Wedang Jakencruk, Minuman Anti-Radang Saat Musim Kemarau Panjang

Jakencruk ini kalah popular dengan Wedang Uwuh yang telah menjadi ikon minuman tradisional di Yogyakarta.

oleh Wisnu Wardhana diperbarui 13 Jul 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2019, 12:00 WIB
Minuman Jakencruk untuk Antasipasi Radang Tenggorokan Saat Musim Kemarau
Minuman jakencruk untuk antasipasi radang tenggorokan saat musim kemarau. (Liputan6.com/Wisnu Wardhana)

Liputan6.com, Yogyakarta - Kota Yogyakarta dalam satu bulan terakhir terasa lebih dingin dari biasanya. Memang pada saat awal kemarau yang biasa disebut musim bediding seperti sekarang ini, suhu di kota pelajar pada malam dan pagi hari bisa mencapai 18 derajat Celcius.

Pada kemarau kali ini, warga kota Yogyakarta bahkan mengalami suhu yang lebih dingin dari musim kemarau sebelumnya akibat bertiupnya monsoon dingin dari Australia.

Dingin dan kurangnya kelembapan udara seringkali mengakibatkan penyakit, terutama gangguan tenggorokan ataupun demam. Namun ternyata, masyarakat kota Yogyakarta memiliki minuman tradisional yang berfungsi menangkal sakit terutama gangguan tenggorokan sekaligus memberi kenikmatan, yang dikenal dengan sebutan Wedang Jakencruk, singkatan dari jahe, kencur, dan jeruk.

Sayangnya, minuman ini kalah popular dengan Wedang Uwuh yang telah menjadi ikon minuman tradisional di Yogyakarta. Saat ini, tak lagi banyak angkringan di Yogyakarta yang menyajikan Wedang Jakencruk sebagai salah satu menunya. Kebanyakan angkringan saat ini hanya menyediakan wedang jahe.

Salah satu warung angkringan yang masih menyajikan Wedang Jakencruk adalah angkringan Pak Joko Lelur yang ada di wilayah Ngadinegaran. Nuryanto, sang pemilik angkringan, mengakui tetap menyajikan menu ini karena banyaknya permintaan dari pelanggannya, terutama saat musim kemarau yang dingin dan kering seperti sekarang.

Awalnya, seperti kebanyakan angkringan lain, Nuryanto hanya memiliki minuman penghangat wedang jahe dalam daftar menu, tetapi salah seorang pelanggan yang memiliki keahlian dalam pangan dan kesehatan suatu ketika merasa tak enak badan dan meminta Nuryanto menyeduhkan jakencruk.

Nuryanto sendiri sebetulnya telah mengetahui resep jakencruk dari orangtuanya, sehingga tanpa kesulitan bisa memenuhi permintaan pelanggan tadi. Pelanggan lain akhirnya juga ikut mencoba meminum dan akhirnya Wedang Jakencruk menjadi salah satu minuman favorit di angkringannya.

"Padahal sebetulnya cukup gampang membuat sendiri Wedang Jakencruk ini, namun tak banyak lagi warga Jogja yang tahu resepnya," ungkap Nuryanto.

Dengan bahan dasar jahe, kencur, dan jeruk ditambah gula batu atau gula biasa, memang minuman ini sangat mudah dibuat. Nuryanto pun tak segan membagikan resep wedang yang bermanfaat ini.

Bahan yang dibutuhkan adalah sekitar 10 gram (satu rimpang) jahe dimemarkan, sekitar 10 gram (satu rimpang) kencur dimemarkan, 1 buah jeruk nipis, 15 gram gula batu atau gula biasa serta 300 ml air.

Setelah jahe dan kencur dimemarkan, jeruk nipis dipotong tipis-tipis, lalu jahe, kencur dan potongan jeruk direbus hingga mendidih. Bila tak menyukai ampas, maka gula juga ikut direbus dan disajikan setelah disaring. Namun, umumnya masyarakat lebih menyukai disajikan dalam bentuk orisinal dan gula ditambahkan saat disajikan.

Fungsi minuman yang bisa memberi kehangatan sekaligus obat tenggorokan ini didapatkan dari gabungan jahe yang mengandung senyawa antibakteri dan memberi kehangatan, kencur yang senyawanya bisa menjaga kekebalan tubuh, serta jeruk nipis yang menyegarkan sekaligus menghambat radikal bebas.

Nuryanto sendiri tak mematok harga mahal untuk minuman spesial ini, satu gelas jakencruk dihargai hanya Rp3.500. "Sebetulnya untung yang didapat sangat tipis, apalagi sekarang jahe mahal dan cukup susah didapat, namun kami juga tak tega mau menaikkan harga," tutur Nuryanto.

 

Kurang Popularitas

Minuman Jakencruk untuk Antisipasi Radang Tenggorokan Saat Musim Kemarau
Retnosari Septiyani, produsen wedang tradisional dalam kemasan. (Liputan6.com/Wisnu Wardhana)

Senada dengan Nuryanto, Retnosari Septiyani, produsen wedang tradisional dalam kemasan, juga mengeluhkan tingginya harga jahe serta sedikitnya pasokan yang ada di pasar. "Harga jahe sekarang mencapai Rp28.000 per kilogramnya, itu pun tak banyak di pasar karena sebagian besar petani telah mengikat kontrak dengan pabrik jamu besar," keluh wanita yang biasa dipanggil Sari ini.

Perusahaan Sari memang memproduksi minuman-minuman tradisional Jawa yang dikemas tanpa menggunakan bahan pengawet dan berbagai varian bentuk, dari original, bubuk, celup hingga sirup. Salah satu varian wedang yang diproduksinya adalah jakencruk, tetapi diakuinya saat ini pesanan terbanyak adalah wedang uwuh.

"Mungkin jakencruk belum populer dan tersosialisasi," ucap peraih Adhikarya Pangan Nusantara tahun 2016 ini.

"Padahal, ada puluhan mungkin ratusan wedang tradisional yang cukup bermanfaat bagi kesehatan kita, namun kini memang wedang tradisional ini lebih dicari karena eksotismenya saja, bukan karena manfaatnya. Kami sendiri baru memproduksi 10 varian jenis wedang dengan masing-masing 4 varian bentuk," dia menambahkan.

Pendapat tersebut diamini oleh Nuryanto yang mengatakan bahwa rata-rata pembeli jakencruk merupakan pembeli lokal saja. "Untuk wisatawan hampir tak ada yang yang memesan jakencruk," ungkap Nuryanto.

Damar, salah seorang pelanggan Nuryanto juga berpendapat bahwa jakencruk tak diketahui orang banyak mungkin karena sederhana meski sangat berguna bagi kesehatan. "Saya sendiri sering memesan jakencruk terutama saat hawa dingin seperti ini, atau saat tenggorokan saya terasa tak nyaman," ucap mahasiswa tingkat akhir jurusan psikologi ini.

Mau mencoba dan merasakan manfaat jakencruk? Anda bisa membuatnya sendiri di rumah atau segera ambil ransel dan berlibur menikmati eksotisme Yogyakarta dengan jakencruk salah satu menu wisata kulinernya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya