Cerita Rakyat Aceh: Kura-Kura dan Putri Bungsu

Cari tahu cerita rakyat dari Aceh yang satu ini. Cerita ini mengenai seekor kura-kura yang menikahi putri raja. Simak kisahnya.

oleh Rino Abonita diperbarui 25 Feb 2022, 02:00 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2022, 02:00 WIB
Ilustrasi mimpi, hewan kura-kura
Ilustrasi mimpi, hewan kura-kura. (Photo by Autumn Bradley on Unsplash)

Liputan6.com, Aceh - Konon tinggallah sepasang suami istri miskin yang tidak memiliki anak di sebuah negeri. Maka memohonlah suami istri itu kepada Yang Maha Kuasa agar mereka dikaruniai seorang anak sekalipun menyerupai seekor kura-kura.

Setahun kemudian, anak mereka pun lahir. Suami istri itu menerimanya dengan suka cita walaupun anak mereka tersebut ternyata memang seekor kura-kura.

Suatu hari, si kura-kura menyuruh ibunya untuk menghadap ke istana untuk meminta mata kail beserta benangnya kepada sang baginda raja. Kura-kura itu mengatakan bahwa dirinya berniat memancing ikan ke kali.

Sang raja ternyata mengabulkan keinginannya. Kura-kura itu pun pergi memancing ke kali.

Dengan membaca Bismillah, ia pun melempar kailnya ke sungai, dan tidak disangka-sangka, mata kail digigit oleh ikan besar. Ia lalu membawa pulang hasil pancingannya ke rumah dengan hati yang riang gembira.

Kedua orangtuanya pun senang bukan main. Si kura-kura pun menyuruh ibunya untuk menyiangi ikan tersebut serta berpesan agar memberikan sebagian ikan itu kepada raja sebagai ucapan terima kasih.

Sang ibu pun menuruti kemauan anaknya. Ia memasak sebagian ikan tersebut untuk mereka makan sementara sebagian lagi diantarkan kepada raja.

Raja yang takjub dengan ukuran ikan yang ada di hadapannya langsung bertanya kepada ibu si kura-kura berapakah harga ikan tersebut. Ibu si kura-kura mengatakan bahwa ikan yang dibawanya sama sekali tidak dijual, tetapi hendak diberikan secara cuma-cuma kepada raja dari anaknya.

Sang raja pun senang alang kepalang lalu memuji kebaikan hati kura-kura dan tidak lupa pula menitipkan sejumlah bahan kebutuhan dapur kepada ibu si kura-kura. Keesokan harinya, kura-kura kembali pergi memancing dan mendapat ikan yang jauh lebih besar dari hari sebelumnya.

Kura-kura lagi-lagi berpesan kepada ibunya agar memberikan sebagian dari ikan tersebut kepada raja. Begitu pula pada hari selanjutnya, ketika kura-kura mendapat ikan lebih banyak dari biasanya, ia selalu berpesan agar menyisihkan sebagian hasil pancingannya kepada raja.

Hal yang sama berlangsung hingga hari keenam. Tepat hari ketujuh, kura-kura tidak lagi menyuruh ibunya untuk mengantarkan sebagian ikan yang ia pancing kepada raja, akan tetapi meminta ibunya untuk melamar putri sang raja.

Tentu saja ibu si kura-kura terkejut dengan permintaan yang terdengar sangat mustahil tersebut. Ia pun menyanggah permintaan anaknya karena hal itu sungguh tidak mungkin terjadi.

Namun, kura-kura mengatakan bahwa tidak ada yang mustahil di dunia ini sebelum dicoba. Mendengar kekerasan hati anaknya, maka dengan ragu-ragu perempuan itu pun menuju ke istana.

Ketika berhadapan dengan sang raja, ibu si kura-kura tidak berani menyampaikan maksudnya. Melihat gelagatnya, raja pun mendesak agar ibu si kura-kura segera menyampaikan apa sebenarnya maksud kedatangannya.

Maka dengan terbata-bata, ibu si kura-kura mulai mengutarakan niatnya dengan mengatakan bahwa kabarnya di tempat itu ada sekuntum bunga yang ingin sekali dipetiknya jika diizinkan.

Raja menangkap kalimat si ibu kura-kura tanpa menaruh curiga bahwa sebenarnya terdapat maksud tersirat yang hendak diutarakan di sana. Ia pun mengatakan bahwa memang benar di tempat itu ada sekuntum bunga yang dengan senang hati dipersilakan untuk dipetik.

Ibu kura-kura pun mengklarifikasi bahwa maksud sebenarnya bukan itu, akan tetapi bunga yang dimaksud adalah putri bungsu sang raja. Mendengar perkataan ibu si kura-kura, maka beranglah sang raja.

Ia pun segera mengusir ibu si kura-kura dari hadapannya lalu menyuruh algojo untuk mencambuknya sehingga perempuan itu pun pingsan. Setelah sadar, dengan rasa perih yang masih menempel ibu si kura-kura pun berjalan pulang dengan tertatih lalu mengadukan apa yang telah terjadi kepada anaknya.

Betapa hancur hati si kura-kura mendengar bahwa raja telah menyiksa ibunya sedemikian rupa. Diam-diam ia pun menampung air liurnya sendiri lalu mengelapnya ke sekujur tubuh ibunya sehingga luka-luka yang dialami oleh ibunya sembuh seketika.

Beberapa hari kemudian, si kura-kura kembali menyuruh ibunya untuk mendatangi sang raja dengan maksud yang sama. Mau tidak mau, ibu si kura-kura kembali menuruti keinginan anaknya.

Namun, ibu si kura-kura heran karena kali ini raja tidak marah. Bahkan, raja mengatakan bahwa ia menerima pinangan tersebut asalkan putrinya setuju.

Simak video pilihan berikut ini:

Tempurung Rahasia

The Princess Diaries – Meg Cabot (2000)
Ilustrasi Membaca Novel Credit: pexels.com/Ben

Hati ibu si kura-kura sedikit berbinar. Padahal, sejak awal raja telah berpesan kepada putrinya agar menolak setiap lamaran yang diajukan oleh si kura-kura melalui ibunya.

Ketika ibu si kura-kura menemui putri bungsu, sungguh di luar dugaan ternyata putri yang cantik jelita itu malah menerima lamarannya. Betapa murkanya sang raja mendengar hal itu.

Ketika putri bungsu mengutarakan hasratnya kepada sang ayah agar memberikan izin memakai salah satu ruang istana untuk melangsungkan pernikahan, ayahnya mengatakan bahwa ia tidak akan sudi. Tidak ada tempat bagi mereka di istana itu.

Putri bungsu pun memutuskan meninggalkan istana kemudian membangun sebuah gubuk kecil dengan memanfaatkan bambu dan anyaman buah kelapa. Pada hari yang telah dijanjikan, si kura-kura pun mendatangi calon istrinya.

Si kura-kura berdoa agar Allah mendatangkan tujuh ulama ke tempat itu untuk menikahkan dirinya dengan putri bungsu. Doa tersebut pun dikabulkan, sehingga mereka sah jadi sepasang suami istri.

Setelah ketujuh ulama pergi, tidurlah si kura-kura bersama istrinya. Saat itu, sesuatu yang ajaib pun terjadi.

Tiba-tiba si kura-kura perlahan keluar dari tempurungnya. Ia kini telah menjelma menjadi seorang lelaki yang tampan lagi gagah, sementara putri bungsu sedang tertidur lelap.

Kemudian, sarung kura-kura yang sudah dilepas pun berubah jadi seekor kuda yang dilengkapi perlengkapan perang. Tidak hanya itu, ruangan itu juga dipenuhi uang dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.

Lelaki itu pun segera beranjak ke pasar untuk membeli perhiasan dan pakaian untuk istrinya. Sekembalinya dari pasar, ia menaruh semua barang-barang itu ke dalam peti lantas berpura-pura menyenggol tangan putri bungsu agar istrinya itu terbangun.

Putri bungsu pun heran saat mendapati ada sebuah peti asing di dalam rumah mereka. Ia sempat bertanya kepada suaminya, yang saat itu telah kembali menjelma jadi kura-kura, mengenai peti tersebut.

Si kura-kura mengatakan bahwa itu adalah peti mereka. Ketika dibuka, putri bungsu pun terkesima dan tidak dapat berkata-kata.

Namun, hatinya masih disusupi oleh tanda tanya yang besar. Dari siapakah peti tersebut berasal?

Pada malam selanjutnya, hal yang sama kembali terjadi, dan terus berulang sampai malam keenam. Pada malam ketujuh, putri bungsu yang merasa penasaran pun diam-diam mengintip lalu menemukan bahwa suaminya yang sebelumnya merupakan kura-kura kini telah menjelma jadi seorang manusia yang sempurna.

Ia pun mengetahui ketika suaminya menyembunyikan tempurung kura-kura miliknya di bawah pohon pisang. Putri bungsu pun segera memindahkan tempurung tersebut ke tempat lain supaya suaminya tidak bisa menemukannya kembali.

Saat kembali dari pasar, si kura-kura yang telah menjelma dalam bentuk manusia pun panik. Ia pun segera membangunkan istrinya dan tanpa sadar telah membongkar kedoknya sendiri.

Putri bungsu pun berpura-pura kaget serta ketakutan lalu berusaha menghalau lelaki asing yang ada di depannya. Ia mengancam bahwa suaminya akan marah jika tahu ada orang asing masuk ke rumah mereka.

Lelaki itu berkata bahwa ia sebenarnya adalah si kura-kura yang telah menjelma jadi manusia dan sedang mencari tempurungnya yang tiba-tiba menghilang. Putri bungsu masih berpura-pura tidak percaya.

Untuk meyakinkan istrinya, dia mengatakan bahwa jika benar tempurung tersebut disimpan, maka dia meminta agar tempurung tersebut dipecahkan karena sebuah keajaiban pasti akan terjadi. Mereka pun pergi mengambil tempurung tersebut lalu memecahkannya hingga berkeping-keping.

Kesokan paginya, mereka membawa kepingan tempurung kura-kura tersebut ke tengah-tengah tanah lapang lalu membakarnya hingga mengeluarkan bunyi letupan. Setiap letupan akan menciptakan sesuatu.

Pada letupan pertama, tiba-tiba kepingan tempurung yang meletup menjelma jadi lahan yang sangat luas dan bersih. Pada letupan kedua, terciptalah sebuah pasar.

Letupan diakhiri dengan terciptanya pelbagai jenis hewan ternak. Kura-kura yang telah menjelma jadi manusia dan putri bungsu pun hidup kaya raya.

Kabar mengenai kemasyhuran mereka pun segera diketahui oleh raja. Sang raja pun bersiap-siap untuk memulai penyerangan karena tidak ingin ada yang menyaingi kekuasaannya.

Namun, raja mengalami kekalahan telak dalam melawan kekuatan menantu serta putri bungsunya. Pada akhirnya, rakyat di negeri itu hidup sejahtera di bawah kekuasaan putri bungsu dan suaminya.

 

Kisah di atas berjudul asli Bruek Kura dari Cerita Rakyat Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya (Proyek Invetarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah) 1980/1981. Bukan hasil salin tempel akan tetapi disadur demi penyajian yang berbeda dengan tidak mengubah jalan cerita aslinya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya