Serba-serbi Kurban Idul Adha di Garut, dari Besek Mbak Tutut hingga Sapi Jumbo

Ada beberapa kejadian unik yang berlangsung selama Idul Adha 1440 tahun ini di Garut.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 14 Agu 2019, 23:00 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2019, 23:00 WIB
Penggunaan besek untuk mengemas daging kurban kali pertama dilakukan masyarakat Muarasanding Garut, Jawa Barat sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada penggunaan plastik
Penggunaan besek untuk mengemas daging kurban kali pertama dilakukan masyarakat Muarasanding Garut, Jawa Barat sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada penggunaan plastik (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Hari tasrek atau tiga hari diharamkannya puasa bagi umat Islam usai Idul Adha 1440 H berakhir pada hari ini. Ada beberapa kejadian unik yang berhasil dihimpun Liputan6.com selama perayaan Idul Adha di Garut, Jawa Barat.

Besek untuk Daging Kurban Mbak Tutut

Sebagai bentuk kampanye menurunkan ketergantungan penggunaan plastik, panitia kurban Masjid Jami Amaliah Kelurahan Muarasanding, Kecamatan Garut Kota, Garut, Jawa Barat, sengaja menggunakan besek untuk mengemas hewan kurban.

Lima hewan kurban sapi satu di antaranya berasal dari keluarga Siti Hardianti Suharto alias Mbak Tutut, disembelih petugas. Namun, mulai tahun ini masyarakat sekitar, lebih memilih menggunakan besek berbahan bambu, untuk mengemas daging.

Ketua Panitia Pelaksana Qurban Masjid Jami Amaliah, Ricky Rizki Darajat mengatakan, penggunaan besek untuk mengemas daging hewan kurban, sebagai bentuk dukungan bagi pemda Garut untuk mengurangi penggunaan plastik.

"Kebetulan sudah disampaikan Wakil Bupati Garut juga beberapa waktu lalu," ujarnya, Minggu (11/8/2019) lalu.

Untuk mengurangin penggunaan plastik, ada sekitar 1.000 buah besek yang dilapisi daun pisang disediakan panitia kurban Idul Adha, untuk mengemas pembagian daging kurban.

"Tentunya dengan besek akan lebih sehat dan lebih ramah lingkungan," kata dia.

SMKN 1 Potong Sapi Jumbo

Satu ekor sapi jumbo seberat 1,2 ton tengah disembelih petugas kurban SMKN 1 Garut, Jawa Barat beberapa waktu lalu
Satu ekor sapi jumbo seberat 1,2 ton tengah disembelih petugas kurban SMKN 1 Garut, Jawa Barat beberapa waktu lalu (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Seperti tahun sebelumnya, SMKN 1 Garut kembali melaksanakan pemotongan hewan kurban saat perayaan Idul Adha. Kali ini salah satu sekolah unggulan di Jawa Barat itu, sengaja menyembelih satu ekor sapi seberat 1,2 ton lebih, plus 4 ekor sapi lainnya.

"Kalau dibandingkan dengan sapi biasa ini mungkin bisa di atas 9 ekor," ujar Kepala Sekolah SMKN 1 Garut Dadang Johar Arifin, merujuk pada salah satu ekor sapi yang dipotong Senin (12/8/2019) lalu.

Menurutnya, penggunaan sapi dengan bobot jumbo merupakan inisiatif pihak sekolah untuk mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki sekolah.

"Kalau terlalu banyak ini (sapi) panitia juga capek dan repot, kemampuan panitian terbatas dan memang bukan ahlinya juga," papar dia.

Selain itu, pemilihan hewan kurban berbobot jumbo, diharapkan memberikan kebanggan tersendiri bagi sekolah. "Secara kuantitatif memang sedikit, tapi secara kualitatif ini lebih meningkat dari tahun kemarin," ujarnya bangga.

Dengan jumlah daging yang melimpah, tak pelak pembangian daging pun cukup menggembirakan siswa. "Rata-rata siswa mendapatkan empat sampai lima kilo gram per orang," kata dia.

Sedangkan, sisanya dibagikan kepada penduduk sekitar sekolah. "Kita telah membagikan kurang lebih sebanyak 2.000 karcis kepada masyarakat," ujar Dadang.

 

Harga Kulit Kurban Turun Drastis

Nampak beberapa petugas kurban di masjid Jami Ar-Ridwan, Ciawitali Garut tengah menguliti hewan kurban sapi
Nampak beberapa petugas kurban di masjid Jami Ar-Ridwan, Ciawitali Garut tengah menguliti hewan kurban sapi (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Harga jual kulit basah hewan kurban Idul Adha di Garut, Jawa Barat, turun drastis. Menyusutnya perajin dan industri penyamakan kulit, diduga menjadi salah satu faktor penurunan itu.

Asep (41), salah satu pengepul kulit di wilayah industri kulit Sukaregang, Garut mengatakan, melimpahnya pasokan kulit yang datang, tidak sebanding dengan besarnya serapan kulit di beberapa pabrik penyamakan.

"Turunnya lebih dari setengahnya tahun lalu," ujarnya, Rabu (14/8/2019).

Saat ini, harga kulit sapi dan kerbau hanya dihargai Rp6 ribu per kilogram, dari sebelumnya tahun lalu yang mencapai Rp12 ribu, sementara harga kulit kambing dan domba hanya dihargai Rp20 ribu per lembar dari sebelumnya Rp70 ribu.

Menurutnya, harga jual kulit kurban tahun ini merupakan terendah dalam satu dekade terakhir. Padahal, momen Idul Adha merupakan, kesempatan emas membeli sebanyak mungkin bahan kulit hewan kurban.

"Tahun ini kami hanya menarik yang lokal Garut saja, sebab di pabrik juga tengah melimpah," kata dia.

Hal senada disampaikan Wowo (45), pengepul kulit di kecamatan Tarogong Kidul. Menurutnya, minimnya harga kulit yang dipatok pabrik, menyebabkan banyak pengepul enggan berspekulasi membeli banyak kulit.

"Ini juga masih mencari pabrik yang mau menerima, sebab mayoritas pabrik masih penuh pasokan kulit mentah,” kata dia.

Untuk menyiasati rendahnya harga serapan kulit kurban tahun ini, dirinya berupaya menawarkan ke industri makanan berbahan kulit. "Minimal bisa dipakai cungur atau kerupuk kulit," kata dia.

Ketua Bidang Advokasi Hukum dan Humas, Asosiasi Penyamankan Kulit Indonesia (APKI) Garut Sukandar mengatakan, salah satu faktor penyebab jebloknya harga kulit tahun ini, akibat banykanya penyamak yang beralih profesi akibat gulung tikar.

"Akibatnya banyak penumpukan kulit dan permintaan pabrik menjadi rendah, sehingga harga turun," papar dia.

Menurutnya, permintaan kulit jadi dari para perajin terbilang tinggi, tetapi minimnya penyamak termasuk pabrik yang masih bertahan, menyebabkan serapan bahan kulit ternak berkurang. "Harga kulit basah (kulit hasil kurban) jadi murah," kata dia.

Pihaknya mencatat, tahun lalu rata-rata pengepul hingga pabrikan menerima kulit basah di harga Rp12 per kilogram, tetapi saat ini turun hingga separuhnya di angka Rp6 ribu. "Kulit domba bahkan hanya Rp 20 ribu padahal tahun lalu bisa Rp 70 ribu per lembarnya," kata dia.

Dengan kondisi itu, APKI berharap industri penyamakan kulit kembali bergairah sehingga mampu menyerap banyak bahan kulit basah dari masyarakat. "Kalau kebutuhan kulit jadi jelas besar, namun penyamakannya yang sedikit, sehingga serapan kulit rendah," ujarnya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya