Liputan6.com, Yogyakarta - Persiapan menjelang era normal baru gencar dilakukan di Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta. Namun, apakah provinsi ini benar-benar sudah siap menerapkan normal baru?
Koordinator Tim Respons Cepat Covid-19 UGM yang juga menjadi bagian dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DI Yogyakarta, Riris Andono Ahmad, mengungkapkan empat indikator yang setidaknya harus dilihat sebelum memutuskan penerapan normal baru, yakni epidemiologi, sistem kesehatan, surveilans, dan masyarakat.
"Dari sisi epidemiologi, saya melihat beberapa indikator yang ada sebenarnya transmisi di DI Yogyakarta mulai terkendali," ujar Doni, Kamis (9/7/2020).
Advertisement
Baca Juga
Ia menilai transmisi mulai terkendali dilihat dari sebagian besar kasus Corona Covid-19 di DI Yogyakarta adalah kasus impor dalam kurun waktu dua minggu terakhir. Data Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DI Yogyakarta mencatat pada periode 24 Juni sampai 8 Juli 2020 terdapat penambahan kasus positif sebanyak 58 kasus dengan 29 kasus impor.
Ia tidak menampik sempat terjadi klaster baru di Bantul dari layanan kesehatan di Bantul. Meskipun demikian, jika berpatokan pada aturan World Health Organization (WHO) tentang normal baru, klaster kasus baru diperbolehkan selama terjadi di rumah sakit. Alasannya, rumah sakit adalah area risiko tinggi.
Klaster kasus menunjukkan penularan aktif, sehingga jika masih terjadi di komunitas mengindikasikan penularan belum sepenuhnya terkendali.
Dari sisi sistem kesehatan di DI Yogyakarta, Doni memandang cukup memadai, bahkan sistem kesehatan di DI Yogyakarta bisa menangani lonjakan kasus hingga 20 persen.
"Yang terpenting saat ini apakah sistem surveilansnya bisa mendeteksi kasus-kasus baru yang ada," ucapnya.
Menurut Doni, situasi saat ini mirip awal pandemi masuk DI Yogyakarta. Upaya mendeteksi kasus impor lebih dini, sehigga tidak ada penularan lokal. Apabila terjadi penularan lokal, maka bisa langsung terfokus pada kasus generasi kedua atau ketiga.
"Sisi kesiapan masyarakat menerapkan protokol kesehatan juga tidak kalah penting untuk menentukan DI Yogyakarta siap dengan normal baru atau tidak," tuturnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Prevalensi dan Positivity Rate Corona Covid-19 Tidak Mutlak Jadi Tolok Ukur
Doni mengungkapkan prevalensi kasus penularan Corona Covid-19 yang diperoleh dari jumlah kasus positif berbanding penduduk DI Yogyakarta tidak bisa digunakan untuk melihat kesiapan normal baru. Demikian pula dengan positivity rate yang diperoleh dari perbandingan jumlah kasus positif Corona Covid-19 terhadap jumlah tes yang dilakukan.
Ia menyebutkan prevalensi Corona Covid-19 di DI Yogyakarta dari beberapa survei yang dilakukan masih berkisar satu sampai dua persen. Angka ini sangat kecil untuk saat ini dan semakin lama kemungkinan prevalensi juga meningkat.
Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DI Yogyakarta juga merilis positivity rate Corona Covid-19 di DI Yogyakarta dari awal ditemukan kasus (15 Maret 2020) sampai dengan 8 Juli 2020 adalah 3,6 persen, sedangkan dalam periode 14 hari terakhir (24 Juni sampai 8 Juli 2020) menjadi 1,5 persen.
"Dengan positivity rate kecil menunjukkan transmisinya semakin sedikit, tetapi itu tergantung dari seberapa jumlah tes yang dilakukan," ucapnya.
Tidak sampai di sini, jumlah tes yang dilakukan juga tergantung dari strategy case finding (strategi penemuan kasus. Semakin lebih spesifik dalam melakukan identifikasi kelompok risiko tinggi, maka jumlah tesnya bisa menjadi lebih sedikit.
Doni menegaskan melihat kesiapan penerapan normal baru di DI Yogyakarta tidak bisa dilihat dari satu indikator. Ia menyebutkan sejumlah hal lain yang perlu diperhatikan lebih dari sekadar penurunan kasus dan positivity rate.
"Kasus di layanan kesehatan ada penurunan atau tidak, ada perubahan kasus atau tidak, banyak kasus impor atau penularan lokal dan dari semua itu bisa menyimpulkan apakah penularan lokalnya sudah terkendali atau tidak," kata Doni.
Advertisement
Normal Baru di DI Yogyakarta Belum Dipastikan
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DI Yogyakarta, Biwara Yuswantana, belum bisa memastikan waktu pelaksanaan normal baru sekalipun tanggap darurat akan berakhir pada akhir Juli mendatang.
"Kami lihat dulu beberapa waktu ke depan, (apakah) terjadi kasus-kasus di objek wisata, pusat perbelanjaan, pasar, hotel, dan lain-lain," kata Biwara.
Ia menyebutkan sejumlah persiapan yang dilakukan untuk normal baru di DI Yogyakarta, meliputi, verifikasi di tempat-tempat publik, melakukan uji coba operasional, seperti standard operational procedure (SOP), ketersediaan sumber daya, simulasi, serta evaluasi.