Menjaga Petani Kopi di Solok Selatan Tetap Tersenyum

Pandemi virus corona (Covidd-19) membuat semua sektor perekonomian terpukul, termasuk petani kopi di daerah.

oleh Novia Harlina diperbarui 20 Jun 2020, 06:00 WIB
Diterbitkan 20 Jun 2020, 06:00 WIB
Harga kopi arabika di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat mulai membaik setelah sebelumnya sempat anjlok karena terdampak pandemi corona.
Harga kopi arabika di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat mulai membaik setelah sebelumnya sempat anjlok karena terdampak pandemi corona. (Liputan6.com/ Novia Harlina)

Liputan6.com, Solok Selatan - Harga kopi arabika di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, mulai membaik setelah sebelumnya sempat anjlok karena terdampak pandemi corona.

Sempat anjlok ke harga Rp4 ribu per kilogram untuk ceri, kini harga kopi arabika berangsur normal menjadi Rp6 ribu per kilogram.

Salah seorang petani kopi arabika di Solok Selatan, Sutrisno kepada Liputan6.com, Rabu (17/6/2020) mengatakan mulai membaiknya harga kopi ini merupakan kabar gembira.

"Iya sudah membaik meski belum normal, normalnya itu berkisar Rp8 ribu per kilogram," katanya.

Saat ini panen kopinya mulai turun karena akan habis masa panen, sementara sebentar lagi anaknya masuk sekolah. Anjloknya harga kopi saat pandemi tentu berdampak besar pada pemasukannya.

Mereka beruntung, saat harga kopi anjlok ke Rp4 ribu per kilogram beberapa waktu lalu, ada Rumah Prosesor Kopi Rakyat yang digagas Walhi Sumbar menyelamatkan agar petani tidak terlalu rugi.

Saat itu, Rumah Prosesor Kopi Rakyat yang dikelola KPA Winalsa di Solok Selatan, membeli kopi petani seharga Rp7 ribu per kilogram.

"Tetap membeli kopi petani dengan harga yang lebih baik waktu itu agar petani tidak merugi, apalagi masa pandemi," kata Ketua KPA Winalsa, Azis.

Hingga kini Rumah Prosesor Kopi Rakyat sudah mengumpulkan 6 ton ceri kopi arabika dari petani dalam dua kali kuota pembelian.

Aziz menyebut setelah ceri kopi yang dibeli dari petani diolah menjadi green bean dan dijual, pihaknya akan mengembalikan keuntungan sebesar Rp1.000 per kilogram kepada petani yang sudah menjual kopinya ke Rumah Prosesor Kopi Rakyat.

Ia yang merupakan putra daerah Solok Selatan, berharap ke depannya lahir sebuah koperasi rakyat yang mampu menampung dan mengolah hasil panen kopi dari petani. 

Tujuan awal pendirian Rumah Prosesor Kopi Rakyat, lanjutnya untuk menjawab keluh kesah petani kopi di Solok Selatan rendahnya harga kopi.

Selanjutnya dalam waktu dekat, pihaknya menginisiasi pembentukan koperasi rakyat. Harapannya nanti setelah ada koperasi, harga kopi di Solok Selatan stabil baik pada masa panen raya maupun tidak.

Selain itu ia juga meminta Pemerintah Kabupaten Solok Selatan, untuk memperhatikan petani kopi yang ada di daerah tersebut mengingat Nagari Saribu Rumah Gadang merupakan salah satu sentra Kopi di Sumatera Barat.

"Sampai saat ini kami belum melihat respons dari Pemerintah Kabupaten untuk mengatasi permasalahan yang dialami petani kopi di Solok Selatan saat harga anjlok," Aziz menambahkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya