Liputan6.com, Denpasar - Beberapa hari terakhir ini mahasiswa yang tergabung dalam berbagai aliansi menggelar demonstrasi atau unjuk rasa. Di antara aksi yang besar dan menjadi sorotan nasional yakni pada 11 April 2022 di Bandung, Makassar, hingga Jakarta.
Mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Jakarta dikoordinir oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Dalam aksi tersebut, BEM SI membawa empat tuntutan.
Pertama, mendesak dan menuntut wakil rakyat agar mendengarkan dan menyampaikan aspirasi rakyat bukan aspirasi partai. Kedua, agar wakil rakyat untuk menjemput aspirasi rakyat sebagaimana aksi massa yang telah dilakukan dari berbagai daerah dari tanggal 28 Maret 2022 sampai 11 April 2022.
Advertisement
Baca Juga
Ketiga, mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk menolak penundaan pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode. Keempat, mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk menyampaikan kajian disertai 18 tuntutan mahasiswa kepada presiden yang sampai saat ini belum terjawab.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Kritik Harus Objektif
Aksi mahasiswa yang terjadi di berbagai daerah itu menjadi sorotan nasional, tak terkecuali pengasuh Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya. Ia turut menanggapi terkait aksi yang merupakan bentuk kritikan mahasiswa kepada pemerintah.
Menurut Buya Yahya, kritik bukan sesuatu yang terlarang selama dasarnya bukan karena kebencian dan kedengkian. Jika kritik itu membangun, dapat dikatakan sah-sah saja.
Bagi yang enggan dikritik, Buya Yahya menyamakannya dengan Fir’aun. Sebab, dirinya merasa paling hebat dan tidak merasa bersalah.
“Siapa pun Anda siap dikritisi. Sebab kritik itu sesungguhnya untuk mengangkat martabat Anda kalau Anda paham,” katanya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Selasa (12/4/2022).
Mengkritisi sesuatu harus dengan objektif dan tidak langsung turun aksi di jalan. Buya Yahya menyebut ada beberapa langkah yang harus ditempuh sebelum mengkritik. Salah satunya dengan mengirim surat.
“Kalau sudah tidak digubris dan tidak diberi jawaban, tidak memperhatikan, tidak peduli, ya demo. Karena demo adalah salah satu cara untuk menyampaikan pesan yang diizinkan,” ujarnya.
“Di negeri ini demo untuk mengungkapkan suatu keinginan aspirasi rakyat. Istilahnya bisa kritik rakyat dalam bentuk demonstrasi. Kemudian kalau yang menyalurkan aspirasi dan lainnya bisa bermacam-macam,” sambungnya.
Buya Yahya menuturkan, Islam tidak mengajarkan unjuk rasa dengan caci maki apalagi saling olok-olokan.
“Kita bagi yang mengkritisi (demo) harus tulus. Malam harinya sudah berdoa. Ya Allah, aku ingin menyampaikan kebenaran hari ini. Berikan kekuatan kepada kami. Sampaikan pesan ini kepada hati beliau-beliau ini Ya Allah,” ucapnya.
Advertisement
Kritik Adalah Hadiah Istimewa
Buya Yahya mengutip keterangan dari Imam Al-Ghazali bahwa kritik adalah hadiah istimewa. Kritik bisa membuat orang berbenah diri. Meskipun dengan introspeksi dapat dilakukan, namun kadang kala mengoreksi diri sendiri selalu tertutup dengan ego.
“Sehingga susah orang melihat kekurangan diri. Hampir orang tidak bisa melihat kekurangan diri. Susah melihat kekurangan diri,” tuturnya.
Maka dari itu, minta tolonglah kepada teman dekat untuk mengkritik diri sendiri. Jika dia enggan, mintalah kepada musuh lawan politik. Sebab, mereka itu benar-benar serius mencari kesalahan.
“Oh dia lawan politik menggkritisi. Alhamdulillah aku dikasih tau tinggal aku rubah,” kata Buya Yahya mengilustrasikan.