Kisah Nenek Sebatang Kara di Sumenep, Menyambung Hidup dari Seikat Sapu Lidi

Dari dedaunan kelapa yang berjatuhan, nenek Dayyara di Sumenep membuat sapu lidi yang dijualnya seharga Rp1000. Dalam sehari kadang dia hanya bisa membuat satu sapu lidi.

oleh Mohamad Fahrul diperbarui 23 Des 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 23 Des 2019, 12:00 WIB
Lansia Penjual Sapu Lidi
Dayyara (82), nenek sebatang kara yang menyambungkan hidupnya dari berjualan sapu lidi, saat dikunjungi Wakil Bupati Sumenep Achmad Fauzi. ((Liputan6.com/ Fahrul)

Liputan6.com, Sumenep - Di usianya yang sudah renta, Dayyara (82), nenek sebatangkara warga Dusun Dik Kodik, Desa Gapura Timur, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur masih semangat menjalani hidup. Meski kondisi tubuh tak lagi segar bugar, baginya pantang meminta-minta dan mengemis demi mendapatkan uang. Dirinya lebih memilih berjualan sapu lidi. 

Setiap hari ia selalu telaten mengumpulkan daun kelapa kering yang jatuh dari pohon di sekitar rumahnya. Daun itu kemudian dikumpulkan lalu dipisahkan janur dengan lidinya. Ketika sudah banyak, lidi tersebut diikat untuk dijadikan sapu lidi.

"Dijual seribu rupiah. Kadang cuma bisa bikin satu sehari," katanya kepada Liputan6.com, Minggu (22/12/2019).

Nenek Dayyara mengaku, membuat sapu lidi dari dedaunan kelapa kering yang jatuh jadi satu-satunya cara mendapatkan uang demi mmbeli beras dan bertaha  hidup. Dirinya menyadari sudah tak muda lagi untuk bisa mendapatkan penghasilan yang lebih besar, apalagi tenaganya sudah tak seperti di kala muda.

"Saya sudah tidak bisa bekerja. Jadi kalau urusan makan apa adanya, meskipun hanya nasi dengan petis ikan sebagai sambal," katanya.

Setiap mempunyai uang dari hasil menjual sapu lidi, langsung dibelanjakan untuk kebutuhan makan. Ia bahkan mengaku tak pernah mengonsumsi ikan dan daging, sebab uang yang dimiliki hanya cukup beli beras atau jagung sebagai bahan panganan.

"Kalau uang sedikit saya beli jagung yang sudah digiling. Itu lebih murah dibanding beras, sehingga bisa dikonsumsi lebih lama, karena jika beli beras cuma dapat sedikit," kata Dayyara.

Penghasilan yang ia peroleh dari sapu lidi sangatlah minim, kadang sehari kalau sedang tidak banyak daun kelapa kering jatuh, hanya bisa mengumpulkan lidi jadi satu ikat yang dijual seharga Rp1000. Maka pendapatan itu dikumpulkan, lalu setelah banyak dan bisa buat beli beras langsung berbelanja kebutuhan makan tersebut.

Keadaan miris nenek Dayyara mendapat perhatian khusus Pemkab Sumenep. Bahkan Wakil Bupati Kabupaten Sumenep, Achmad Fauzi menyempatkan datang ke rumah nenek Dayyara membawa bantuan sembako.

"Saya senang sekali bisa dibantu sama bapak Wakil Bupati. Jadi untuk sementara waktu tak lagi bingung kalau mau makan," katanya.

Achmad Fauzi mengaku akan merespons dengan cepat ketika ada informasi mengenai warga miskin yang butuh perhatian. Sehingga apa yang menjadi kebutuhan warga tersebut dapat segera mendapatkan solusi.

"Sebenarnya soal warga miskin itu bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Melainkan juga butuh kepedulian kita bersama, agar cepat keluar dari lingkaran kemiskinan," katanya.

Warga miskin yang berpenghasilan tidak menentu memang perlu mendapat perhatian khusus, terutama lansia, supaya penderitaan yang mereka alami tidak berkepanjangan. Bahkan pihaknya akan terus memantau warga miskin yang sudah diberi bantuan, maka dari itu akan diketahui apakah ada perubahan atau kesejahteraannya.

"Kami akan terus lakukan berbagai macam cara untuk bangkitkan gairah ekonomi warga miskin. Agar daerah ini tak lagi ada warga kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya," jelasnya.

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya