit harusnya tidak terikat nilai, karena tujuannya sekadar mengobati.

"Dalam urusan medis, ada pengecualian. Itukan bukan dalam situasi normal. Orang sakit bukan datang untuk bersyahwat-syahwat ria," ujar Affan, kepada Liputan6.com, Minggu siang (24/3/2019).

"Itu kan berlebihan, sedangkan dalam agama sudah tidak boleh berlebihan. Islam sudah membuat batasan yang  sangat alamiah. Apa yang tidak boleh, dan apa yang boleh. Yang tidak boleh apa, kan berzina?" imbuh sosiolog yang mengajar di sejumlah perguruan tinggi di Aceh.

Affan menjelaskan, takrir tidak boleh berlebihan sudah tertera dalam kitab suci umat Islam dan hadis. Salah satunya dalam surat Al-A'raf.

"Innallaha la yuhibbul musrifin. Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan," demikian bunyi petikan surat Al-A'raf ayat 31 yang dikutip Affan.

Hal ini menjadi alasan, katanya, mengapa negara-negara yang berlandaskan ideologi Islam seperti Mesir, Turki, bahkan Iran, sekalipun, tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut. Di negara-negara tersebut, perawat perempuan boleh merawat pasien lawan jenis, begitu pun sebaliknya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya