Liputan6.com, Pati - Ada saja ulah masyarakat yang ingin instan dalam mendapatkan pundi-pundi uang. Seperti yang dilakukan oleh KL (46), warga Tuban, Jawa Timur, yang terpaksa berurusan dengan Kepolisian Polres Pati lantaran memproduksi minuman keras (miras) ilegal jenis arak di Pati.
Polres Pati menggerebek rumah produksi miras ilegal yang dioperasikan oleh KL yang omzet produksi araknya itu mencapai ratusan juta.
Diduga KL memproduksi miras ilegal bekerja sama dengan rekannya, yakni GW yang saat ini masih buron. Untuk diketahui tempat produksi miras tersebut berada di Dukuh Tlogowiru, Desa Tegalharjo, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati.
Advertisement
Kapolres Pati AKBP Christian Tobing mengatakan, pihaknya menyita alat-alat produksi miras jenis arak oplosan milik tersangka.
Baca Juga
"Jadi tempat itu berupa pabrik minuman keras, kami sita alat-alatnya. Di antaranya tungku penyulingan, drum, dan botol-botol miras yang sudah dikemas. Dari hasil pengecekan laboratorium forensik, ditemukan bahwa kadar (alkohol) juga tidak sesuai, termasuk miras oplosan. Kadarnya 25 persen,” kata Kapolres dalam konferensi pers di markas Sat Samapta Polres Pati, Sabtu (11/12/2021).
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Penjara 5 Tahun atau Denda Rp10 Miliar
AKBP Christian menyebut, diduga KL mengedarkan miras produksinya yang dikemas dalam botol berukuran 1,5 liter di wilayah eks-Karesidan Pati hingga ke wilayah Tuban.
"Dilihat dari alat yang digunakan, termasuk drum, dalam dua minggu mereka bisa produksi 5.000 botol. Omzetnya Rp60 juta sampai Rp100 juta per bulan," ujar Kapolres.
Sementara itu, atas perbuatannya tersebut KL melanggar UU tentang larangan memproduksi minuman keras dengan ancaman hukuman paling lama lima tahun atau denda pidana paling banyak Rp10 miliar.
"Hukumannya maksimal 5 tahun atau denda Rp10 miliar rupiah," ujar dia.
Tak hanya itu, KL dianggap melakukan tindak pidana tidak melengkapi label berbahasa Indonesia pada barang yang diperdagangkan di dalam negeri serta tidak memiliki izin usaha di bidang perdagangan.
"Memperdagangkan barang dengan label tanpa memiliki izin usaha," katanya.
Advertisement