Kondisi Terkini Kebakaran Gunung Slamet

Kebakaran di gunung Slamet selalu membawa kejutan, Juli 1984 saat ratusan siswa SMAN 2 Purwokerto terjebak kobaran api di puncak Gunung Slamet

oleh Galoeh Widura diperbarui 14 Sep 2019, 20:00 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2019, 20:00 WIB
gunung slamet
Tim gabungan menemukan Kijang (Muntiacus muntjak) mati terjebak saat membuat sekat bakar, Jumat (13/9/2019). (Foto: Liputan6.com/Humas Polres Purbalingga/Galuh Widura)

Liputan6.com, Purbalingga - 14,3 hektare Kawasan Hutan Lindung, Gunung Slamet terbakar sejak Rabu, 11 September 2019. Api yang berkobar di wilayah administratif Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah itu berhasil dipadamkan pada Jumat, 13 September 2019 siang.

Kondisi medan dikelilingi jurang dengan tumbuhan berupa Pohon Pinus tahun tanam 1997. Tumbuhan bawah berupa semak kering dengan ketebalan sekitar 50 cm. Diduga, kebakaran terjadi karena kelalaian warga perambah hutan, entah dari puntung rokok atau sisa bebakaran.

Perjuangan 626 personil dari tim gabungan yang terjun ke Petak 58A wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur tersebut patut di apresiasi. Lantaran lereng sulit dijangkau, area kebakaran gunung Slamet begitu luas, dan ketiadaan air yang cukup menyulitkan upaya mereka.

Personil yang turun terdiri dari anggota Polres Purbalingga, Perhutani, Batalyon 406/Candra Kusuma, Kodim 0702/Purbalingga, Badan Penanggulangan Daerah dan Satuan Pamong Praja Purbalingga, SAR Purbalingga, PRC, Tagana, Aremba, Ubaloka, Edelwis, Banser, Pemuda Pancasila, Kader Bela Negara, PMI, dan ratusan warga Desa Serang serta Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja.

Penanganan dibagi dalam beberapa tim yang dipandu oleh Anak Remaja Bambangan (Aremba) dan Tagana Purbalingga yang hafal medan. Mereka membua Sekat Bakar di luar area titik lidah api berbentuk huruf “U” pada sisi Selatan, Barat, dan Utara.

“Sampai dengan jam 13.30 WIB, lokasi titik titik api sudah terkepung oleh Sekat Bakar,” kata Juru Bicara KPH Banyumas Timur, Sugito meluli press rilis, Jumat (13/9/2019).

Setelah itu mereka mengecek ulang kualitas sekat bakar yang telah dibuat dengan menyusuri seluruh jalur. Sekaligus memadamkan sisa titik api yang masih ada pada lahan di ketinggian 1.800 mdpl tersebut.

“Sekarang yang sudah padam ada sekitar 80 persen. Meskipun masih ada titik api di Gunung Slamet, tapi itu ada di dalam sekatan, mudah-mudahan aman,” ujar Sugito menambahkan.

 

Perjuangan

gunung slamet
Tim gabungan berupaya memadamkan api dengan ranting dan menimbun tanah. (foto: Liputan6.com / humas polres purbalingga / galoeh widura)

Awalnya, masyarakat sekitar melihat asap membumbung dari kawasan hutan pinus pada Rabu (11/9/2019) sekitar pukul 10.00 WIB. Warga dua desa, Serang dan Kutabawa berkoordinasi dengan Tagana, Tim Perhutani, Aremba, Koramil Karangreja, Camat Karangreja, dan Polsek Karangreja untuk memadamkan api.

“Api berhasil dipadamkan dengan alat seadanya, dipukul dengan ranting dan diurug tanah. Luas kebakaran awal sekitar 1 hektare,” ujar Suyatno Karsum, Kader Tagana Purbalingga sekaligus warga Dusun Gunung Malang, Desa Serang.

Tetapi, pada Kamis (12/9/2019) titik api kembali muncul di area yang terbakar. Angin dan semak kering menyebabkan kebakaran meluas. Sekitar 200 personil gabungan turun mencoba memadamkan api.

“Sampai maghrib api belum berhasil dipadamkan, ada dua titik api yang terus meluas. Atas pertimbangan keselamatan, tim turun sambil terus memantau lokasi kebakaran dari pos pendakian,” katanya.

Jumat (13/9/2019) pagi hari tim gabungan sudah bersiap. Sekitar 626 personil mengatur strategi penanganan yang dipimpin langsung oleh Administratur KPH Banyumas Timur dan Dandim Purbalingga.

Pada hari ketiga inilah, upaya melokalisir lokasi kebakaran dilakukan maksimal. Jumat sore sekitar pukul 15.00 WIB api sudah mengecil. Namun, kondisi angin kencang di lokasi kejadian berpotensi membawa api keluar sekat.

Sekretaris Kecamatan Karangreja, Catur Kurniawan menambahkan, Jumat malam ini dibentuk tim kecil yang dipimpin oleh Kepala Pelaksana BPBD Purbalingga. Mereka akan menyisir potensi bara api yang mungkin masih tersisa di sekam-sekam semak.

Simak video pilihan berikut:

 

Masa Krisis

gunung slamet
Asap tebal terlihat dari Dukuh Bambangan, Desa Kutabawa Kecamatan Karangreja, Purbalingga, Rabu (11/9/2019) (foto: Liputan6.com / BPBD Purbalingga / Galoeh Widura)

Tingkat aktivitas Gunung Slamet masih berstatus Waspada. Jalur pendakian ditutup. Bahkan, sehari sebelumnya, Selasa (10/9/2018) baru saja digelar Sosialisasi Kenaikan Tingkat Aktivitas Gunung Slamet oleh BPBD Purbalingga.

Datang kemudian justru bencana lain, berupa kebakaran hutan di area yang jauh dari jalur pendakian. Hutan tersebut jarang dijamah, terbukti dari ditemukannya Kijang (Muntiacus muntjak) yang mati terjebak saat kebakaran melanda.

Dimungkinkan tidak hanya Kijang yang mati di sana, sebab area hutan lindung Gunung Slamet merupakan rumah bagi satwa liar seperti ayam alas, landak, trenggiling, babi hutan, lutung, beragam jenis burung, dan musang.

Menengok sejarah Gunung Slamet, kebakaran terjadi berulang kali. Seperti pada Juli 1984 saat ratusan siswa SMAN 2 Purwokerto terjebak kobaran api di puncak Gunung Slamet. Kemudian Agustus 2007, kebakaran melahap semak di Pos Sang Hyang Rangkah dan Sang Hyang Kendit.

Selanjutnya, kebakaran hebat pada September 2009 dengan luas area lebih dari 52 hektare di Petak 58 D. Bahkan, pemadaman saat itu mesti dibantu penyemprotan air menggunakan helikopter.

Berjarak beberapa tahun kemudian, kebakaran terjadi pada Agustus 2011 dan Agustus 2012 diduga berasal dari bekas api unggun pendaki. Terakhir, pada 2018 kebakaran terjadi di Petak 44 kawasan hutan pinus Perhutani, Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Pekalongan Barat.

Mayoritas muasal peristiwa tersebut dari kelalaian manusia seperti membuang puntung rokok sembarangan dan bekas api unggun atau pembakaran yang belum benar-benar padam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya