Mengenang Potret Keberagaman Warga Cigugur Kuningan Sebelum Kisruh Penyegelan Makam

Hidup beragam dan harmonis sudah dibangun sejak dulu kala oleh masyarakat di Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Jawa Barat.

oleh Panji Prayitno diperbarui 22 Jul 2020, 08:00 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2020, 08:00 WIB
Potret Keberagaman Warga Cigugur Kuningan Jawa Barat Hingga Penyegelan Makam Tokoh Adat
Penampakan keberagaman warga muslim dan non muslim di Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan selalu hidup harmonis dan rukun sejak lahir hingga meninggal dunia

Liputan6.com, Kuningan - Polemik penyegelan bangunan bakal makam tokoh adat Sunda Wiwitan Cigugur Kabupaten Kuningan terus bergulir. Satpol PP Kabupaten Kuningan menyegel karena bangunan tersebut dianggal tidak memiliki IMB.

Sementara itu, masyarakat Sunda Wiwitan Cigugur Kabupaten Kuningan bersikukuh bangunan tersebut adalah makam. Batu besar yang berada di atas bangunan tersebut merupakan penanda makam.

Kendati demikian, ada pesan keberagaman yang dibangun masyarakat di wilayah Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan.

"Kalau di tatar Sunda itu hanya ciri atau tetenger atau penanda makam saja. Uniknya di daerah kami proses pembangunan bakal makam hingga pemindahan batu penanda itu yang butuh waktu lama. Memang sekarang dihentikan sementara dan kami nurut saja," ujar penanggung jawab pembangunan bakal makam tokoh adat Sunda Wiwitan Cigugur Darman, Selasa (21/7/2020).

Darman mengungkapkan, proses pembangunan bakal makam tersebut dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat sekitar. Bangunan bakal makam tersebut berada di kawasan Curug Go'ong Desa Cisantana Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Jawa Barat.

Bangunan itu, kata dia, disiapkan untuk tokoh adat sepuh Sunda Wiwitan Cigugur Pangeran Djatikusumah dan istri Ratu Emalia Wigarningsih.

"Bentuk dan lokasi bangunan memang disesuaikan dengan permintan Pangeran Djatikusumah. Pembangunannya gotong royong," ujar dia.

Dia mengaku, pada proses pembangunan, tak hanya melibatkan masyarakat adat Sunda Wiwitan. Sejumlah masyarakat di Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan ikut membantu.

Menurut Darman, berat batu yang dijadikan sebagai penanda makam itu mencapai 10 ton.

"Prosesnya lama sekali. Batu itu diambil dari tanah milik orang lain, kami meminta izin terlebih dahulu. Bersama masyarakat di sini kami mengangkatnya dan memecah batunya, prosesnya lama hingga akhirnya bisa diangkat ke atas makam," papar Darman.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Gotong Royong

Potret Keberagaman Warga Cigugur Kuningan Jawa Barat Hingga Penyegelan Makam Tokoh Adat
Penampakan penyegelan bakal makam sesepuh tokoh adat Sunda Wiwitan Cigugur Kuningan Pangeran Djatikusumah oleh Satpol PP setempat, Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Semangat gotong royong dan keberagaman sangat kental dan sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Bahkan, kata dia, untuk mengangkut batu penanda membutuhkan waktu sekitar tiga bulan.

"Tidak kami jadwal tidak dibayar pula siapa saja yang mau ikut bantu dipersilahkan dan faktanya banyak yang bantu pengerjaan juga swadaya bukan dari masyarakat adat saja dari berbagai agama seperti Islam, Katolik dan lainnya ikut membantu," ujar Darman.

Darman mengaku bersama warga yang lain membangun bakal makam tersebut tanpa memandang latar belakang seseorang. Bahkan, warga di Kecamatan Cigugur sebagian besar dikenal warga yang menghormati keberagaman.

Mereka hidup rukun dan saling berdampingan sejak lahir hingga meninggal dunia. Tidak jauh dari situs Gua Maria dan pembangunan bakal makam Pangeran Djatikusumah, terdapat pemakaman umum yang beragam.

Bahkan, makam warga muslim dan nonmuslim banyak yang terlihat berdampingan. Ada makam pemeluk Islam, Katolik baik yang menghadap Timur-Barat, Utara-Selatan, dan lainnya.

"Di kami kalau ada orang yang meninggal saja yang ikut menggali bisa sampai 30 orang sekalipun hanya menggali 1x2 meter. Semua membantu tanpa membedakan latar belakang dan agama seseorang," ujar dia.

Darman mengakui, tradisi gotong royong tersebut hingga kini masih terus terjaga. Menyikapi polemik ini, Darman mengaku tetap mematuhi hukum yang berlaku.

"Semoga tidak ada masalah. Ingin kami secepatnya selesai, umur tidak ada yang tahu," kata Darman.

Girang Pangaping Masyarakat Akur Sunda Wiwitan Okky Satrio Djati mengatakan batu satangtung itu bukan lah tugu. Okky menegaskan tak akan membongkar bangunan bakal makam yang sudah disegel, termasuk batu satangtung.

Okky juga menyayangkan adanya ormas yang menyuarakan sentimen SARA tentang pembangunan bakal makam tersebut.

"Kami pantang membongkar, yang sudah kami bangun. Kami sudah membangun dengan gotong royong yang positif, kalau mereka ingin membongkar dan mencontohkan gotong royong yang negatif silakan," kata Okky.

Sebelumnya, Satpol PP Kabupaten Kuningan menyegel bangunan bakal makam sesepuh Sunda Wiwitan, yakni Pangeran Djatikusumah dan Ratu Emalia Wigarningsih. Bangunan tersebut dinilai tak memiliki IMB.

Kepala Satpol PP Kuningan Indra Purwantoro mengatakan bangunan bakal makam tersebut masuk kategori tugu. Sehingga, Indra, sesuai Perda nomor 13/2019 tentang IMB menyebutkan tugu termasuk dalam bangunan non-gedung, yang harus memiliki IMB.

"Makam itu bagian dari tugu, satu kesatuan. Jadi disegel. Bangunan di sana kita kategorikan tugu. Menurut KBBI, tugu itu bangunan tinggi yang terbuat dari batu, bata, dan lainnya," sebut Indra.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya