Pesan Spiritual Batik Tuban di Singapura

Sekar Kawung dan aNERDgallery menghadirkan produk budaya batik Tuban di Singapura.

oleh Liputan6dotcom diperbarui 08 Des 2021, 09:29 WIB
Diterbitkan 08 Des 2021, 09:29 WIB
Sekar Kawung dan aNERDgallery menghadirkan produk budaya batik Tuban di Singapura.
Sekar Kawung dan aNERDgallery menghadirkan produk budaya batik Tuban di Singapura.

Liputan6.com, Jakarta - Sekar Kawung Foundation bekerja sama dengan aNERDgallery menggelar pameran budaya tenun dan batik gedog Tuban di Stamford Art Center Singapura yang bertajuk Mancapat: An Expression of Life Through the Art of Batik Tenun Gedog. Pameran akan berlangsung 4-12 Desember 2021.

Pameran yang dibuka secara resmi oleh Duta Besar RI untuk Singapura Suryo Pratomo ini mengajak pengunjung untuk mengontemplasikan keberlanjutan hidup, kematian dan upaya merawat memori melalui kombinasi tekstil etnografis dan koleksi bahan-bahan dari Kerek, Tuban, Jawa Timur. Karya budaya Indonesia ini berdampingan dengan karya instalasi kontemporer oleh seniman tekstil dari Singapura dan Indonesia.

Mancapat merupakan presentasi dari pandangan hidup kosmologi Jawa sebagai serangkaian peristiwa, dari lahir, tumbuh menjadi remaja, menikah, menjadi tua dan menghadapi kematian, sebagai satu roda kehidupan yang terus bergulir. Nilai-nilai dan wejangan hidup Mancapat biasa disampaikan melalui tembang, namun uniknya di Kerek, Tuban, ia juga disampaikan melalui budaya tekstil tenun gedognya.

Mancapat, tidak saja memberi tuntunan tentang hubungan antara manusia dengan sesama, namun juga tentang hubungan manusia dengan Yang Maha Kuasa, dan dengan saudara kembar spiritual yang menemani selama hidup di bumi ini atau yang dikenal dengan “sedulur papat kalima pancer” sebagaimana termaktub di dalam batik tulis klasik bermotifkan ‘gringsing tutul”.

Dalam kosmologi Mancapat semua bersifat sirkuler, lahir dariNya dan kembali kepadaNya. Dalam dunia modern sekarang ini circularity dan closing the loop atau menutup lingkaran, sering diasosiasikan dengan kelestarian, sebuah gagasan yang mempertanyakan konsumsi material manusia dan dampaknya pada biodiversitas dan warisan budaya.”

Tuban adalah tempat yang sangat unik dari segi budaya tekstil tradisionalnya. Hingga kini penenun di sini hanya memakai benang yang mereka pintal dari kapas yang mereka tanam sendiri.

"Budaya sandangnya bisa dikatakan benar-benar mencerminkan swadesi. Mandiri dalam segala hal," kata Chandra Kirana, founder Sekar Kawung, dalam keterangan tertulisnya.

Tuban menghasilkan kain-kain indah yang merefleksikan sejarah budaya tekstil yang panjang, dan kejeniusan memanfaatkan keragaman hayati yang purna. Keuletan untuk terus memproduksi kapas dan benang secara mandiri ini, hampir tidak bisa ditemui di sentrasentra tenun lainnya di Nusantara.

Pada umumnya sentra tenun sudah bergantung kepada benang pabrikan yang diimpor dari luar negeri. Bahkan diperkirakan lebih dari 90 persen benang yang digunakan oleh para penenun tradisional berasal dari kapas yang diimpor.

“Di Tuban, ibu petani menanam kapas, memintal benang, menenun kain dan membatik di atas kain yang mereka buat sendiri, kami ingin merayakan kearifan lokal yang mencerminkan kesempurnaan ekonomi sirkuler kontemporer ini," kata Chandra.

Kain yang dipamerkan akan dipajang mengikuti aliran perkembangan kehidupan manusia sebagaimana direfleksikan dalam Mancapat yaitu dari kelahiran, menjadi akil baliq, menjadi dewasa, menua, meninggalkan dunia dan terlahir kembali.

Semuanya disimbolisasikan di dalam serangkaian alat pembuat tekstil tradisional, foto-foto, kain-kain tenun tradisional dan empat instalasi seni tekstil modern oleh seniman-seniman; Agatha Lee (Singapura), Marina Gosali (Indonesia), dan Noor Iskandar (Singapura). Ketiga seniman ini merespon tema pameran dan memakai bahan bahan benang dan tekstil dari Kerek, Tuban.

Penyajian foto-foto etnografis yang disajikan merefleksikan kondisi terkini yang dialami oleh pekerja-pekerja seni tradisional Kerek di dalam bentang alam yang berubah secara sangat cepat dan menjadi terindustrialisasi. Kontras terhadap ini, instalasi seni kontemporer yang disajikan oleh ke tiga seniman tekstil justru terinspirasi oleh cerita masa lalu dan legenda yang dulu pernah hidup di Kerek Tuban.

"Yang lalu ini menjadi benih penginspirasi kreasi-kreasi baru melahirkan pemikiran dan wacana yang baru," kata Tony Sugiarta, Managing Director yang memimpin proses kurasi pameran ini.

 

Saksikan Video Pilihan Ini

Inisiatif Sekar Kawung

Sekar Kawung dan aNERDgallery menghadirkan produk budaya batik Tuban di Singapura.
Sekar Kawung dan aNERDgallery menghadirkan produk budaya batik Tuban di Singapura.

Sekar Kawung Foundation adalah sebuah social enterprise yang bekerja dengan masyarakat lokal di Indonesia untuk mengembangkan ekonomi hijau berbasiskan warisan budaya dan keragaman hayati atau biodiversitas yang mereka miliki. Chandra Kirana mendirikan Sekar Kawung pada 2015.

Pada 2017 Sekar Kawung menyelenggarakan pameran tunggal bagi kelompok tenun Paluanda Lama Hamu di Museum Bank Mandiri Jakarta bertajuk 'Karya Adiluhung Pendorong Ekonomi Lestari: Menguak Spiritualitas dan Simbolisme di Balik Seni Tenun Ikat Pewarna Alam Sumba Timur'.

Saat ini Sekar Kawung sedang mengembangkan program pengembangan benih kapas coklat dan revitalisasi pewarnaan alami bersama dengan sejumlah petani dan penenun di Tuban, Jawa Timur. Selain itu, Sekar Kawung sedang mengeksplorasi pengembangan pasar di kalangan para pecinta eco-fashion dengan menggunakan kain-kain karya para penenun dan pembatik Tuban dengan sejumlah desaigner fashion kontemporer termasuk Indira Cestra Soerojo, Wahyo Abraham, Josepin Sri Ningsih dan Julia Anggraeni.

Diharapkan dengan demikian maka sentra tenun dan batik gedog di Kerek Tuban akan bisa terus hidup menembus zaman dan tetap mampu menjadi kontemporer tanpa meninggalkan nilai-nilai adiluhung yang klasik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya