Polisi Ungkap Hoaks Pemilu di Cirebon, Begini Modus Pelaku

Polda Jawa Barat melalui Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) kembali mengungkap kasus penyebaran informasi menyesatkan atau hoaks di media sosial terkait Pemilu 2019.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 16 Mei 2019, 13:00 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2019, 13:00 WIB
Tersangka penyebar hoaks
RGS (45), penyebar video hoaks rekapitulasi suara Pemilu tertutup mengakui perbuatannya di Mapolda Jabar, Rabu (15/5/2019). (Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Kepolisian Daerah Jawa Barat melalui Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) kembali mengungkap kasus penyebaran informasi menyesatkan atau hoaks di media sosial terkait Pemilu 2019.

Kali ini, penyidik Ditreskrimsus menangkap seorang pria berinisial RGS (45), warga asal Cirebon, yang diduga melakukan penyebaran video pendek yang diduga bermuatan hoaks di media sosial.

Video berdurasi 45 detik itu berisi tentang berlangsungnya rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2019 tingkat kecamatan yang dilaksanakan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Plumbon, Kabupaten Cirebon di GOR Pamijahan, secara tertutup.

RGS mengunggah video pada 20 April 2019. Ia kemudian ditangkap jajaran Polres Cirebon, pada Senin (13/5/2019) pukul 22.00 di Desa Kejuden Rt 01 Rw 02 Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon. Kasusnya kini diserahkan ke Polda atas dugaan penyebaran hoaks.

"Untuk RGS ini, dia memberikan pendapatnya dan ini diunggah ke akun Facebook. Dan dia tidak bertanya kepada pihak manapun (soal peristiwa) sehingga ada dalam unsur pidana dan sudah pasti meresahkan," kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko di Mapolda Jabar, Rabu (15/5/2019).

RGS Rekam Sendiri Videonya

Kabid Humas Polda Jabar
Kabid Humas Polda Jabar, Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko. (Huyogo Simbolon)

Sebelum RGS membuat dan membagikan video, sekitar Sabtu, (20/4) pukul 13.00 WIB, tersangka mendatangi GOR Pamijahan, tempat dilaksanakannya rapat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat Kecamatan Plumbon.

Selanjutnya, tersangka membuat rekaman video dengan cara menampilkan diri sendiri. Dalam video berdurasi 45 detik itu RGS mengatakan sebagai berikut.

"Hari ini rapat pleno terbuka perhitungan C1 di PPK Kecamatan Plumbon Kabupaten Cirebon. Akan tetapi kami merasa aneh sekali rapat pleno ini tertutup masyarakat tidak boleh melihat bahkan para saksi pun itu dipersulit untuk masuk. Ini enak-enakan nih petugas-petugas yang ada di dalam ini mau mengurangi, mau menambahi. Ini kita viralkan, ini kami mohon bantuan dari saudara sekalian untuk memviralkan, salam akal sehat, salam 02 Prabowo Sandi Menang Allahuakbar," kata RGS dalam video tersebut.

RGS kemudian mengunggah video singkat itu di akun Facebook-nya bernama Ragista Ragista. Saat ditelusuri, unggahan video tersebut sudah dihapus. Sementara video, masih beredar di akun Youtube 'Calon Juragan Channel' yang diunggah pada 20 April 2019.

Sebelum ditangkap, RGS dilaporkan ke polisi oleh Rahmat Saeful Anwar yang juga Ketua PPK Plumbon pada 30 April 2019.

Tersangka Bukan Saksi Partai

Trunoyudo menjelaskan, hal yang disampaikan RGS adalah hoaks. Pada kenyataannya, dalam rapat pleno memang ada aturan bahwa sudah ditunjuk saksi dari masing-masing peserta pemilu.

"Memang ada aturan yang harus dipatuhi bersama di mana masing-masing pasangan calon Pilpres maupun DPD atau DPR menunjuk para saksi untuk bisa hadir. Maka tidak semua dan yang bersangkutan mengunggah kegiatan tersebut seolah-olah tertutup," jelas Truno.

Sedangkan posisi RGS diketahui hanya simpatisan salah satu pasangan calon presiden pada pemilu 2019.

"Sementara, saksi itu adalah orang yang diberikan mandat oleh pasangan calon. Tapi yang bersangkutan mengaku-ngaku sebagai saksi, tapi tidak diberikan mandat," ujar Trunoyudo.

Trunoyudo menambahkan, RGS membuat sendiri video itu. Dia juga yang mengunggah video itu di media sosial.

Atas perbuatannya, polisi menjerat RGS dengan Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU no 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 15 UU No 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana dengan ancaman 6 tahun penjara.

RGS pun mengakui bukan sebagai saksi dalam tahapan penghitungan tingkat kecamatan tersebut.

"Jadi pada saat itu saya datang sekitar jam 10, memang saya bukan saksi tapi saya ingin lihat," katanya.

Walaupun dalam video RGS tampak meyakinkan menyampaikan adanya dugaan kecurangan, ia mengaku tak tahu sama sekali aturan terkait perhitungan suara.

"Itu barangkali ketidaktahuan saya tentang terbuka dan tertutupnya rekapitulasi suara C1. Saya mohon maaf yang sedalam-dalamnya kepada seluruh warga Indonesia barangkali dengan unggahan video saya itu ada masyarakat yang dirugikan," kata RGS.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya