Liputan6.com, Aceh - Lembaga nonpemerintah di Aceh mendesak kementerian agar segera menindak perusahaan yang menjadi rekanan PLTU di provinsi tersebut. Perusahaan tersebut dituding bertanggung jawab atas tumpahan batu bara dari tongkang yang terdampar di kawasan pesisir pantai Kabupaten Nagan Raya.
Tongkang yang digunakan PT Adhi Guna Putra itu terhempas ke pesisir pantai Gampong Lhok, Kecamatan Kuala Pesisir, pada Selasa (28/7/2020). Penyebabnya diduga akibat ikatan talinya terlepas dari tugboat (kapal tunda) karena badai serta angin kencang ketika sedang mengangkut batu bara untuk PLTU 1 dan 2 yang merupakan milik PLN (Persero) dengan kapasitas 2x100 megawatt.
Muatan tongkang itu bervolume 1.500 metrik ton, tetapi, angka itu masih disangsikan karena perusahaan tersebut belum mengajukan daily report (laporan harian) resminya mengenai total muatan selama kegiatan pengangkutan. Jumlah batu bara yang tumpah tentunya berdampak pada signifikansi akibat yang akan ditimbulkan terhadap lingkungan serta biota laut di kawasan itu.
Advertisement
"Waktu diminta oleh DLHK, perusahaan tidak memberikan daily report mereka. Makanya, kita masih sangsi untuk memastikan jumlahnya. Bisa jadi lebih banyak," tukas Koordinator GeRAK Aceh Barat, Edy Syah Putra, dalam keterangan resminya kepada Liputan6.com.
Kata Edy, kondisi tongkang bernama Sun Lion V itu telah hancur sebagian akibat dibiarkan terbengkalai di darat selama berbulan-bulan. Kondisinya sama dengan tumpahan batu bara yang juga belum disentuh sama sekali sejak peristiwa keterdamparan tongkang. Padahal, telah ada poin tertulis tentang jadwal tindak tanggap darurat dari dinas, terkait pembersihan serta evakuasi yang mesti dilakukan oleh PT Adhi Guna Putra dengan waktu paling lambat akhir September lalu.
Simak Video Pilihan Berikut:
Poin Kesepakatan
Dalam dokumen verifikasi lapangan DLHK Nagan Raya, disebutkan bahwa PT Adhi Guna Putra terbukti bertangggung jawab atas tongkang yang kandas itu, termasuk kerusakan serta pencemaran lingkungan yang telah diakibatkan olehnya.
Dokumen itu pun dibenarkan dan ditandatangani Manajer Bagian Coal Ash Handing PLN, Pembangkitan Sumbagut Unit Pelaksana Pembangkit Nagan Raya, Aulia Hamdi, serta pihak PT Adhi Guna Putra yang diwakili oleh Amrizal, kepala cabang Kota Lhokseumawe untuk perusahaan tersebut.
Di dalam dokumen itu terdapat 8 poin "rencana tindak" yang wajib dilakukan oleh PT Adhi Guna Putra, antara lain, mengevakuasi tongkang, membersihkan tumpahan batu bara dari laut beserta teknisnya termasuk pelibatan ahli di dalam prosesnya. Namun, ketika dikonfirmasi oleh Liputan6.com, pihak perusahaan melontarkan jawaban yang terbilang bertolak belakang dengan poin-poin yang ada di dalam dokumen tersebut.
"Kami menduga bahwa pemerintah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten serta Gakkum Kementerian LHK tidak serius serta tidak mampu memberikan sanksi tegas terhadap perusahaan tersebut, apalagi rekanan tongkang dan batubara tersebut terindikasi milik BUMN)," tukas Edy yang mengaku telah menyurati gubernur dengan tembusan ke Dirjen Gakkum LHK yang merupakan satuan kerja kementerian tersebut.
Advertisement
Perusahaan Diduga Buang Badan
Sebaliknya, Kepala Cabang Kota Lhokseumawe PT Adhi Guna Putra, Amrizal, mengatakan bahwa kewajiban evakuasi tongkang yang terdampar itu bukan wewenang mereka, tetapi pemiliknya yang berada di Medan. Status PT Adhi Guna Putra hanya sebagai pengoperasi saja.
"Kalau di darat, kita rental mobil, lah," jawab Amrizal, via telepon, belum lama ini.
Namun, Amrizal mengatakan bahwa pihaknya telah menekan pemilik tongkang serta akan terus memonitor hingga terlaksananya evakuasi. Dari penjelasanya, diketahui bahwa sejauh ini pemilik tongkang baru pada tahap berkoordinasi dengan pihak asuransi mereka mengenai keputusan evakuasi tersebut.
"Apakah itu mau ditarik atau bagaimananya. Tapi, sebelum-sebelumnya, saya minta dari owners-nya ini agar segera itu diangkat," ujar Amrizal.
Di pihak berbeda, Kabid Pengawasan DLHK Nagan Raya, Samsul Kamal, tidak sepakat dengan pernyataan bahwa evakuasi tongkang yang terdampar tersebut bukan merupakan kewenangan PT Adhi Guna Putra. Itu dinilai bertentangan komitmen yang tertera di dalam dokumen verifikasi, apalagi, insiden force majeure berupa terhempasnya tongkang terjadi ketika ia digunakan atas nama perusahaan rekanan BUMN tersebut.
"Mereka yang tangani itu, apa, yang apa, termasuk dengan akibat-akibatnya. Semua orang itu yang tanggung jawab," lontar Samsul.