Liputan6.com, Blora - Di Kabupaten Blora, Jawa Tengah tepatnya di Desa Semampir, Kecamatan Jepon terdapat sebuah lokasi yang dianggap keramat atau punden. Lokasi itu dikenal pundennya Nyai Rondo Kuning atau Mbok Rondo Kuning.
Beragam cerita misteri mewarnai punden tersebut. Salah satu cerita yang masyhur, konon jika ada maling yang melewati punden itu tidak bisa keluar dan seringkali muncul fenomena aneh di luar logika manusia.
Menurut warga setempat, Sugik, fenomena di lokasi punden itu menurut cerita dahulu kala pernah diberi pagar gaib oleh suami Nyai Rondo Kuning.
Advertisement
Baca Juga
"Maling sering kebingungan tidak bisa keluar dan berenang-renang sendiri seolah ada di lautan. Padahal di sana itu daratan biasa," kata Sugik kepada tim Liputan6.com, Sabtu (4/7/2020)
Punden Nyai Rondo Kuning lokasinya ditandai dengan gubuk payung. Lokasinya dekat dengan Kerapyak, tempat yang biasa dipakai acara sedekah bumi desa setempat. Tak jauh, tampak ada pohon beringin besar tumbuh.
Konon, jika ada ranting pohonnya jatuh dengan sendirinya, tidak ada yang berani mengambil lantaran takut ketiban sial atau penyakit. Namun seiring berjalannya waktu di era modern saat ini sudah biasa saja, sudah tidak terlalu keramat.
"Sekarang banyak anak kecil yang main di sekitar pohon beringin tersebut karena rindang dan sejuk," katanya.
Sugik mengaku, dirinya sering di datangi mbok rondo dalam mimpi. Jika hendak berpergian, terkadang Nyai Rondo Kuning hadir dalam mimpi dan memberi pesan kepadanya.
Waktu anak pertamanya masih bayi, anaknya juga sering digendong oleh Nyai Rondo Kuning, namun dengan cara merasuki tubuh orang yang menggendong anaknya tersebut.
"Baik orangnya, kalau saya ya sudah hafal bentuk fisiknya Mbok Rondo Kuning," katanya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Ramalan Wabah Penyakit
Sugik menceritakan, dahulu kala pada zaman penjajahan, Nyai Rondo Kuning singgah di tempat yang kini ada gubug payungnya. Dia menyebutkan, pada tahun 2007 gubug payung tersebut dibangun warga bernama Mbah Roto, untuk dijadikan tanda tempat persinggahannya Nyai Rondo Kuning.
"Sebelum membangun gubug payung itu, Mbah Roto memberi tumbal agar warga Semampir selamat tidak terkena wabah penyakit dan tidak kemalingan," katanya.
Sugik melanjutkan, jika musim sedekah bumi, Desa Semampir pantang mengadakan festival atau acara Ketoprak dengan lakon Branjang Kawat. Karena dahulu kala pernah ada kejadian yang lakonnya ketusuk pisau sungguhan.
Branjang Kawat merupakan cerita perampok sakti mandraguna yang memiliki ilmu rawa rontek dan jika dibunuh bisa hidup lagi.
"Lalu sampai ada warga Semampir Jambean yang mengalahkan dengan cara kepala dan tubuhnya dipenggal kemudian di pisah ke seberang kali yang berbeda agar tidak hidup lagi," katanya.
Tentang Mbah Roto yang membangun gubug payung di punden Nyai Rondo Kuning, Sugik mengaku pernah diberitahu bahwa akan ada wabah penyakit yang melanda banyak daerah.
"Sekarang terbukti di tahun 2020 ini ada wabah penyakit beneran yaitu Covid-19," katanya.
Â
Â
Advertisement
Siapa Nyai Rondo Kuning?
Saat ini Mbah Roto sudah meninggal dunia. Sewaktu hidup Mbah Roto sering berkunjung di kediaman Mbah Sukir lantaran masih ada hubungan dengan Nyai Rondo Kuning.
"Mbah Sukir masih hidup, jika ingin tahu banyak tentang Nyai Rondo Kuning datang saja ke rumahnya," ujar Sugik.
Berbekal informasi itu, kemudian tim Liputan6.com mendatangi kediaman Mbah Sukir untuk mengetahui lebih jauh tentang cerita Nyai Rondo Kuning.
Terungkap dari cerita Mbah Sukir bahwa Nyai Rondo Kuning adalah seorang janda yang ditinggal mati suaminya dan seringkali mengenakan selendang warna kuning.
Menurut Mbah Sukir, Nyai Rondo Kuning adalah keponakan dari Sri Sultan Hamengkubuwono yang pertama. Suaminya bernama Kubhi yang asalnya dari Arab Saudi.
Kedatangan mereka hingga sampai di Desa Semampir dahulu kala lantaran Kubhi diterjunkan perang oleh bupati Blora untuk melawan Noyo Sentiko. Saat itu, kata Mbah Sukir, Blora sedang dijajah.
Â
Mayat Tersangkut
Mbah Sukir menjelaskan, punden Nyai Rondo Kuning yang sekarang ini ada gubug payungnya itu dulunya digunakan tempat untuk memasak dan peristirahatan jika suami pulang sehabis perang.
"Dulu Noyo Sentiko atau Noyo Gimbal itu memang mengusir penjajah Belanda, tetapi setelah Belanda berhasil di kalahkan, Naya Gimbal ingin menguasai Blora. Noyo Gimbal itu jahat." jelasnya.
Mbah Sukir mengatakan, peperangan antara pasukan bupati Blora dengan Noyo Sentiko dulu itu di Desa Bangsri. Maka dari itu dibangunlah tugu atau patung Wira Tirta di Bangsri. Namun warga sekitar Bangsri mengira patung di tugu itu Noyo Sentiko, padahal bukan.
"Wong Noyo Gimbal itu jahat, dia yang menjajah dan ingin menguasai Blora. Noyo Sentiko itu dari Jawa Timur lalu mencari ilmu hingga ke Lasem untuk bertapa agar sakti sebelum melawan musuhnya," katanya.
"Dulu waktu perang ada yang kalah mayatnya semampir (tersangkut) di pohon sehingga desa ini dinamakan Desa Semampir," pungkasnya.
(Amel Melia)
Advertisement