Liputan6.com, Yogyakarta - Sepanjang 2019, Yogyakarta juga punya sederet cerita yang gaungnya sampai ke tingkat nasional. Peristiwa-peristiwa seperti pernikahan, kematian, dan kasus korupsi mewarnai perjalanan daerah istimewa ini selama satu tahun.
Liputan6.com merangkum tiga kejadian besar di Yogyakarta yang berdampak sampai ke ranah nasional.
1. Pernikahan Agung Pangeran Pakualaman
Advertisement
Awal tahun dibuka dengan berita gembira dari Puro Pakualaman. Putra sulung Wakil Gubernur DIY PA X melepas masa lajangnya. Bendara Pangeran Haryo (BPH) Kusumo Bimantoro menikah dengan seorang dokter bernama Maya Lakhsita Noorya pada Sabtu, 5 Januari 2019.
Pernikahan yang dilakukan di kalangan keraton, termasuk Puro Pakualaman dikenal dengan sebutan Dhaup Ageng atau Royal Wedding.
Rangkaian acara Dhaup Ageng dimulai sejak Senin Pon, 24 Desember 2018. Prosesi acara diawali dengan upacara adat Bucalan atau menempatkan sesaji di sudut-sudut Puro Pakualaman.
Baca Juga
Lalu, dilanjutkan dengan selametan. Setelah itu, calon pengantin nyekar atau berziarah ke makam-makam leluhur Puro Pakualaman.
Sehari sebelum pernikahan digelar, BPH Kusumo Bimantoro dan Maya Lakshita Noorya menjalani prosesi nyengker atau pingitan. Keduanya tidak boleh bertemu sampai dengan akad nikah digelar di Masjid Besar Pakualaman.
Setelah akad nikah, agenda Dhaup Ageng dilanjutkan dengan rangkaian upacara panggih dan resepsi di Bangsal Sewatama, Puro Pakualaman.
Kata ageng sesudah kata dhaup berarti agung. Makna ini juga untuk menggambarkan tamu undangan yang hadir.
Tamu undangan yang hadir dari berbagai tokoh dan pejabat negara seperti Presiden Joko Widodo atau Jokowi bersama ibu negara, Iriana. Jokowi tiba di Puro Pakualaman sekitar pukul 11.00 WIB dengan didampingi Gubernur DIY Sultan HB X dan GKR Hemas.
Kerabat keraton Pakualaman hingga Raja Nusantara juga hadir dalam Dhaup Ageng ini, seperti perwakilan dari kerajaan Gowa Sulawesi Selatan, Keraton Surakarta, Keraton Mangkunegaran, Keraton Yogyakarta hingga kerajaan Skala Brak Lampung.
Pangeran Alprinse Syah Pernong putra mahkota kerajaan Skala Brak yang berumur 12 tahun datang dengan dikawal prajurit menuju Puro Pakualaman. Ia mewakili sang ayah yang berhalangan hadir.
Â
2. OTT Jaksa di Yogyakarta
Pada 19 Agustus 2019, Yogyakarta digegerkan dengan kabar salah satu staf jaksa fungsional Kejaksaan Negeri (Kejari) Yogyakarta terkena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Solo.
Kasus OTT jaksa berinisial ES ini berkaitan dengan diduga berkaitan dengan transaksi rasuah sebuah proyek yang didampingi oleh Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) di Kejaksaan Negeri Yogyakarta.
Selain ES, KPK juga menangkap empat orang lainnya, yakni dua orang swasta atau rekanan asal Solo, Kepala Bidang Sumber Daya Alam Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPUPKP) Yogyakarta, serta Ketua Pokja Badan Layanan Pengadaan Yogyakarta.
Saat ditangkap, ES sedang tidak bertugas di Yogyakarta. Ia izin ke pimpinan dengan alasan ingin menjenguk anaknya yang sakit.
OTT jaksa dan PNS oleh KPK ini merupakan kejadian pertama yang menimpa Kota Yogyakarta. Salah satu ruangan di kantor DPUPKP dalam pengawasan KPK. Kertas putih bertuliskan DALAM PENGAWASAN KPK tertempel di bagian jendela ruang Bidang Sumber Daya Air (SDA) 1 yang terletak di lantai tiga itu.
Â
Advertisement
3. Djaduk Ferianto Meninggal Tiga Hari Sebelum Ngayogjazz 2019
Seniman musik dan teater Indonesia asal Yogyakarta, Djaduk Ferianto, meninggal dunia secara mendadak pada Rabu 13 November 2019 pukul 02.30 WIB. Kepergian Djaduk mengejutkan banyak pihak terutama pemerhati dan pelaku seni di Indonesia.
Sebelum meninggal, Djaduk sempat mengikuti rapat untuk pelaksanaan Ngayogjazz hingga pukul 24.00 lalu pulang ke rumah. Selama ini memang Djaduk memang memiliki riwayat penyakit jantung dan diabetes.
Ia pergi meninggalkan kenangan tepat tiga hari sebelum pelaksanaan Ngayogjazz 2019. Meski kuliah di jurusan seni lukis ASRI Yogyakarta, Djaduk lebih dikenal sebagai seniman musik yang mampu menyatukan genre tradisi dengan modern. Adik bungsu seniman Butet Kartarejasa ini juga terlibat dalam Teater Gandrik dan juga beberapa film, baik sebagai pemeran, sutradara maupun penata musik.
Djaduk Ferianto, putra bungsu dari seniman Bagong Kusudiarjo, terlahir dengan nama Guritno, meninggal dalam usia 55 tahun. Seniman kelahiran 19 Juli 1964 ini meninggalkan seorang istri dan seorang anak dan dimakamkan di makam keluarga Sembungan Bangunjiwo Bantul DIY.
Ribuan pelayat mengiringi prosesi misa hingga pemakaman Djaduk Ferianto di Padepokan Bagong Kussudiardja Kecamatan Kasihan, Bantul, Yogyakarta, Rabu sore, 13 November 2019.
Misa Requiem (misa arwah) dipimpin oleh Romo Gregorius Budi Subanar, SJ. Romo Banar yang juga akrab dengan Djaduk sebagai seorang budayawan, memimpin misa dengan banyak kenangan. Di sela homili atau khotbah, Romo Banar mengaku sangat sulit menahan kesedihan karena kepergian Djaduk.
Dalam kotbahnya, Romo Banar menceritakan pengalamannya dengan Djaduk. Ia mengenang Djaduk yang dalam kehidupan sehari-hari selalu mengingat Tuhan sekaligus juga sangat toleran. Djaduk juga sosok yang peduli terhadap sesama, namun tak melupakan kebahagiaan keluarganya.