Mengungkap Biang Kerok Kematian Massal Ribuan Ikan di Sungai Serayu Banyumas

Fenomena kematian ribuan ikan kembali terjadi di Sungai Serayu, Rabu (6/4/2022). Ini Adalah kasus kematian massal kedua yang terjadi sejak awal April 2022 di Banyumas

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Apr 2022, 04:30 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2022, 04:30 WIB
Ikan pelus, salah satu ikan yang mati massal di Sungai Serayu
Ikan pelus, salah satu ikan yang mati massal di Sungai Serayu. (Foto: Liputan6.com/Istimewa via WAG Pers dan Mitra Kerja)

Liputan6.com, Banyumas - Warga Banyumas, terutama yang tinggal di wilayah bantaran Sungai Serayu geger. Fenomena kematian ribuan ikan kembali terjadi di Sungai Serayu, Rabu (6/4/2022). Ini Adalah kasus kematian massal kedua yang terjadi sejak awal April 2022.

Kematian massal ikan pertama terjadi pada 1 April 2022 lalu. Sementara, kematian kedua terjadi pada 6 April, atau lima hari dari peristiwa pertama.

“Setelah tanggal 1 dan dua. Tanggal satu dan dua itu kan kasus kematian ikan massal yang pertama. Yang kita masih meraba-raba, siapa gerangan yang berbuat,” kata pemerhati Sungai yang juga Ketua Forum Masyarakat Pariwisata Sungai Serayu (FMPS) Eddy Wahono.

Warga menduga ikan mati massal diakibatkan keruhnya Sungai Serayu yang lebih pekat dari biasanya. Akibatnya ribuan ikan mabuk dan mati. Dia menduga kekeruhan ini akibat flushing lumpur di Bendung PLTA Mrica Banjarnegara.

Dugaan ini sangat kuat karena pada tanggal 1 dan 6 April, operator Bendung Mrica membenarkan telah melakukan aktivitas flushing.

“Tanggal 6, kemarin jam 08.00 pagi. Akhirnya diurut sama masyarakat. Ternyata terjadi (kematian massalnya) di daerah hulu,” ucap dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak Video Pilihan Ini:

Uji Lab DLH Banyumas

Kematian massal ribuan ikan di Sungai Serayu. (Foto: Liputan6.com/Eddy Wahono)
Kematian massal ribuan ikan di Sungai Serayu. (Foto: Liputan6.com/Eddy Wahono)

Menanggapi laporan warga, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyumas melakukan uji laboratorium air Sungai Serayu. Kepala DLH Banyumas, Junaedi mengatakan pihaknya melakukan enam uji lab, yakni kadar padatan tersuspensi, uji Chemical Oxygen Demand (COD), kadar oksigen terlarut, kadar nitrat, amoniak, dan kekeruhan air.

Dari seluruh pengujian, diperoleh fakta bahwa seluruhnya menunjukkan bahwa air sungai serayu melebihi batas ambang maksimum. Diduga kuat ikan mati karena seluruh penunjang kehidupan biota sungai itu melebihi batas ambang kemampuan bertahan.

“Yang pertama adalah padatan tersuspensi di Sungai Serayu, dari hasil uji itu, melebihi baku mutu ambang batas maksimum, yakni 50 miligram per liter,” katanya, Kamis malam (7/4).

Kemudian Chemcial Oxygen Demand (COD) juga melebihi baku mutu. Ambang batas yakni 25 miligram per liter. Artinya hasil COD-nya melebihi ambang batas maksimum tersebut.

Dalam pengujian kadar oksigen terlarut, ditemukan fakta bahwa oksigen terlalut rendah sekali, yakni kurang dari 4 miligram per liter. Padahal ikan sangat membutuhkan oksigen.

“Kemudian kadar nitrat itu juga melebihi ambang batas, yakni 10 miligram per liter. Ambang batas amoniak, 0,25 miligram per liter. Kekeruhan, itu juga cukup tinggi, yakni 1267 miligram per liter,” ungkapnya.

 

Biang Kerok Kematian Ikan Massal, Flushing Lumpur PLTA Mrica

Kematian massal ribuan ikan di Sungai Serayu. (Foto: Liputan6.com/Eddy Wahono)
Kematian massal ribuan ikan di Sungai Serayu. (Foto: Liputan6.com/Eddy Wahono)

Dari hasil itu, kemudian DLH melakukan penelusuran kemungkinan pencemaran industri atau lainnya. Akan tetapi, tidak diperoleh indikasi pencemaran tersebut. Dari informasi masyarakat, kemudian DLH melakukan penelusuran dan berkoordinasi dengan pihak Bendung Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mrica, Banjarnegara.

Dari penelusuran itu, diperoleh fakta bahwa pada tanggal 1 dan 6 April 2022, petugas Bendung Mrica melakukan flushing atau pembuangan lumpur. Karena itu, kesimpulannya adalah flushing dilakukan tidak terkendali.

“Kemungkinan adanya pencemaran dari aktivitas usaha, atau kegiatan, tampaknya kami belum mendapatkan data. Jadi dari hasil koordinasi dengan petugas Bendung PLTA Mrica, Banjarnegara, memang pada saat itu, dilakukan flushing, pembuangan lumpur,” ungkap dia.

Junaedi menambahkan, seharusnya flushing dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Salah satunya yakni kemungkinan rusak atau musnahnya biota sungai akibat aktivitas flushing yang tak terkendali. Saat jutaan lumpur dialirkan tanpa dikendalikan ke Sungai Serayu, yang terjadi adalah ikan dan biota sungai lainnya terancam.

“Mungkin flushingnya terlalu banyak, tidak dikendalikan sedikit-demi sedikit,”ucap dia.

Diketahui, fenomena kematian massal ikan terjadi di Sungai Serayu pada 1 dan 6 April 2022. Fenomena ini baru kali pertama terjadi di Sungai Serayu, antara Bendung Gerak Serayu (BGS) di Banyumas hingga Bendung PLTA Mrica Banjarnegara.

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya