Kisah Kakek Ajo si Perajin, Tak Ada yang Lain Selain Rotan

Tak ada rotan, akar pun jadi tidak berlaku bagi Kakek Ajo. Dia setia sebagai perajin rotan di Pekanbaru sejak 1970.

oleh M Syukur diperbarui 11 Jan 2020, 05:00 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2020, 05:00 WIB
Ajo, salah satu pengrajin rotan di Pekanbaru sedang membuat tameng pesanan dari polisi.
Ajo, salah satu pengrajin rotan di Pekanbaru sedang membuat tameng pesanan dari polisi. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Usianya sudah senja. Agak sulit berkomunikasi dengannya karena pendengaran pria yang disapa Ajo itu mulai terganggu. Namun jangan salah, mata perajin rotan di Pekanbaru ini masih tajam meski pupilnya terlihat tak jernih lagi.

Kakek berusia 71 tahun ini begitu teliti melilit rotan pada sebuah bingkai yang sudah disiapkan jauh hari sebelumnya. Tak ada kepala paku yang meleset dari hantaman palu di genggam tangannya yang keriput.

Siang Kamis, 9 Januari 2019, di pinggir Jalan Arifin Ahmad, pemilik 13 cucu ini sedang mengerjakan tameng dari rotan. Dia terburu waktu karena ratusan pesanan harus disiapkan dalam hitungan hari.

"Kemarin ada yang pesan 500 tameng yang digunakan polisi di Pelalawan," kata pria bernama lengkap Ali Buzar ini kepada wartawan.

Dalam sehari, Ajo bisa menyiapkan enam tameng. Tentunya dengan bantuan istri, anak dan beberapa orang cucunya yang selalu setiap menemani di bangunan semi permanen, tempatnya mengais rezeki.

Tak jarang, suami dari Nurbaiti ini, mengambil pekerja dari perajin rotan lainnya jika pesanan membludak. Upah layak membuat pekerja lain betah membantu dirinya.

"Kalau pesanan tameng ini, saya dibantu pekerja lain. Tak sanggup kalau kami saja yang mengerjakan," Ajo bercerita.

Per tameng, Ajo mematok Rp130 ribu. Sebuah harga yang begitu murah melihat pengerjaannya yang begitu rumit dan tak boleh cacat ukuran.

Bagi perajin rotan lainnya, nilai itu terbilang murah. Sebab pemesan akan menjual lagi ke pengguna barang dengan harga yang berlipat-lipat.

"Sudah murah itu karena mengerjakannya bertahap. Buat bingkainya, dirangkai dan dihaluskan lagi," kata Ajo.

Berawal dari Melihat

Pengrajin rotan di Pekanbaru tengah menghaluskan tameng pesanan konsumen.
Pengrajin rotan di Pekanbaru tengah menghaluskan tameng pesanan konsumen. (Liputan6.com/M Syukur)

Melakoni usaha sebagai perajin rotan sudah dilakukan Kakek Ajo sejak tahun 1970. Awal ketertarikannya karena sering melihat penggiat usaha rotan di Pasar Bawah Senapelan.

"Saya lihat dan amati. Dalam hati berujar, kalau kayak gini saya bisa membuatnya," terang Ajo.

Dia pun meminta kepada pemilik usaha rotan kala itu agar dijadikan pekerja. Dari sanalah, Ajo mulai tekun belajar dan menguasai membuat beragam jenis barang berbahan rotan.

Tak lama kemudian, salah satu saudaranya menikah dengan orang Cirebon. Kebetulan, sang adik ipar punya keahlian lebih dalam membuat benda dari rotan.

"Saya belajar lagi hingga akhirnya membuka usaha sendiri. Itu tahun 1975 buka usaha," jelasnya.

Jalan Jenderal Sudirman, tepatnya di depan Taman Makam Pahlawan Kusuma Dharma dijadikan lokasi awal usaha. Kala itu di sana, belum banyak orang membuka usaha rotan.

Sang istri selalu setia membantunya membuat benda seperti ayunan, wadah parsel, kursi goyang dan lainnya. Beberapa anaknya juga turut menjadi pekerja.

Seiring berkembangnya Kota Pekanbaru dan Jalan Jenderal Sudirman jadi pusatnya, usaha Ajo mulai tergusur. Dia tak mampu membeli tanah yang harganya meroket tajam, pun begitu dengan menyewa.

"Akhirnya pindah ke sini, ada tetangga yang menyewakan tanah. Kebetulan rumah saya di belakang sana," ucap Ajo.

Di lokasi barunya ini, Ajo berharap masyarakat pecinta produk rotan selalu ada. Dia pun selalu siap menyiapkan ragam produk untuk ditawarkan.

Penghasilan Tak Menentu

Pengrajin rotan di Pekanbaru tengah membersihkan dan memotong rotan sebelum dibuat beragam produk.
Pengrajin rotan di Pekanbaru tengah membersihkan dan memotong rotan sebelum dibuat beragam produk. (Liputan6.com/M Syukur)

Pria kelahiran Pariaman, Sumatera Barat ini, bercerita, menjual produk rotan tak menjanjikan seperti dulu lagi. Ragam produk moderen menjadi kompetitor utama karena promosinya yang luar biasa.

Bisa dibilang, menjual produk rotan susah ditebak. Bahkan, dalam sebulan, ada hasil jari-jemarinya itu tak laku di kios yang dimilikinya.

"Susah ditebak, terkadang bisa dua bulan, apa yang saya buat tak laku," katanya.

Oleh karena itu, dia membuat produk rotan sesuai pesanan saja, meski ada satu atau dua buah yang dipersiapkan. Stok ini juga sebagai contoh jika ada pemesan yang datang.

Saat bulan baik, pemesan datang silih berganti. Tak hanya puluhan, bahkan ada ratusan produk rotan yang dipesan dari Ajo.

"Seperti tameng ini, pesanannya ada 500. Jadi tidak bisa dipastikan berapa pendapatan sebulan, yang jelas bisalah buat makan," katanya.

Biasanya, sambung Ajo, pesanan membludak saat hari besar keagamaan seperti Lebaran dan Natal. Pergantian tahun juga menjadi berkah baginya.

"Kalau imlek, biasanya banyak yang pesan untuk parsel," kata Ajo.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya