Guru Besar Hukum Universitas Trisakti: Ada yang Janggal dalam Kasus Suap DPRD Sumut

Guru Besar dalam ilmu Hukum Pidana Universitas Trisakti Jakarta, Prof. Andi Hamzah, menyebut ada yang janggal dari keputusan yang menyatakan sebanyak 64 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (Sumut) tersangka penerima suap.

oleh Reza Efendi diperbarui 11 Jun 2021, 17:10 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2021, 17:10 WIB
Ilustrasi Kasus Suap
Ilustrasi Kasus Suap (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Medan Guru Besar dalam ilmu Hukum Pidana Universitas Trisakti Jakarta, Prof. Andi Hamzah, menyebut ada yang janggal dari keputusan yang menyatakan sebanyak 64 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRD Sumut) tersangka penerima suap.

Hingga saat ini, kasus suap DPRD Sumut yang menjebloskan 64 tersangka masih dalam tanda tanya. Sebab, 64 tersangka tersebut adalah penerima suap. Lalu, bagaimana dengan pemberi suap?

"Saya bilang janggal. Kenapa hanya penerima suap saja yang menjadi tersangka, yang memberi masih berkeliaran di luar," kata Andi dalam acara seminar secara virtual diselenggarakan Lazzaro Law Firm, Kamis, 10 Juni 2021.

Andi Hamzah menyarankan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tegas dalam menindak kasus-kasus suap. Menurutnya, seringkali pasal-pasal yang diterapkan untuk menjerat pemberi dan penerima suap kurang tepat.

"Iya, secara kasat mata, KPK kelihatan ingin memberikan efek penjeraan secara maksimal kepada penerima suap. Tapi, dalam praktiknya, KPK cenderung kurang memperhatikan detail pasal, sehingga banyak kasus suap seperti lepas begitu saja," sebutnya.

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Beberkan Beberapa Kejanggalan

Seminar daring
Acara seminar secara virtual diselenggarakan Lazzaro Law Firm, Kamis, 10 Juni 2021.

Advokat Rinto Maha dalam acara tersebut mengatakan, ada beberapa kejanggalan dalam kasus suap anggota DPRD Sumut tersebut. Menurutnya, paling mencolok dan tidak logis adanya barang bukti yang hanya di-ceklis tanpa paraf saat menerima suap.

Dicontohkan Rinto, untuk Saleh Bangun, Ajib Shah, Chaidir Ritonga CS, dijadikan tersangka tanggal 3 November 2015. Didakwa semua menerima suap sesuai catatan Ali Hanafiah.

"Anehnya, catatan itu bukan hanya di-ceklis tanpa paraf, namun diantarkan Randiman dan Ali Hanafiah setelah penetapan tersangka tanggal 5 November 2015 ke kantor penyidik. Itu menjadi bukti, dan diterima," sebutnya.

Pertanyakan Status Pemilik Uang

Ekspresi Mantan Gubernur Sumut Saat Jadi Saksi di Pengadilan Tipikor
Mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo sebelum memberi kesaksian di sidang lanjutan kasus suap DPRD Sumut dengan terdakwa Rijal Sirait, Fadly Nurzal, Rooslynda Marpaung dan Rinawati Sianturi di Pengadilan Tipikor, Jakarta (5/12). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Rinto berpandangan, hal tersebut sebagai rekayasa paling tidak masuk akal. Tapi, bisa memasukkan 64 anggota DPRD Sumut menjadi tersangka.

"Nah, yang punya uang, yang membagikan, yang mengumpulkan, yang menyuruh, dan yang menjadi otak dari semua ini, semua tidak tersangka. Masih bebas hingga sekarang," tandasnya.

Dalam seminar itu, selain Andi Hamzah dan Rinto Maha, pembicara lainnya adalah Advokat Patrice Rio Capella dan pakar hukum pidana dari UKI Jakarta, Mompang Panggabean.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya