Makna Agung Seren Tahun 1 Sura Warga Sunda Wiwitan Garut

Hajatan Seren Tahun 1 Sura, merupakan acara budaya masyarakat Sunda Wiwitan Madrais yang dilangsungkan setiap tahun.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 10 Sep 2019, 05:00 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2019, 05:00 WIB
Beberapa kaula muda dan pengunjung perayaan 1 Sura, komunitas sunda wiwitan madrais, Garut, Jawa Barat
Beberapa kaula muda dan pengunjung perayaan 1 Sura, komunitas sunda wiwitan madrais, Garut, Jawa Barat (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - "Jejem panceg ngamumule adat budaya karuhun, pikeun mageuhkeun ajen kabangsaan". Terlihat sebuah tulisan bahasa Sunda sarat makna di salah satu sudut aula utama milik warga Sunda Wiwitan Madrais Garut, Jawa Barat.  

Tulisan dengan arti "tetap teguh melestarikan kebudayaan Sunda dahulu, untuk memperkuat makna kebangsaan", cukup jelas menggambarkan kesetiaan komunitas itu, mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai jalan hidup.

Menggunakan setelan pangsi serba hitam plus ikat kepala khas masyarakat Sunda, terhitung dalam tiga hari terakhir sejak 6 Agustus lalu, sekitar 300 orang kemunitas Sunda Wiwitan Madrais Garut, melangsungkan upacara adat Seren Tahun 1 Sura 1953 Sakasunda, dalam kalender resmi Sunda Wiwitan.

"Ini sebagai bentuk kami ngamumule (melestarikan dan mencintai) budaya bangsa," ujar Entis Sutisna (77) salah seorang tokoh sepuh Sunda Wiwitan Madrais, dalam obrolan hangatnya dengan Liputan6.com, Minggu, 8 September 2019.

Hajatan Seren Tahun 1 Sura, merupakan acara budaya masyarakat Sunda Wiwitan Madrais yang dilangsungkan setiap tahun. "Acara puncaknya di Cigugur, Kuningan, cuma kami kembali menyelenggarakan," kata dia.

Selama di sana, seluruh komunitas Sunda Wiwitan di Jawa Barat, melangsungkan ritual dan panjat doa bersama untuk keselamatan bangsa. "Ada juga prosesi membersihkan benda pusaka dan upacara adat lainnya," kata dia.

Setelah itu, untuk menyemarakkan perayaan 1 Sura di seluruh wilayah Jawa Barat, komunitas mereka kembali menggelar acara serupa, dengan prosesi hampir sama. "Cuma memang tergantung kemampuan logistik tiap komunitas juga," kata dia.

Khusus kelompok Madrais Garut, ujar dia, seluruh masyarakat yang berjumlah 310 orang warga, dari 90 Kepala Keluarga (KK), menampilkan ragam kebudayaan lokal khas masyarakat Sunda Wiwitan.

Mereka sengaja membuat sebuah panggung berukuran sedang, kemudian membuat ornamen sesajen dengan bahan utama buah-buahan dan hasil pertanian hasil penduduk sekitar untuk melambangkan rasa syukur pada sang Khalik.

Acara kemudian dimeriahkan dengan pertunjukan kegiatan budaya. Sebut saja angklung buncis, pupuh, rampak gendang, tarawangsa, babarik, ngajayak. "Terakhir ngampihan pare (padi) ka leuit (lumbung) hingga murak tumpeng bogana (makan nasi tumpeng milik warga)," kata dia.

Entis menyatakan, kegiatan Seren Tahun 1 Sura memang terbilang baru bagi komunitas Sunda Wiwitan Madrais Garut, tetapi hal itu tidak mengurangi semangat dan motivasi para pengikutnya. "Sebenarnya tiap tahun ada, tapi kebanyakan individu, baru sejak 2014 lalu dipusatkan di sini," ujar dia.

Pesan Kebangsaan

Tumpukan sesajen dengan bahan dasar buah-buahan dan sayuran hasil pertanian komunitas sunda wiwitan madrais Garut, Jawa Barat
Tumpukan sesajen dengan bahan dasar buah-buahan dan sayuran hasil pertanian komunitas sunda wiwitan madrais Garut, Jawa Barat (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Dalam perayaan tahun ini, ujar Entis, makna utama yang disampaikan komunitas Sunda Wiwitan Madrais Garut, yakni pentingnya nilai persatuan dan kesatuan sebagai bagian tidak terpisahkan dari NKRI. "Itulah ajaran kami, meskipun berbeda, kami tetap cinta NKRI," kata dia bangga.

Menurutnya, perbedaan dalam pola pikir termasuk soal melestarikan budaya bangsa, tidak harus menjadikan sumber pemantik perpecahan anak bangsa. “Walaupun dalam tugas ewang-ewang (sendiri-sendiri), tapi tidak perlu sewang-sewang atau berpecah," kata dia.

Sesuai pesan dan amanat yang disampaikan dalam puncak acara perayaan 1 Sura di Cigugur, Kuningan, ada empat poin yang menjadi pegangan seluruh pengikut Sunda Wiwitan, yakni UUD 45, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan Pancasila.

"Buat kami semua keempat poin itu sudah tidak ada keraguan," dia menegaskan.

Dengan pola ajaran itu, Entis optimis seluruh pengikut Sunda Wiwitan Madrais Garut, mampu menempatkan diri dalam berbagai sendi kehidupan anak bangsa.

"Buat kami bersatu lebih penting dari hanya sebatas mempertahakan ego masing-masing," kata dia.

Pola Pelestarian

Sebuah bangunan leuit (lumbung) tempat menyimpan hasil bumi masyarakat komunitas sunda wiwitan madrais Garut, Jawa Barat
Sebuah bangunan leuit (lumbung) tempat menyimpan hasil bumi masyarakat komunitas sunda wiwitan madrais Garut, Jawa Barat (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Jien Irvani (22), salah satu pengunjung dari Jakarta menyatakan, rangkaian acara Seren Tahun 1 Sura warga Sunda Wiwitan Madrais Garut, mampu memberikan warna berbeda kebudayaan Tanah Air, yang selama ini ia saksikan.

"Apalagi meskipun baru mengunjungi, saya bisa satu panggung bareng dengan mereka," ujar dia.

Sebagai pembawa acara dalam berbagai kegiatan, pertunjukan seni budaya Seren Tahun Sunda Wiwitan, mampu menampilkan corak baru budaya bangsa.

"Itulah indahnya kebudayaan lokal Tanah Air, setiap daerah punya corak khas tersendiri," kata dia.

Yanti (60), pengunjung lainnya mengatakan, gelaran Seren Tahun 1 Sura masyarakat Sunda Wiwitan Madrais Garut, seolah menjadi oase pertunjukan lokal di tengah gencarnya serbuan budaya global saat ini.

"Banyak pelajaran hidup mulai kekeluargaan, kebersamaan, hingga persatuan bangsa," ujar dia.

Salah satu pengurus yayasan Indonesia emas itu mengatakan, gelaran Seren Tahun 1 Sura, mampu menampilkan kekayaan budaya bangsa yang jarang disuguhkan saat ini.

"Pemerintah harus menggiatkan lagi acara seperti ini di tiap daerahnya masing-masing," pinta dia.

Menurutnya, pola pendekatan pemerintah dalam mengelola kebudayaan lokal belum optimal, sehingga banyak kekayaan budaya bangsa, lenyap sendiri.

"Alangkah lebih baik jika potensi kebudayaan lokal tiap daerah, bisa masuk kurikulum pendidikan daerahnya masing-masing," ujarnya.

Dengan semakin besarnya dukungan dan perhatian pemerintah, potensi budaya lokal bakal tetap lestari di tengah kehidupan bangsa ke depan.

"Harus ada pemberdayaan yang berkelanjutan jangan hanya seremonial semata," dia menandaskan.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya