Liputan6.com, Bandung - Kemarin pagi, seorang pemilik rumah makan warung tegal (warteg) di Jalan Laswi nomor 34, Ade Mulyadi (30) kehilangan nafkahnya. Ragam hidangan yang baru beres ia masak harus dikeluarkan lagi dari etalase saat ratusan petugas PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasional (Daop) 2 Bandung datang menggeruduk.
Mereka melakukan pengosongan paksa terhadap sejumlah bangunan di RW 04 Kelurahan Kacapiring, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Rabu (20/7/2022). Bangunan yang disasar petugas berada di nomor 24, 28, 30, 32, 34, 36, dan 38, diklaim sebagai aset PT KAI Daop 2 Bandung.
Tak hanya dagangannya yang mesti dikeluarkan, Ade dan keluarga kecilnya yang lazim tidur di warteg itu dipaksa angkat kaki. "Saya sudah masak banyak, ini baru buka," "Bukan pembeli yang datang malah pasukan," kata Ade.
Advertisement
Usaha yang dirintisnya sejak 2008 pun tutup dalam sekejap mata. Padahal tak hanya dia, istri dan anaknya, tapi beberapa sanaknya juga menggantungkan penghasilan di warteg berpulas hijau itu. Sedikitnya, ada lima saudara Ade yang turut kerja demi menghidupi keluarga masing-masing.
"Cuma bisa pasrah," katanya.
PT KAI Daop 2 Bandung mengklaim punya sertifikat hak pakai tahun 1988 atas aset tersebut, dikuatkan surat keterangan bidang tanah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Lantas, atas nama menjaga dan menata aset negara, mereka pun melakukan 'penertiban'.
'Penertiban' itu disebut jadi bentuk keseriusan mereka dalam mengoptimalisasi aset-aset titipan negara. 'Penertiban' itu diaku berjalan sesuai prosedur, sesuai undang-undang.
"KAI akan terus melakukan upaya penataan aset yang dikelolanya, untuk menjaga keselamatan aset negara," kata Manager Humas KAI Daop 2 Bandung, Kuswardojo, lewat rilis resmi diterima tengah hari kemarin.
Dari yang terpantau di lapangan, maksud dari 'penertiban' yang disebut di rilis KAI sebetulnya sepadan dengan pengosongan dan pengusiran warga secara paksa, yang prosesnya berlangsung dengan perlawanan.
Ada beling berserakan di jalan, beberapa bilah kayu tampak habis terbakar. Suara jeritan tak karuan, nyaring bercampur tangis dan serapah warga yang merasa diri dizalimi. 'Penertiban' berlangsung dengan tidak tertib.
Sejak pagi, warga di sana baik itu anak muda dan lansia, perempuan dan laki-laki, lupa sarapan. Mereka fokus mengadang petugas berseragam.
Beberapa di antara mereka bersitegang saling dorong sampai tengah jalan, membuat lalu lintas tercegat. Sampai-sampai, satu ruas Jalan Laswi akhirnya ditutup paksa polisi.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pintu Ditendang, Adik Jatuh Pingsan
Meski mencoba bertahan, warga kalah jumlah. Petugas tak terbendung, menyebar dan berhasil merangsek rumah demi rumah. Lalu, barang-barang kepunyaan warga dikeluarkan, ada yang tampak dilakukan secara kasar. Petugas kemudian menumpuknya di muka rumah, lantas diangkut serombongan truk.
"Puas kalian, puas kalian bisa mengeluarkan barang-barang orang lain," pekik seorang perempuan di halaman rumah.
"Pintu dicongkel linggis terus ditendang, sampai belah. Adik ibu punya penyakit jantung, sampai pingsan dia," kata Erry Pudjiastuti, nenek 70 tahun, saat menyampaikan kesaksiannya soal kemarin di Jalan Laswi.
Erry tinggal di rumah nomor 24, bersama suami dan tiga saudaranya, juga anak dan cucu-cucunya. Cucu perempuan yang paling kecil masih duduk di kelas tiga Sekolah Dasar (SD). Ia menyaksikan semua yang terjadi di hadapannya.
"Dia histeris, sampai lemas," kata Erry.
Kemarin, Erry juga mengkhawatirkan kondisi suaminya yang setahun terakhir ini sakit. Saat petugas datang, suaminya disebut nekat ingin mengadang petugas, meski untuk jalan saja ia harus bersangga tongkat.
"Dia mau keluar, terus saya bilang, mamah sayang sama papah. Jangan, jangan dilawan, mereka banyak," aku Erry.
Erry pun tak bisa berbuat lebih. Petugas masuk ke rumah dan mengeluarkan barang milik mereka. Erry dan keluarga dipaksa meninggalkan rumah yang sudah mereka huni sejak 1959 silam.
Di samping kerugian harta, ada ingatan buruk yang tertinggal di Jalan Laswi, trauma dan kebencian. Terlepas dari klaim PT KAI atas asetnya, warga sama sekali tak bisa membenarkan 'penertiban' dengan cara demikian. Warga merasa, PT KAI berlagak layak preman.
"Secara psikologis anak-anak trauma, ada ibu-ibu lansia, ada juga yang kena serangan jantung, apakah mereka PT KAI berpikir jauh soal dampak yang mereka lakukan?," kata Sri Wahyu Ismoelyani (52) atau yang kerap disapa Ani.
Advertisement
Menantang ke Pengadilan
Warga mengecam pengosongan dan pengusiran paksa, terlebih tanpa proses pengadilan. Jika memang lahan dan bangunan itu milik PT KAI, pihak warga menantangnya agar klaim itu dibuktikan di pengadilan.
Jika memang warga dianggap menyerobot atau menempati aset PT KAI, mereka mengaku siap digugat. Bahkan, pihak warga menanti-nanti gugatan itu datang. Meski, PT KAI disebut seolah berkelit.
"Kami berani melawan karena kami memiliki bukti-bukti. Kita bayar pajak, kita urus rumah itu puluhan tahun. Lalu ujug-ujug mereka mau ambil. Ayo! kita putuskan saja di pengadilan," kata Ani.
"Kami berharap mereka yang menggugat kami. Karena kalau wara yang menggugat biasanya kalah. Jadi, cobalah kalau KAI merasa itu milik mereka gugatlah kami," tantang Erry.
Namun, dalam prosesnya gugatan itu tak kunjung datang. Sampailah pagi kemarin, PT KAI Daop 2 Bandung memilih mengerahkan ratusan petugas dan serombongan truk untuk melakukan 'penertiban', demi menjaga aset negara.
Selama ini, pihak warga juga mempertanyakan klaim hak pakai yang dijadikan dasar. Warga sangsi akan keabsahan sertifikat tersebut. Seperti diungkap Alan yang aktif di Aliansi Penghuni Rumah dan Tanah Negara (ATPRN) Indonesia.
"Mereka melampirkan sertifikat hak pakai atas nama Departemen Perhubungan cq PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api), bukan PT KAI. Itu pun pernah dipakai di ranah pengadilan tahun 2004 dan mereka kalah. Kami yakin ini ada pelanggaran hukum dan pelanggaran HAM," kata Alan.
"Warga berharap dapat sertifikat. Kami sudah menguasai fisik, yang sesuai perdata, jika lebih 20 tahun itu bisa, lebih 30 tahun tanpa alasan sudah jadi hak milik," imbuhnya.
Â
Mengadu ke Rumah Rakyat
Siang kemarin, warga sempat mendatangi kantor DPRD Kota Bandung, berniat bertemu dengan Komisi A. Tapi mereka hanya diterima secara informal oleh Ketua Fraksi Nasdem Uung Tanuwidjaya, dan Dudy Himawan, dari Badan Kehormatan Dewan DPRD Kota Bandung.
Warga mendesak DPRD Kota Bandung turun tangan. Setidaknya memanggil pihak PT KAI untuk turut mempertanyakan dan menyelidiki legalitas klaim PT KAI.
Uung dan Dudy pun meminta warga untuk menyurati secara resmi Komisi A guna menggelar audiesi dengan pihak-pihak terkait. Uung dan Dudy berjanji akan turut mendorong Komisi A supaya segera mengadakan pertemuan itu.
"Coba ke pihak lawyer, secepatnya membuat surat. nanti surat itu akan dorong supaya pertemuan lebih cepat dilakukan. Kami juga akan menanyakan ke PT KAI, harus kuat dasarnya," kata Dudy.
Sementara, salah satu tim hukum dari warga, Arif Firmansyah menganggap bahwa meski PT KAI berdalih memiliki sertifikat hak pakai, pihaknya tidak berhak melakukan pengosongan dan pengusiran paksa seperti yang terjadi kemarin.
"Walau pun mereka berdalih ada hak pakai, tapi itu tidak memiliki kekuatan hak eksekutorial. Kepemilikan hak itu bukan serta merta kita bisa mengosongkan sesuatu tanpa putusan pengadilan. Putusan pengadilanlah yang memiliki kekuatan eksekurotial," katanya.
Ia menegaskan, pihak warga akan terus lanjut berdiskusi dan menyusun langkah-langkah hukum yang bisa ditempuh untuk merebut kembali apa yang dirasa menjadi hak mereka.
Advertisement