Kaleidoskop 2019: Langit Merah Kebakaran Hutan hingga Erupsi Kerinci di Jambi

Provinsi Jambi yang berjuluk bumi 'Sepucuk jambi sembilan lurah' dihebohkan dengan rentetan peristiwa dan fenomena mengejutkan sepanjang 2019.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 18 Des 2019, 00:00 WIB
Diterbitkan 18 Des 2019, 00:00 WIB
Potret Langit Merah di Jambi Akibat Kabut Asap, Siang Gelap Bak Malam Hari
Potret Langit Merah di Jambi Akibat Kabut Asap, Siang Gelap Bak Malam Hari (Liputan6/Gresi Plasmanto)

Liputan6.com, Jambi - Provinsi Jambi yang berjuluk bumi 'Sepucuk jambi sembilan lurah' dihebohkan dengan rentetan peristiwa dan fenomena mengejutkan. Mulai dari peristiwa bencana kabut asap, politik hukum dan keamanan yang terjadi di Jambi juga mendapat sorotan masyarakat luas sepanjang tahun 2019.

Seperti bencana kabut asap kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan fenomena tak lazim. Langit berwarna merah itu terjadi 21 September 2019 pada siang hari. Saat fenomena ini terjadi, langit di wilayah empat desa di Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, bagaikan malam hari. 

Empat desa yang terpapar fenomena mengejutkan itu adalah desa yang berada di sekitar areal konsesi lahan gambut yang terbakar, yakni Desa Pulo Mentaro, Puding, Betung dan Pematang Raman. Warga di empat desa lebih banyak memilih beraktivitas di dalam rumah dan tidak ada yang mengungsi.

Dalam foto-foto yang beredar di jagat media sosial tampak seperti hasil rekayasa. Namun kenyataannya memang seperti itulah yang terjadi. Menurut penjelasan BMKG, fenomena ini dikarenakan sinar matahari yang terhalang oleh partikel udara yang terpapar kabut asap.

"Saya masih ingat betul kejadian langit merah itu. Padahal saat itu siang hari dari pukul 11.00-13.00 WIB cuaca gelap seperti malam hari. Saat itu banyak warga di sini menghidupkan lampu dan takut keluar rumah," kata Sirojudin, warga Desa Puding saat mengenang kejadian tersebut.

Menurut dia, bencana kabut asap yang diakibatkan kebakaran lahan gambut tahun ini adalah yang terparah. Sepanjang pengalamannya yang tinggal di Kumpeh sejak 1986 fenomena ini seperti suasana yang menyeramkan.

"Setelah peristiwa itu banyak bantuan yang datang, seperti mendirikan pos kesehatan, penanggulangan rauma dan lainnya. Kami tentu berharap tahun depan tidak ada terjadi kebakaran lagi," ujarnya.

Tak hanya mendapat sorotan luas dari media lokal dan nasional, fenomena langit merah atau yang disebut sebagai Hamburan Rayleigh itu juga mendapat ulasan dari media internasional. Seperti BBC yang menulis berita dengan judul 'haze causes sky to turn blood red' atau jika diterjemahkan kabut asap Indonesia menyebabkan langit berwarna merah laksana darah.

Selain di Kumpeh, fenomena langit merah juga sempat terjadi di wilayah Kota Jambi. Akibat peristiwa itu langit di sebagian di wilayah Kota Jambi berwarna merah pada Senin sore 14 Oktober 2019.

Akibat kabut asap itu, tak hanya membuat warga yang sulit mendapatkan akses udara sehat, namun warga juga rentan terpapar infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Jumlah penderita ISPA yang tercatat oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jambi mencapai 63.554 orang dalam periode Agustus–September 2019.

Selain itu, kabut asap juga sempat membuat akses pendidikan sempat beberapa kali diliburkan. Langkah tersebut diambil untuk melindungi pelajar dari paparan kabut asap, terlebih indeks standar pencemaran udara (ISPU) masuk kategori bahaya, terutama pada pagi hari.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jambi mencatat luas kebakaran hutan dan lahan gambut di Jambi mencapai 114 ribu hektare. Dari luasan ini, Walhi membeberkan nilai kerugian akibat karhutla di Jambi mencapai Rp145 triliun.

Sementara itu, data luas kebakaran hutan dan lahan di Jambi yang ditulis situs Sipongi KLHK lebih sedikit. Dalam situs tersebut, mencatat luas kebakaran di Jambi 39.646 hektare.

Terlepas masih terjadinya perbedaan luas kebakaran itu, sebagai warga negara yang berhak mendapatkan udara bersih, mereka selalu mempertanyakan mengapa bencana kabut asap seperti ini terus terulang kembali.

"Kalau memang penyebabnya manusia yang punya perusahaan untuk membuka lahan dengan cara membakar memang benar-benar harus ditindak tegas sanksi dari pemerintahan, entah itu dobekukan izinnya atau denda dan dipenjarakan biar ada efek jera," ujar seorang Warga Jambi, Anissa.

Tak hanya fenomena langit berwarna merah, ada pula peristiwa penyerangan anggota TNI, pembakaran kotak suara di Sungaipenuh, ilegal drilling hingga erupsi Gunung Kerinci. Ini adalah sejumlah peristiwa yang sempat menghebohkan warga Jambi. Berikut ulasannya dalam kaleidoskop tahun 2019 yang Liputan6.com rangkum.

 

Pembakaran Kotak dan Surat Suara

Pada peristiwa politik, yakni pemilihan umum legislatif dan pilpres juga membuat heboh masyarakat. Saat pemilu 17 April 2019 terjadi pembakaran kotak dan surat suara pemilu di Desa Koto Padang, Kota Sungaipenuh, Jambi.

Setelah peristiwa pembakaran kotak dan surat pemilu itu, lantas polisi bergerak mencari pelaku. Pada Minggu (21/4/2019) tim gabungan Polda Jambi dan Polres Kerinci, menangkap dua orang pelaku yang diduga kuat melakukan pembakaran logistik pemilu.

Kedua pelaku yang ditangkap adalah Robin Janet (31) warga RT 02 Kecamatan Tanah Kampung, Sungaipenuh. Dia merupakan pengawas pemilu lapangan (PPL). Ia ditangkap di lokasi kejadian pembakaran kotak dan surat suara.

Kemudian satu orang lagi adalah Khairul Saleh (53) warga Desa Hamparan Pugu, Kecamatan Air Hangat, Kerinci. Pelaku tersebut merupakan Caleg PDIP. Dia ditangkap aparat gabungan saat sembunyi di kawasan Air Hangat, Kerinci.

Hasil penyelidikan polisi, kedua pelaku mempunyai hubungan kerabat atau kakak beradik. Ada 15 kotak suara beserta isinya yang dibakar setelah melalui proses pemungutan suara di TPS.

Setelah melalui proses penyidikan, hingga akhirnya kedua pelaku memasuki babak persidangan. Namun dalam persidangan yang digelar tanggal 10 Desember 2019, kedua pelaku divonis bebas oleh majelis hakim PN Sungaipenuh.

Majelis hakim dalam putusannya menyebutkan kedua terdakwa tidak terbukti bersalah sehingga membebaskan keduanya dari dakwaan jaksa penuntut umum.

Selain itu, majelis hakim juga memerintahkan agar terdakwa segera dibebaskan dari tahanan setelah putusan tersebut.

Sebelumnya penuntut umum menuntut kedua terdakwa dengan pidana penjara selama satu tahun. Setelah vonis bebas ini membuat kejaksaan melalukan upaya selanjutnya, yakni kasasi.

 

Konflik Agraria Berujung Penyerangan TNI/Polri

Peristiwa yang terjadi pada medio 2019 tak kalah membuat gempar warga Jambi. Konflik agraria antara kelompok petani Serikat Mandiri Bersatu (SMB) dan perusahaan HTI sudah berlangsung lama.

Puncaknya kelompok petani melakukan aksi kerusuhan dan menyerang sejumlah anggota TNI dan Polri di Distrik VIII PT Wira Karya Sakti.

Penyerangan itu sempat membuat heboh lini masa media sosial. Dalam video yang beredar, terlihat anggota TNI berlumuran darah karena mendapat sasaran amukan kelompok petani.

Tak hanya sampai sepekan sejak kerusuhan tersebut terjadi, kemudian  aparat kepolisian Polda Jambi langsung menangkap ketua SMB, Muslim beserta 45 anggota lainnya yang diduga kuat terlibat aksi penyerangan. 

"Semuanya ada 45 orang yang ditangkap, termasuk ketuanya Muslim," kata Kabid Humas Polda Jambi Kombes Pol Kuswahyudi Tresnadi kepada Liputan6.com, Kamis malam 18 Juli 2019 malam.

Dalam penangkapan itu sempat diwarnai bentrok antara aparat dengan kelompok tersebut. Bahkan dua anggota Polda Jambi mengalami luka.

Dari kelompok tersebut, polisi juga menemukan 10 pucuk senjata api rakitan dan 25 pucuk senjata tajam jenis samurai, tombak, parang dan bambu runcing.

Kemudian saat penangkapan yang kedua, polisi juga menemukan senjata api rakitan sebanyak 2 pucuk, 14 senjata tajam, 4 bambu runcing dan juga beberapa alat komunikasi Jenis handphone.

Dalam kasus ini, para tersangka dikenakan Pasal 170 KUHP, Pasal 363 KUHP, dan UU Darurat Nomor 12 tahun 1951.

Kini kelompok SMB yang terlibat dalam kerusuhan itu tengah menjalani persidangan dan menunggu vonis. 

 

Erupsi Kerinci

Pada penghujung Juli 2019, Gunung Kerinci mengalami erupsi dengan mengeluarkan abu kolom teramati mencapai 800 meter di atas puncak (4.605 meter di atas permukaan laut). Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas sedang.

Saat peristiwa itu abu kolom lebih mengarah ke timur laut atau ke Desa Pelompek Gunung Tujuh. Terdapat puluhan pendaki yang berada di atas saat Gunung Kerinci, namun beruntung seluruh pendaki dilaporkan selamat.

Kepala Bidang Mitigasi pada Pos Pengamatan Gunung Api Kerinci, Hendra mengatakan, Gunung Kerinci setiap tahun minimal satu kali mengalami erupsi. Sebab, gunung tersebut adalah gunung berapi aktif sehingga rutin erupsi.

Gunung Kerinci, kata dia, sudah berulang kali mengalami erupsi. Namun, tidak pernah tercatat adanya letusan yang sangat menghancurkan. 

"Bulan Juni 2019 lalu juga erupsi. Ini kejadian erupsi biasa dan hampir setiap tahun sekali memang erupsi," kata Hendra, Rabu 31 Juli 2019.

Gunung Kerinci merupakan gunung berapi bertipe stratovulcano yang masih aktif dan terakhir kali meletus pada tahun 2009. Saat ini, status gunung dengan julukan atap Sumatra (3.805 MDPL) itu dalam status waspada level II sejak tahun 2007.

Saat itu, berselang beberapa hari pasca erupsi kerinci, Pos Penjagaan R10 Gunung Kerinci telah membuka kembali jalur pendakian. Para pendaki yang melakukan pendakian diminta tidak boleh sampai puncak atau mendekati bibir kawah.

"Sesuai dengan status Gunung Kerinci yang masih waspada level II, pendakian hanya boleh sampai shelter dua yang berada di ketinggian 3.056 mdpl," kata Kepala Resort Pos Jaga Pendakian Gunung Kerinci, Evarizal Mirzal kepada Liputan6.com, Senin 5 Agustus 2019

Jalur pendakian Gunung Kerinci dapat ditempuh melalui pos penjagaan R10 Desa Kersik Tuo, Kecamatan Kayu Aro, Kerinci, Jambi. Sesuai rekomendasi untuk keselamatan, para pendaki dilarang mendekati kawah aktif dengan radius 3 kilometer.

"Sejak dibuka kembali jalur pendakian pascaerupsi sudah ada pendaki yang datang. Sebelum mereka (pendaki) naik kita berikan surat pernyataan bahwa mereka akan mematuhi aturan yang sudah dibuat," katanya.

Gunung Kerinci merupakan puncak tertinggi gugusan Bukit Barisan di Sumatera. Gunung tersebut berada pada perbatasan antara Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Barat, atau dekat pantai barat, dan terletak sekitar 130 km sebelah selatan Padang.

Puncak Kerinci terletak pada koordinat 1°41′48″ LS101°15′56″ BT. Puncaknya berupa kawasan tidak bervegetasi yang mengelilingi kawah dalam selebar 600 meter.

Meski masuk kategori waspada level II, Gunung Kerinci Masih menjadi magnet untuk para wisatawan atau pecinta alam karena gunung berapi aktif tertinggi di Indonesia ini memberikan pesona keindahannya.

Kemudian aktivitas masyarakat di kaki gunung juga berjalan normal seperti biasa. Sampai sekarang mereka hidup berdampingan dengan latar kegagahan puncak Sumatra itu.

 

Berantas Ilegal Drilling

Ilegal Drilling di Jambi
Sejumlah aparat sedang menutup sumur minyak ilegal di Kabupaten Batanghari, Jambi. (Liputan6.com/Dok. Polda Jambi)

Baru-baru ini dipenghujung tahun 2019, Kepolisian Daerah Jambi bersama aparat gabungan menutup ratusan sumur minyak ilegal atau ilegal drilling. Aktivis ilegal yang berlangsung sudah lama itu baru ditindak secara besar-besaran pada penghujung tahun.

Aktivitas ilegal drilling tersebut, beroperasi di wilayah Kabupaten Batanghari dan Sarolangun. Sudah lama berlangsungnya aktivitas itu karena lemahnya penindakan terhadap pemilik modal yang merambah bisnis ilegal tersebut.

Sementara itu, hingga berakhir tugas satgas pemberantasan penambangan ilegal pada 15 Desember 2019 telah menutup 1.831 sumur minyak ilegal dengan rincian 1.658 titik sumur berada di Kabupaten Batanghari dan 155 titik sumur di Kabupaten Sarolangun.

"Ada sekitar 700 titik sumur minyak ilegal lagi yang belum berhasil kita tutup," kata Kapolda Jambi Irjen Pol Muchlis AS.

Di lokasi titik sumur minyak ilegal yang telah ditutup akan disiagakan petugas gabungan. Hal itu dilakukan supaya sumur-sumur yang ditutup tidak lagi dioperasikan kembali.

Pemberantasan ilegal drilling memang harus benar-benar dilakukan. Selain merugikan negara, aktivitas tersebut juga berdampak pada lingkungan sekitarnya karena limbah hasil olahan minyak yang tidak terkelola dengan baik. Tak hanya itu, aktivitas ini juga rentan terjadi ledakan dan menimbulkan korban jiwa.

Bahkan selain itu, aktivitas tambang minyak ilegal juga merambah kawasan hutan negara, yakni Tahura Sultan Thaha. Ratusan hektare hutan negara tersebut beralih fungsi menjadi sumur-sumur tambang minyak.

"Aparat tidak boleh pandang bulu, dan harus bisa menghentikan ilegal drilling termasuk pemilik modalnya, jangan sampai operasi penertiban hanua berhenti di penghujung tahun saja," kata Redo Kurnianto, salah seorang warga Batanghari.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya