Cerita Petani Transmigrasi 5 Desa Tuntut Keadilan Agraria sampai Menginap di ATR/BPN Jambi

Seratusan petani transmigrasi dari 5 desa di Jambi menuntut keadilan atas agraria. Mereka menuntut hak atas tanah di lahan transmigrasi yang sampai sekarang tak kunjung didapatkan.

oleh Gresi Plasmanto Diperbarui 23 Feb 2025, 04:28 WIB
Diterbitkan 23 Feb 2025, 01:00 WIB
Aksi di BPN Jambi
Sejumlah massa aksi berjalan di di antara dapur umum darurat yang didirikan di halaman kantor ATR/BPN Jambi, Kamis (20/2/2025). Seratusan petani transmigrasi menggelar aksi menuntut keadilan agraria. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jambi - Sejumlah ibu-ibu sibuk menanak nasi, sementara yang lainnya memasak lauk di dapur darurat yang dibuat dari beberapa tumpukan bata di halaman Kantor Wilayah Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Jambi, Kamis pagi (20/02/2025). Sembari menunggu nasi dan lauk matang, kelompok bapak-bapak saling bercengkrama.

Tak berselang lama ketika ada aba-aba dari kelompok perempuan bahwa nasi dan lauk sudah masak, mereka memaksa sarapan. Di bawah tenda sederhana, mereka sarapan bersama diiringi tembang Ebit G Ade yang diputar lewat pelantang suara. Nasi dengan laut telur dadar dan tumis toge menjadi hidangan sarapan pagi itu.

“Ayo… ayo sarapan sini mas,” Mbah Sukron (80) menawari saya sarapan.

Sukron adalah warga transmigrasi Desa Mekar Sari, Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batanghari, Jambi. Bersama ratusan warga transmigrasi lainnya dari 5 wilayah desa, Sukri datang menuntut keadilan hak atas tanah. 5 desa itu meliputi Pandang Sejahtera (Tanjab Timur), Gambut Jaya (Muaro Jambi), Mekar Sari, Tebing Tinggi, dan Rawa Mekar (Batanghari).

Sejak pagi kemarin mereka menggelar aksi di Kantor Wilayah ATR/BPN Jambi untuk menyampaikan aspirasi terkait tuntutan penyelesaian konflik agraria yang tidak kunjung terselesaikan hingga saat ini. Dalam aksi demo itu sampai menginap di halaman kantor tersebut sampai tuntutan mereka diakomodir kepala ATR/BPN Jambi.

Massa Mulanya menyambut Perayaan BPN Jambi Ari Wahyudi. Pejabat BPN menyetujuinya sehingga tidak bisa memberikan tanggapan lebih jauh karena pimpinannya sedang dinas di luar. “Pimpinan kantor sedang di luar, tuntutan bapak-baoak nanti akan kami sampaikan ke pimpinan,” kata Ari Wahyudi di depan massa.

Namun massa aksi menolak. Mereka ngotot ingin bertemu Kepala Kantor ATR/BPN Jambi. Hingga akhirnya mereka sepakat menginap sampai diterima pimpinan dan tuntutan mereka segera dipenuhi.

Massa aksi petani transmigrasi itu tidur di bawah tenda, dan sebagian di teras kantor. Beralas tikar hijau mereka meriung. Mbah Sukron, tak bisa menyembunyikan kecemasannya kala nginap bersama masa aksi lainnya.

“Nyenyak enggak nyenyak, mikirin yang di rumah. Tapi kami harus bertahan sampai kami mendapatkan keadilan,” kata Sukron.

Sementara itu, salah satu perwakilan dari Desa Pandan Sejahtera, M Kasim mengatakan, dirinya dan warga lainnya telah mengikuti berbagai prosedur yang diusulkan oleh pemerintah dalam upaya penyelesaian konflik. Namun, hingga saat ini, hasil yang diharapkan belum juga terwujud.

“Semua langkah yang diusulkan pemerintah sudah saya jalani, mulai dari berbagai pertemuan, pengukuran bersama, hingga saya dilaporkan ke polisi oleh perusahaan karena dianggap provokator. Namun, hingga kini, tidak ada langkah konkret yang diambil pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini,” ujar Kasim.

Punya Sertifikat, tapi Tanah Dikuasai Mafia

Aksi di BPN Jambi
Warga membentangkan spanduk protes di halaman Kantor ATR/BPN Jambi, Kamis (20/2/2025). Aksi yang diikuti seratusan warga transmigrasi itu menuntut keadilan agraria. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)... Selengkapnya

Nasib Mbah Sukron dan seratusan petani transmigrasi di 5 desa yang tersebar di wilayah Provinsi Jambi, kian pilu. Mbah Sukron dari Mekar Sari, bercerita meski mereka punya sertifikat tanah, namun selama bertahun-tahun mereka tak bisa menikmati hasil kebun di atas tanah kapling jatah program transmigrasi.

"Kami ini legal ikut program pemerintah dan dikasih sertifikat tanah. Tapi tanah kami dikuasai mafia tanah," kata Sukron.

Mafia tanah tersebut kata Sukron, bisa dikatakan seoarang penguasa lokal dan mempunyai modal kekuatan. Bahkan di desa tersebut, pengusaha lokal sekaligus mafia tanah ini menggunakan cara-cara menakut-nakuti warga transmigrasi.

Sukron bercerita pada tahun 2005 dia mengikuti program transmigrasi. Sukron yang berasal dari ktu Jawa bersama rombongan mengikuti program transmigrasi untuk memperbaiki perekonomian. Bersama rombongannya transmigran tersebut oleh pemerintah ditempatkan di Desa Tebing Tinggi dan Mekar Sari. Mereka mendapatkan jatah lahan organisasi dan lahan usaha (LU) I dan LU II.

Meskipun mereka telah diberikan sertifikat sebagai tanda pemilik sah areal lahan usaha tersebut dan telah ditanami kelapa sawit, namun lahan mereka digusur dan dikuasai oleh mafia tanah. Penguasaan lahan ini dilakukan bertahun-tahun sejak tahun 2012.

“Hanya lahan pekarangan yang bisa kami garap. Lahan usaha yang sudah ada sertifikatnya tidak bisa karena dikuasai mafia tanah,” kata Sukron.

Sukron mengatakan selama bertahun-tahun petani transmigrasi di desanya itu hidup di bawah bayang-bayang ketakutan karena mendapatakan berbagai intimidasi.

Dampak penguasaan tanah oleh mafia tanah, kata Sukron, warga transmigran harus bekerja serabutan mulai dari tukang dodos, bangunan, dan menjadi pedagang. Sementara hidup sebagai petani yang mengelola hasil kebunnya sendiri belum bisa diwujudkan.

Petani Butuh Tanah untuk Bertani

Aksi di BPN Jambi
Perwakilan ATR/BPN Jambi menemui massa aksi. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)... Selengkapnya

Sementara itu, dalam aksinya yag didampingi Wahan Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi dan jaringan sebagai bentuk protes atas tidak diresponsnya surat permohonan audiensi No. 004/ADV/WALHIJAMBI/I/2025 yang diserahkan kepada Kepala Kanwil ATR/BPN Jambi yang baru.

Namun, kini, surat tersebut tidak mendapat tanggapan, sehingga masyarakat bersama memutuskan untuk melakukan aksi demi mendesaknya penyelesaian konflik agraria yang tidak lagi dituntaskan oleh kepemimpinan sebelumnya.

Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jambi, Abdullah, menegaskan bahwa hak atas tanah dan ruang hidup merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM). Pelanggaran HAM dalam konflik agraria ini terjadi dalam bentuk pembiaran, pengaburan, hingga penghapusan hak atas tanah masyarakat yang seharusnya dijamin oleh negara melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Masyarakat transmigrasi Ditempatkan di wilayah transmigrasi dengan harapan dapat hidup sejahtera melalui usaha pengelolaan lahan yang telah ditetapkan dalam SK yang mereka terima. Tugas BPN seharusnya memastikan lokasi atau lahan yang akan diterima oleh peserta transmigrasi jelas, tidak tumpang tindih, dan tidak berkonflik dengan kepemilikan pihak lain,” ujar Abdullah.

Ia juga menekankan bahwa BPN harus memahami dan menghormati status lahan pencadangan, bukan justru mengalihkannya secara semena-mena atau mengomersialkannya untuk kepentingan pihak lain.

Eko Mulia Utomo, perwakilan dari jaringan masyarakat, menegaskan bahwa hak masyarakat di lima desa yang terdampak konflik harus segera dikembalikan. “ATR/BPN harus segera menyelesaikan permasalahan ini dan mengembalikan tanah masyarakat yang telah digusur oleh mafia tanah,” tegasnya.

Melalui aksi ini, WALHI Jambi dan masyarakat menuntut agar Kanwil ATR/BPN Provinsi Jambi segera menyelesaikan konflik agraria yang telah berlangsung lama dan memastikan hak atas tanah masyarakat dilindungi secara adil dan transparan.

 

Respon Kanwil ATR/BPN Jambi hingga Masyarakat Tak Sepakat Hasil Notulensi

Audiensi BPN dan Masyarakat
Kepala Kanwil ATR/BPN Jambi audiensi bersama masyarakat transmigrasi yang aksi menuntut persoalan konflik agraria, Jumat (21/2/2025). (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)... Selengkapnya

Setelah menginap selama dua malam, massa aksi akhirnya ditemui Kepala Kanwil ATR/BPN Jambi Humaidi pada Jumat (21/2/2025), dalam auidensi yang digelar di teras kantor tersebut. Satu persatu perwakilan masyarakat menyampaikan kondisi permasalahan agraria yang dihadapi. Misalnya dari perwakilan Desa Mekar Sari meminta Kanwil BPN Provinsi Jambi untuk menunjukkan koordinat sertifikat masyarakat sesuai dengan sertifikat yang telah diterbitkan.

Kepala Kanwil ATR/BPN Jambi Humaidi awalnya meminta maaf karena baru bisa menemui massa aksi. Dalam pertemuan itu, Humaidi berjanji akan mencari solusi terbaik dalam penyelesaian konflik agraria sesuai aturan.

"Yang bapak-bapak menghadapi itu masalah masa lalu. Saya punya keterbatasan, namun demikian saya tidak menolak. Sama-sama kami mencari solusi sehingga masalah ini bisa selesai," kata Humaidi.

Humaidi mengatakan, ada beberapa mekanisme yang bisa ditempuh dalam penyelesaian konflik agraria tersebut. Salah satunya kata dia, melalui tim terpadu yang juga dikoordinasikan dengan kepala daerah. “Kami juga berjanji akan melaporkan (persoalan agraria) ini kepada menteri,” ujar Humaidi.

USAi audiensi, masyarakat merasa mendapat angin segar. Semua hasil audensi juga dibuat notulensi oleh ATR/BPN. Namun setelah notulensi dibuat, masyarakat menolak hasil notulen yang dibuat.

Menurut masyarakat, notulensi yang dibuat tidak sesuai dengan hasil audiensi dan notulensi tidak langsung ditandatangani pimpinan. Situasi sempat memanas. 

Ketika masyarakat meminta agar notulensi diperbaiki sesuai dengan hasil audiensi, Kabid Sengketa BPN Provinsi Jambi, Ari Wahyudi, menolak permintaan tersebut. Akibatnya, masyarakat melakukan protes dan menolak menyetujui notulensi tersebut. 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya