Liputan6.com, Bandung - Hubungan Rusia dan Ukraina tengah mendidih. Perang pun tak terelakkan. Di era sekarang di mana dunia seperti 'global villlage', dampak perang itu akan merembet ke negara-negara lain di berbagai sektor, terutama perekonomian.
Pengamat Ekonomi Institut Teknologi Bandung (ITB) Anggoro Budi Nugroho merilis beberapa catatan terkait perang ini. Berikut potensi dampak ekonomi untuk Indonesia.
Secara umum, kata dia, Indonesia jangan terlalu panik dengan potensi dampaknya, tetapi harus waspada dengan dinamikanya.
Advertisement
Baca Juga
Pertama, Perang Rusia-Ukraina bersifat multifaset. Perang ini melibatkan penyebab yang multidimensi dan disiplin, dari energi sampai kepentingan strategis politik Air Hangat Rusia dahulu, dan secara historis mengait banyak pihak.
Perang ini menyangkut aspek dalam negeri maupun stabilitas regional yang panjang. Politik dalam negeri negara-negara bekas Uni Sovyet, berkutat pada Apakah akan mendekat ke barat-Eropa, atau Moskow usai CIS.
"Perang ini membuktikan bahwa bubarnya Uni Sovyet tidak tuntas," katanya, dalam keterangan tertulis, Kamis (3/3/2022).
Kedua, dampak ekonomi dari perang ini bagi Indonesia tidak langsung, meskipun tetap harus diamati bertahap. Kandungan Rusia dalam neraca pembayaran kita tidak besar. Sehingga pengaruh langsung baik dalam bentuk transaksi berjalan maupun kurs agak terbatas.
Ketiga, Anggoro memprediksi tren ke depan jika perang masih berlanjut. Harga berbagai komoditas seperti makanan, biasanya diwakili oleh gandum, dan juga minyak, berpotensi naik.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Indeks Harga Saham
Bila harga minyak dunia terdorong naik akibat perang, akan ada tekanan bagi subsidi energi di dalam APBN, bila sudah di luar ambang mitigasi pemerintah.
Keempat, indeks-indeks harga saham di berbagai bursa induk utama, seperti Dow Jones dan Nasdaq di Amerika Serikat, Nikkei dan Hangseng di Asia maupun CAC atau FTSE di Eropa, perlu diamati.
Adanya kelesuan di pasar Amerika jangan lantas diartikan adanya volatilitas dana panas ke area-area ‘Emerging Markets’, karena pasar masih menunggu hasil resolusi konflik dan ada potensi kenaikan suku bunga di AS dlm sidang Thw Fed Maret ini.
Kelima, ada tren lanjutan. Gejala berpindahnya investor ke emas dan aset kripto mulai terlihat, usai menjauhnya indeks saham dari harapan. Ini menjauhkan harapan larinya dana atau portofolio ke Indonesia sebagai dampak uang panas dlm jangka pendek.
Advertisement
Pasar Kripto
Keenam, Indonesia perlu mewaspadai beralihnya likuiditas ke pasar kripto di atas maupun emas dan mata uang. Itu adalah portofolio yang sekarang berpotensi jadi safe-heaven baru.
"Indonesia bisa tidak kebagian jatah aliran likuiditas pasca perang bila kini larinya ke sana. Apalagi ditambah suku bunga ketat di Amerika," kata Angoro.
Ketujuh, tingginya inflasi di Amerika Serikat walaupun belum menyentuh titik resisten seperti di era Reagan dan pasca PD II, tetap berpotensi disesuaikannya suku bunga bank sentral oleh The Fed. Ada ruang bila melihat data kuartal IV/2021 lalu pada penjualan mobil, rumah, dan pengangguran di AS.
"Indonesia juga jangan buru-buru merasa bahwa akan da likuiditas asing masuk, karena ada banyak pertimbangan investor, salah satunya adalah keyakinan bahwa ketegangan Rusia-Ukraina hanya bersifat temporer," kata Anggoro.