Berada di 'Ring of Fire', Pelaku Pariwisata Tanah Air Wajib Siap Siaga Bencana

Para pelaku pariwisata Bali diharapkan bisa menjadi garda terdepan dalam penanganan bencana alam, seperti menyediakan alat-alat kebencanaan di sekitar destinasi wisata.

oleh Dewi Divianta diperbarui 30 Mei 2022, 21:00 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2022, 21:00 WIB
Melihat Para Turis Berlibur di Pantai Kuta Bali
Dua turis wanita berpose saat difoto di pantai Kuta di pulau pariwisata Indonesia di Bali (4/1). Daerah ini merupakan tujuan wisata turis mancanegara dan telah menjadi objek wisata andalan Pulau Bali sejak awal tahun 1970-an. (AFP Photo/Sony Tunbelaka)

Liputan6.com, Denpasar - Menghadapi pariwisata tanggap bencana, Kemenparekraf menyampaikan pelaku Pariwisata khususnya di Bali wajib tanggap darurat kebencanaan, untuk menjaga pariwisata berkelanjutan. 

Hal itu disampaikan oleh, Staf Ahli Bidang Manjemen Krisis Kemenparekraf, Fadjar Hutomo mengajak semua pelaku pariwisata dan masyarakat luas untuk menanggulangi bencana demi mewujudkan industri pariwisata Bali yang berkelanjutan.

"Opsi menanggulangi bencana adalah pariwisata yang berkelanjutan. Pelaku pariwisata pun berperan penting dalam mewujudkan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan. Ini yang harus kita lakukan, bagaimanapun ini kita adalah masyarakat yang hidup di ring of fire," ujar Fajar, Senin (30/5/2022).

Menurutnya, pelaku pariwisata harus bisa melakukan mitigasi bencana di destinasi wisata, dengan menyiapkan alat-alat pengamanan (safety) untuk tanggap darurat ketika terjadi bencana.

 

Antisipasi Krisis Pariwisata Akibat Bencana

"Yang harus disiapkan oleh destinasi pariwisata kita adalah alat-alat yang diperlukan untuk melaksanakan tanggap darurat ketika bencana itu terjadi," tutur dia.

Fadjar menyebut penanggulangan bencana, pencegahan dan kesiapsiagaan, pelaku pariwisata harus bekerja sama dengan berbagai pihak untuk hasil yang maksimal.

Salah satunya dengan berkolaborasi pemanfaatkan data dan informasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hal tersebut sebagai langkah manajemen krisis kepariwisataan mengantisipasi menghadapi bencana di Tanah Air.

"Kita tidak bisa sendiri dalam pencegahan dan menanggulangi bencana. Diperlukan koordinasi erat antar K/L, misalnya dengan BNPB," ujar Fajar.

Sementara itu, ajang Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 yang telah dilaksanakan 23-28 Mei 2022 di Bali menjadi momentum mendiskusikan perkembangan dalam Penanggulangan Risiko Bencana (PRB).

"Momentum GPDRR di Bali ini harus menjadi motivasi bagi kita untuk segera atau menyegerakan kesiapsiagaan kita mulai dari pra sampai pascabencana," katanya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya