Liputan6.com, Banyumas - Bertambah tahun, dampak kemarau di Banyumas, Jawa Tengah semakin mencekik. Banyak mata air mati atau mengecil debitnya, butuh penyelamatan mata air secepatnya.
Dampak langsung kemarau menyebabkan adalah kekeringan dan krisis air bersih. Kekeringan menyebabkan ratusan hektare sawah tadah hujan puso. Ribuan warga kekurangan air bersih.
Hingga Minggu, 18 Agustus 2019, sebanyak 9.771 keluarga yang terdiri dari 34.013 jiwa di kabupaten lereng selatan Gunung Slamet ini mengalami krisis air bersih. Mereka tersebar di 38 desa di 17 kecamatan wilayah Banyumas.
Advertisement
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas, Ariono Purwanto mengatakan sejauh ini BPBD telah mengirimkan sebanyak 522 tangki bantuan air bersih. Volume air mencapai 2.610.000 liter.
Baca Juga
Ke-17 kecamatan tersebut meliputi, Kecamatan Patikraja, Sumpiuh, Karanglewas, Rawalo, Kalibagor, Jatilawang, Purwojati, Cilongok, Tambak, Kebasen, Gumelar, Somagede, Lumbir, Kemranjen, Banyumas, Pekuncen, dan Kecamatan Kedungbanteng.
Dari 38 desa yang terdampak krisis air bersih, dua desa yakni, Desa Nusadadi, Kecamatan Sumpiuh dan Desa Kalitapen, Kecamatan Purwojati menjadi desa yang paling banyak dikirimi air bersih.
“Desa Nusadadi, 51 tangki atau 255 ribu liter dan Desa Kalitapen sebanyak 50 tangki 250 ribu liter,” katanya, Senin, 19 Agustus 2019.
Tetapi, seperti diakui Ariono, pengiriman air bersih adalah penanganan tanggap darurat. Butuh penanganan berorientasi jangka panjang untuk penyelamatan mata air.
Salah satunya adalah dengan penanaman pohon atau reboisasi untuk penyelamatan mata air. Di Banyumas, pada 2019 ini terdapat 81 desa di 18 kecamatan yang rawan krisis air bersih.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Gerakan Tanam Pohon 2020
Ariono mengungkapkan, hasil koordinasi lintas instansi, rencananya pada 2020 mendatang akan digelar program penyelamatan mata air. BPBD bakal berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya, seperti dinas kehutanan atau perkebunan untuk pengadaan bibit hingga lokasi penanaman.
“Kita sudah memetakan wilayah mana saja yang akan dilakukan penanaman. Tapi kembali lagi itu adalah kewenangan dinas terkait. Nanti akan dikoordinasikan,” dia mengungkapkan.
Dia mengklaim, pada 2019 ini, BPBD dan relawan telah menanam sebanyak 1.400 pohon Tunjung di Sumpiuh untuk penyelamatan mata air penting di wilayah ini. Bibit ditanam di perbukitan yang bakal menjadi wilayah tangkapan air.
Dia berharap, dengan penanaman pohon ini, mata air bisa diselamatkan. Vegetasi yang baik memastikan mata air bisa mengalirkan air sepanjang tahun.
Kembali ke penanganan krisis air bersih, Ariono memperkirakan, jumlah desa yang akan mengalami krisis air bersih bakal semakin banyak pada Agustus dan September 2019. Sebanyak 81 desa di 18 kecamatan rawan krisis air bersih.
Sementara, jumlah armada yang tersedia hanya tiga tangki air. Kemudian, ada pula satu tangki bantuan air bersih dari PMI.
“Sekarang sudah mengirimkan antara 12 sampai 15 tangki per hari, tergantung jaraknya. Satu armada bisa tiga atau empat rit per hari. Kalau yang tangki PMI hanya sampai September,” dia mengungkapkan.
Untuk mengantisipasi semakin banyaknya permintaan air bersih, BPBD berencana akan mengirimkan bantuan air bersih hingga malam. BPBD juga akan memberlakukan sistem shift atau piket siang dan malam. Pengalaman tahun lalu, ada satu armada yang mengirimkan hingga 11 tangki per hari.
“Jadi mulai beroperasi jam 8 pagi. Kemudian nanti mobil baru berhenti jam empat pagi,” dia mengungkapkan,
Selain sistem piket, BPBD juga berencana untuk mengoperasikan truk yang dimiliki oleh BPBD untuk mengirimkan bantuan air bersih. caranya yakni dengan menggunakan torn atau penampung air.
Advertisement