Pengusutan Perusahaan Pembakar Lahan Dikritik, Ini Kata Aktivis Lingkungan

Jikalahari mengkritisi kinerja Polda Riau dalam penanganan kebakaran lahan yang melibatkan perusahaan, hal ini mendapat tanggapan dari aktivis lingkungan lainnya.

oleh Syukur diperbarui 05 Okt 2020, 10:00 WIB
Diterbitkan 05 Okt 2020, 10:00 WIB
Personel Polda Riau mendinginkan bekas kebakaran lahan agar apinya tidak menyala lagi.
Personel Polda Riau mendinginkan bekas kebakaran lahan agar apinya tidak menyala lagi. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Pengusutan pembakar lahan terus dilakukan Polda Riau di tengah pandemi Covid-19. Tak hanya perorangan, perusahaan juga tak luput dari jerat hukum sehingga sudah beberapa korporasi jadi tersangka kebakaran lahan.

Meski demikian, kinerja Kapolda Riau Irjen Agung Setya Imam Effendi melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus belum membuat Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) senang. Organisasi atau NGO lingkungan meminta Kapolri Jenderal Idham Aziz mengevaluasi jajarannya itu.

Jikalahari belum puas karena perusahaan hutan tanaman industri PT AA belum menjadi tersangka. Alasannya, sudah 100 hari anak perusahaan SM Group itu dilaporkan tapi dinilai belum ada perkembangan.

Apa yang disuarakan Jikalahari ini mendapat tanggapan dari Wakil Koordinator Jikalahari periode 2011-2013, Fadil Nandila. Dia menyoroti langkah penerusnya di NGO lingkungan tersebut dalam mengkritisi permasalahan karhutla di Bumi Lancang Kuning.

Fadil melihat Jikalahari sedang melakukan framing kepada masyarakat Riau, nasional, termasuk dunia bahwa pemerintah takut terhadap korporasi atau perusahaan.

"Nuansanya seperti sedang membangun gerakan ketidakpercayaan publik kepada pemerintah karena perusahaan sudah membeli penegak hukum, ini jelas salah," ungkap Fadil, Minggu siang, 4 Oktober 2020.

Menurut Fadil, menggambarkan kepolisian tidak mampu menegakkan hukum bisa membuat ketidakpercayaan publik kepada hukum. Jika itu terjadi, Indonesia sebagai negara hukum juga akan runtuh.

Fadil menilai Kapolda Riau tidak mungkin bermain-main menegakkan hukum dalam perkara karhutla. Apalagi, Kapolda Riau sudah mencetuskan Dashboard Lancang Kuning untuk mendeteksi dan menanggulangi karhutla.

"Aplikasi ini diadopsi menjadi Lancang Kuning Nasional, darimana Jikalahari tahu Polda Riau tak melakukan proses penyelidikan kasus Karhutla di Riau?" terang Fadil.

Fadil menyarankan Jikalahari berdiskusi dengan penegak hukum dan memotivasi penegakan hukum. Hal ini pernah dilakukan Jikalahari pada tahun 2006-2008 dengan Polda Riau.

"Ketika itu kami berkolaborasi dengan Polda Riau, dalam penegakan hukum illegal logging," jelas Fadil.

Aktivis di Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) ini meminta Jikalahari merawat kerja sama dengan institusi pemerintah. Bukan sebaliknya, mempromosikan ketidakmampuan serta memberikan citra negatif dalam penanganan kebakaran lahan.

"Karena menyalahkan saja atau promosi ketidakmampuan institusi pemerintah, tidak akan menyelesaikan masalah karhutla di Riau," jelas Fadil.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Kritik Pedas Jikalahari

Sebelumnya pada 1 Oktober, Jikalahari melalui koordinatornyo, Made Ali mendesak Kapolri mengevaluasi kinerja Kapolda Riau karena belum menetapkan PT AA sebagai tersangka.

"Kapolri (diharap) 'menempeleng' Kapolda Riau sebagai evaluasi kinerja penegakan hukum karhutla terhadap korporasi HTI yang diistimewakan oleh Polda Riau,” kata Made.

Made menyebutkan, konsesi PT AA pada 28 Juni 2020 terbakar 83 hektare. Selanjutnya pada 2 hingga 6 Juli 2020 Jikalahari melakukan investigasi ke lahan terbakar.

Di lapangan, terang Made, tim melihat proses pemadaman/pendinginan sedang dilakukan Manggala Agni dan perusahaan. Areal terbakar merupakan lahan bekas staking (persiapan) yang akan ditanam akasia.

Beberapa hari berikutnya, Jikalahari kembali melakukan investigasi ke sana. Di sekitar areal yang terbakar, tim tidak menemukan police line maupun segel dari Polres atau Polda yang menunjukan bahwa areal sedang dalam penyidikan atau penyelidikan.

"Lahan terbakar 20 x 20 meter saja disegel oleh Polresta Pekanbaru. PT AA terbakar seluas 83 hektar, Polda Riau dan Polres Pelalawan tidak berani menyegel," kata Made.

Made menyebut Jikalahari telah melaporkan PT Arara Abadi ke Polda Riau terkait dugaan tindak pidana perusakan dan pencemaran lingkungan hidup dan melanggar ketentuan Pasal 98 Ayat (1) UU No 32 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada 4 Agustus 2020.

"Hingga kini belum ada tindak lanjut dari Polda Riau," ucap Made.

Menurut Made, kebakaran di PT AA bukanlah yang pertama. Pada 2019, lahan PT AA di Distrik Dosan, Kabupaten Siak, juga terbakar dan disegel Gakkum KLHK.

"Namun sampai saat ini tidak ada perkembangan penyidikannya," kata Made.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya